26. Di Balik Sebuah Kisah

10K 439 3
                                    

26. Di Balik Sebuah Kisah

------

Maria tidak tahu akan pergi ke mana. Dia hanya menelusuri sepanjang jalan raya Jakarta. Malam yang semakin menusuk tidak membuatnya surut untuk berhenti. Wajahnya tidak bersimbah air mata namun pikirannya kosong.

Saking geram pada dirinya sendiri, Maria memukul keras dadanya. Berkali-kali bukan sekali.

"Maafin Mama Ca ...." lirihnya.

"Maafin Mama yang hina ini," masih dengan suara yang lirih.

Maria terduduk di trotoar.

"Ini salah Mama, salah Mama, Ca ...."

***

"Daripada kamu luntang-lantung di jalan seperti ini, kamu mau kerja tidak?"

Seorang ibu pemilik kios yang dijadikan tempat tidur Maria semalam, mendekati Maria.

"Kamu bisa bersih-bersih rumah kan?"

Maria mengangguk bingung.

"Bagus. Saya ini agen pembantu rumah tangga. Kebetulan sekali ada yang lagi membutuhkan sedangkan saya kekosongan pembantu. Kalo kamu mau, kamu bisa datang ke rumah saya membawa fotokopi ktp."

Maria meraih kartu nama yang diberikan ibu itu.

Ibu yang tadi memberikan kartu nama sudah sibuk dengan membuka kiosnya.

Maria yang sadar akan menganggu membenahi barang-barangnya dan menjauh sedikit dari kios. Sekali lagi, dia melirik kartu nama ibu itu.

***

"Perkenalkan, ini Maria, Pak. Pembantu yang akan bekerja di rumah Bapak. Kami menjamin jika Bu Maria tidak akan mengecewakan namun jika sebaliknya Bapak bisa mengadu ke kontak pelayanan kantor kami. Kami akan menerima segala keluhan, Bapak."

Ibu Agen itu berbicara dengan lancar di depan pria paruh baya yang akan menjadi majikan Maria.

"Ya, saya mengerti Bu. Mari kita tanda tangani dulu berkas perjanjiannya." Bapak itu menggiring Maria, Ibu Agen itu ke ruang keluarganya.

"Mar, tanda tangani!"

Maria mengangguk dan menandatangani berkas yang sebelumnya dia baca lebih dulu.

"Giliran, Pak Wirdan."

Wirdan meraih bolpoin, membaca sejenak lalu menandatanganinya.

"Berarti, Bu Maria sudah resmi ya Pak menjadi pembantu Bapak."

***

Hari berlalu dan hati itu sudah bukan yang dulu.
Maria menjalani hari barunya dengan menjadi pembantu Wirdan. Bertemu setiap hari dengan hanya berdua tidak menjamin mereka masih sama. Seiring berjalannya waktu, Wirdan yang sudah lama bercerai dengan istrinya mendambakan lagi sosok perempuan yang akan menjalani hari-hari tuanya bersama dia. Melayani segala kebutuhan pribadinya yang selama ini dia lakukan sendiri. Dan menginginkan orang yang akan menyambutnya pulang di ambang pintu dengan senyuman.

"Mar, kamu sudah tahu bukan kalo saya menduda sudah lama? Saya ingin memulai lagi, Mar. Rasanya saya sudah tidak bisa melakukan semua kebutuhan saya sendiri." Wirdan menatap Maria lekat. "Saya juga memiliki kebutuhan yang lain. Kamu pasti mengerti." Maria menundukan wajahnya malu.

"Kenapa Bapak tidak menikah kalo begitu?"

"Ya, saya mau menikah tapi saya tidak tahu perempuannya mau atau tidak,"

Canda: Gadis Tanpa Nama BelakangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang