25. Semua Orang Berhak Bahagia dengan Caranya
--------------
Tangannya masih sedingin es begitupun dengan laju jantungnya yang berdegup jauh dari normal. Ini adalah penerbangannya yang pertama. Berbeda dengan naik mobil, bajaj, dan motor yang bergesekan dengan aspal yang jika terjatuh, tabrakan, atau tergelincir akan masih banyak harapan untuk hidup namun jika pesawat sudah jatuh dari atas ketinggian maka mungkin kecil harapan bisa terselamatkan. Canda menyetujui apa yang dituliskan oleh Ika Natasha pada Novelnya yang berjudul Critical Eleven bahwa harapan hidup orang seolah ditentukan oleh secarik kertas bernamakan boarding pass yang di Bandara Soekarno Hatta tadi ia genggam. Ia persis perumpaan kucing Schrȫdinger yang pasrah di dalam kotak berisi zat mematikan sianida. Sehingga menaruhkan nyawanya menjadi 50-50 di atas pesawat tersebut dan memercayakan hidupnya di tangan pilot.
"Alhamdulillah, semuanya baik-baik aja kan, sayang?" Ammar menaikan alisnya pada Canda yang masih mengatupkan bibirnya rapat. Dengan gemas Ammar merangkul bahu istrinya. "Everything's gonna be okay. Kamu hanya harus percaya Allah selalu bersama kita."
Canda melirik Ammar dan mendekatkan tubuhnya seraya bergumam, "alhamdulillah." Mendengarnya Ammar tersenyum.
"Aku malu-maluin ya Mas?" lirih Canda.
"No. Itu hal biasa. Lain kali kamu pasti berani."
Ammar mengambil koper mereka dan menariknya.
"Kita sarapan dulu di sini biar sampe rumah langsung istirahat."
Canda hanya mengangguk dan mengikuti Ammar yang dia yakin sudah hafal letak setiap bagian di bandara itu. Saat matanya memutar mengakrabkan diri dengan bandara itu ia tiba-tiba terpaku. Dia memfokuskan matanya berkali-kali kepada objek yang berada lumayan jauh di depannya.
"Ibu?"
"Kenapa, Yang?" Ammar menoleh ke istrinya yang terdiam.
"Something happen?" tanyanya.
"Itu Ibu, Mas. Ibu aku. Ayo kejar dia!" Canda menarik-narik tangan Ammar mengajaknya mengejar bayangan wanita paruh baya yang berjalan berlawan arah dengan mereka.
"Ibu kamu?"
"Iya, ibu ... Mas kejar dia!"" Canda sudah tak bisa berdiam diri. Dia hendak berlari namun Ammar mencegahnya. "Ayo kita kejar sama-sama!" ucapnya.
"Mas lebih kencang ngejarnya!" pekik Canda.
"Sudah Mas bilang kamu diam aja biarkan Mas yang ngejar." Ammar menoleh kepada Canda yang mengikutinya di belakang. Dia setengah berteriak karena kebisingan bandara yang memekakan dan orang-orang berlalu lalang yang berulang kali bergesekan dengan mereka.
Canda bergeming dia fokus melihat wanita separuh baya yang diikutinya akan masuk ke area pemberangkatan. Tanpa memedulikan roknya yang seakan hendak sobek karena langkah panjangnya, dia berlari sekuat tenaga menyamai Ammar.
"Mas, cegah Ibu pergi aku mohon. Ibu masih hutang penjelasan sama aku. Mas ..."
Hanya sebuah anggukan yang diterima Canda. Ia gemas. Sehingga memutuskan untuk berteriak berharap ibunya mendengar.
"Bu, ini Caca. Caca mohon jangan pergi dulu. Caca di sini, Bu. Ibu ... "
Canda harus menelan pahit ketika Maria benar-benar masuk ke sana dan hilang. Dia lemas dan terduduk di lantai menangisi satu-satunya keluarga yang dimiliki. Meskipun dia tahu kehadirannya adalah sebuah kesalahan dari ibunya namun ibu tetaplah ibu yang sudah melahirkannya, bertaruh dengan nyawa agar dia melihat dunia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Canda: Gadis Tanpa Nama Belakang
Spirituale[COMPLETE] Romance-spiritual (15+ only) Canda. Hanya Canda. Tanpa nama belakang. Maria berharap, nama itu membuat kehidupan putrinya penuh dengan canda. Namun, tanpa Maria sadari pertengkaran dirinya dengan Bahir membuat Canda tertekan dan menanyak...