24. Cemburu
***
Setelah pulang dari penerbitan, Ammar terlihat mendiamkan Caca. Di perjalanan pulang, di dalam mobil, Ammar pun tidak berkata-kata apa. Dia tetap mengacuhkan Caca yang sedari tadi meringis karena tahu Ammar sedang marah. Padahal pernikahannya baru menginjak satu hari namun langsung diisi dengan pertikaian. Seharusnya mereka masih bermesraan dan menikmati waktu mereka sebagai pengantin baru.
Caca melirik Ammar yang masih fokus dengan jalanan. Tangan kokoh yang kemarin menggendongnya mengemudikan setir dengan memegangnya erat. Terlihat sekali kalau Ammar masih marah.
"Mas..." cicit Caca. "Mas marah ya?" Caca memeluk lengan Ammar dan menyenderkan kepalanya di bahu.
Amarah Ammar seketika surut. Dia beristighfar dan mengusap wajahnya kasar. Dia melirik bidadarinya yang tampak merasa bersalah. Allah, baru sehari mereka menikah namun dia sudah membuatnya begini.
"Caca nggak mau liat Mas marah gini. Maaf ya!" cicit Caca lagi. Melihat tidak ada penolakan dari Ammar yang disenderi, Caca semakin menyeludupkan kepalanya ke bahu pria itu. Menghirup wangi parfum bulgarinya yang membuat Caca merasa nyaman. Saat merasa ada sebuah tangan mengelus puncak kepalanya, dia mendongak dan bersirobok dengan mata Ammar yang tengah menatapnya juga.
Caca mengulas senyum.
Ammar yang masih menunjukan wajah datarnya itu angkat bicara, "jelasin ke Mas saat di rumah!"
Jelas dan tegas Ammar berbicara.Caca tahu itu titah yang harus dia lakukan tanpa kecuali. Dia siap untuk menjelaskannya jika itu tidak akan membuat suaminya marah lagi.
***
Ammar dan Caca masuk ke dalam kamar mereka. Menutup pintu rapat dan menguncinya.
Caca duduk di tepi kasur melihat Ammar yang seperti mencari-cari sesuatu.
"Cari apa, Mas?" tanya Caca. Dia mendekati Ammar dan menyentuh pundak pria itu.
"Handuk." Hanya singkat Ammar membalas.
"Coba Mas tanya sama aku, aku kan istri Mas, kemungkinan barang yang Mas cari aku tahu karena aku sudah beresin kamarnya." Caca berjalan ke arah lemari dan mengambil handuk di sana. "Handuknya di lemari. Kemarin baru di cuci. Nih!" Ammar meraih handuk itu.
"Mas," Caca memanggilnya yang hendak membuka pintu kamar mandi.
Ammar menoleh dan menaikan alis tanpa membuka suara.
Caca menundukkan wajahnya dan tangannya memilin bajunya dengan malu.
"Apakah Mas tahu kalo Rasulullah pernah mandi bersama dengan istrinya?"
Ammar mengurungkan niatnya membuka pintu dan mendekati istrinya. Semarah-marahnya, dia tidak bisa begitu saja mengabaikan istrinya.
"Ya, Mas tahu." Jawab Ammar yang membuat Caca menaikan pandangannya. Dia bersyukur suaminya tidak mengacuhkannya.
"Lalu, bagaimana hukumnya?" tanya Caca lagi. Dia membalas tatapan Ammar yang terpusat pada dirinya.
"Boleh. Sah, sah saja kalo sepasang suami istri ingin mandi bersama. Berbeda kalo yang bukan muhrim, itu diharamkan. Secara ringkasnya begitu."
Setelahnya Caca mengulas senyum lebar yang membuat Ammar menautkan alisnya.
"Kalo gitu, Caca mau mandi bareng Mas!"
Dan Ammar tersentak. Begitu tidak percaya jika istrinya yang meminta.
"Ayo!"
Caca mengambil handuknya dan memegang pergelangan Ammar, mengajaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Canda: Gadis Tanpa Nama Belakang
Spiritual[COMPLETE] Romance-spiritual (15+ only) Canda. Hanya Canda. Tanpa nama belakang. Maria berharap, nama itu membuat kehidupan putrinya penuh dengan canda. Namun, tanpa Maria sadari pertengkaran dirinya dengan Bahir membuat Canda tertekan dan menanyak...