34. Berbohong untuk Kebaikan

7.1K 344 12
                                    

34. Berbohong untuk kebaikan

-------

Langkah kaki saling bersautan dalam heningnya lorong yang mereka pijak. Jian harus berlari untuk menyeimbangi Ammar yang berjalan tergesa. Langkahnya terlalu kecil di banding Ammar. Dia sudah meminta Ammar tenang namun tetap saja pria itu sangat cemas.

Jian melihat Ammar menengok ke semua arah mencari sesuatu. Baru saja dia akan menariknya ke dalam lift di sampingnya berada, Ammar telah lebih dulu berbelok menaiki tangga setelah melihat gambarnya di dinding.

Cemas membuat Ammar bisa sebego itu. Padahal jelas, di belakangnya, di samping Jian, lift bisa membawa mereka naik ke lantai lain.

Jian masih cerdas untuk tidak membuat kakinya sakit menaiki ratusan anak tangga darurat. Dia menekan tombol lift dan masuk. Tangannya menyilang dengan telunjuk bergerak seirama menunggu lift sampai di lantai 24.

Jauh berbeda dengan Ammar yang terus menaiki tangga walaupun napasnya sudah tersengal. Dipijaki dengan cepat setiap anak tangga tersebut. Masuk ke lantai 6 seorang office boy menatapnya heran. Ditepuk bahu Ammar tersebut sehingga terperanjat.

"Pak, Bapak naik tangga? Mau ke lantai berapa?"

Ammar mengatur deru napasnya sebelum menjawab. Dia menopang tumitnya sambil meraup udara sebanyak mungkin.

"24."

"Bapak bisa naik lift. Apartemen kami menyediakan itu untuk akses setiap lantai."

Ammar mendesah. Kenapa dia bisa selupa itu untuk mencari lift. Padahal setiap lantai tidak hanya ada satu lift. Sehingga mudah ditemukan di setiap sudut ruangan.

"Di sana, Pak, liftnya."

Tanpa menjawab, dia segera beranjak dan menekan tombol lift tak sabar.

Lift itu terbuka menunjukkan Jian yang membungkam mulutnya hendak tertawa. Mana mungkin dia bisa tertawa lepas di saat keadaan Ammar begitu kacau. Menggeser tubuhnya dan menyilakan Ammar untuk masuk. Sekhawatirnya ia, dia tetap menggunakan akal sehatnya. Ammar pikir, dia sendiri yang kalang kabut. Jian bahkan merasa terpukul mendengar berita itu.

"Nih,"

Jian menyerahkan sapu tangan ke hadapan Ammar.

"Makasih."

"Cemas bikin orang jadi bego, ya?"

Disela mengelap keringat di wajahnya Ammar melirik kesal Jian.

"Kalimat kamu, Ji!"

"Ups!" Jian tertawa sambil membekap mulutnya.

Ammar menggelengkan kepalanya. Kemudian menyerahkan sapu tangan Jian lagi.

"Kamu ambil aja. Aku masih punya banyak."

Mau tak mau Ammar mengantongi sapu tangan tersebut. Lift terbuka. Dan mereka sama-sama keluar. Menelusuri lorong lain di lantai yang mereka tuju. Sebenarnya mereka akan ke kamar apartemen Jian. Letaknya, beberapa langkah dari lift tadi.

Saat Jian hendak membuka kunci apartemennya, jantung Ammar bertalu hebat. Semua itu akibat kabar tiba-tiba saat mereka berjumpa pada pukul 9 itu.

Mereka baru duduk di kantin hendak menyesap secangkir teh sambil berbincang. Tepatnya, Jian yang ingin membincangkan suatu hal.

Dering handphone Jian dari saku snelli kanannya terdengar dan bergetar menandakan ada sebuah panggilan. Ammar yang baru seteguk menyesap teh melatinya menaikkan wajahnya dari cangkir melihat Jian yang mengerutkan kening melihat ID penelepon.

Canda: Gadis Tanpa Nama BelakangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang