27

7K 420 10
                                    

HAPPY INDEPENDENCE DAY🎊🎉🎉

INDONESIA UDAH BERULANG TAHUN KE-71, TEMAN. AYO TINGKATKAN KREATIVITAS KITA SERTA KESADARAN DIRI AKAN NEGARA KITA INI AGAR NEGARA KITA DAPAT MENJADI LEBIH BAIK LAGI☺🎉🎈

-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-


***
"Zoey, sedang apa disini?" Tanya Aldrich, yang datang menghampiri Zoey saat melihatnya duduk dikursi taman.

"Malam ini, bulan tampak cantik, benar kan?" Zoey tidak menanggapi pertanyaan Aldrich, ia malah menanyakan hal lain padanya.

"Kurasa tidak, bulan selalu sama, selalu seperti itu" jawabnya datar.

"Kau tidak memahaminya, Adie"

Adie, nama panggilan yang Zoey berikan pada Aldrich ketika mereka kecil.

"Aku menyukai bulan, selalu bersinar dan tampak cantik disetiap malam" lanjutnya tanpa mengalihkan pandangannya dari bulan.

"Kau tidak pernah berubah, Zi" ujar Aldrich yang disambut kekehan dari Zoey.

"Kau ingat saat pertama kali kau menyatakan cinta padaku?" Tanya Zoey yang sukses membuat Aldrich terkaget-kaget dengan pertanyaannya.

Pipi Aldrich sekarang sudah memerah layaknya seorang wanita yang merona ketika dipuji.

Ia tidak menyangka bahwa Zoey akan menanyakan hal seperti itu.

"Wajahmu begitu lucu saat merona seperti itu" ucap Zoey disertai tawa kecil darinya.

"Kupikir, hal itu masih berlaku untukku" Zoey memiringkan badannya agar bisa melihat Aldrich.


"Itulah alasan, kenapa aku disini. Aku datang kesini dengan tujuan agar aku bisa mendapatkan kesempatan-" ia berhenti sejenak

"-namun ternyata takdir berkata lain. Kau sudah menemukan belahan jiwamu, sedangkan aku hanyalah gadis bodoh yang masih menantikan dirimu" kini, air matanya mulai berjatuhan.


"Aku berharap, kita bisa lebih dari sekadar teman" lanjutnya.

Aldrich tidak tega melihat orang yang dulu pernah hadir di hatinya, menangis. Tangannya tergerak mengusap air mata gadis di depannya itu, dan membawanya ke dalam pelukan Aldrich.

Ia mengecup sekilas puncak kepala gadis itu dan berusaha menenangkannya.

Namun, dari kejauhan, Elle memperhatikan mereka berdua, Sungguh malang nasibnya itu.

Rasa sesak kembali memenuhi dadanya, seperti beberapa pisau menancap dihatinya. Matanya memanas, kakinya lemas, tubuhnya yang rapuh kini tanpa ia sadari sudah terhempas ke tanah.

Air mata yang ia tahan, kini telah keluar dengan sendirinya. Rasa lega yang tadinya belum sepenuhnya kembali, kini telah hilang lagi.

Luka yang belum sembuh, kini bertambah. Kepercayaannya sekarang menghilang sebagian.

Kecemburuan kini telah memenuhi hatinya, tapi dia bisa apa?

Dengan sekuat tenaga, ia bangkit, menjauhi tempat itu. Melupakan hal itu, bukan segampang membalikkan telapak tangan.

Ia harus menghadapi kenyataan menyakitkan, dan mimpi buruk seperti ini.

Apa yang seharusnya menjadi miliknya, direbut orang lain.

Dan si bodoh Aldrich itu baru menyadari, jika seseorang yang amat ia cintai, sedang memperhatikannya memeluk gadis lain.

Dengan cepat ia melepaskan pelukannya dan segera beranjak dari tempatnya. Ia ingin menghampiri Elle yang sudah pergi meninggalkan mereka.

"Aku harus pergi"

Saat hendak pergi, Zoey mencekal pergelangan tangan Aldrich dengan kedua tangannya.

"Kumohon, temani aku disini sebentar saja. Matemu pasti akan mengerti" katanya dengan wajah memelas.

Dengan berat hati, ia mengurungkan niatnya itu dan duduk kembali menemani Zoey.

Zoey mendekatkan tubuhnya pada Aldrich dan bersandar di lengan Aldrich.

Suasana malam menemani momen keduanya itu.

Falling In Love With An AlphaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang