38

7.2K 379 7
                                    

Raut wajah mereka serius. Satu persatu rahasia terkupas. Tapi, masih banyak lagi yang harus mereka ketahui tentang apa yang akan terjadi. Hal yang mungkin akan membuat rasa kehilangan.

"Sean. Apa kakek masih ingat dia?" Tanya Elle.

"Aku tidak akan melupakan iblis itu! Si brengsek sialan yang telah membuatku sangat kehilangan!"

"Aku juga. Tapi kita tidak boleh terlalu cepat. Kita harus menyusun strategi terlebih dahulu."

Aldrich, Jonathan dan Alison sedikit bingung. Entah mereka bertiga lupa atau tidak tahu dengan yang namanya Sean. Setahu mereka, hanya ada nama Kingsean. Hanya nama itu yang mereka kenal. Nama dari seorang penguasa pack paling kejam dan licik di dunia. Dia tidak segan-segan membunuh siapa saja yang berani menghalanginya.

"Tunggu dulu, kami hanya tahu Kingsean Raux, bukan Sean."potong Aldrich disela-sela pembicaraan.

Elle menatapnya garang, "Ya, tapi kami hanya menyebutnya dengan panggilan Sean. Dia bukan seorang raja, melainkan seorang pengecut hina! Aku ingin mengeluarkan jantungnya itu dari tubuhnya!"

Elle selalu saja terbawa emosi saat membicarakan bajingan hina itu. Dialah yang membuat semuanya kacau. Jika saja dia tidak pernah ada di dunia ini, maka mungkin ayah dan ibu Elle masih hidup, mereka dapat melihat putri mereka tumbuh besar dan sudah menemukan pasangan hidupnya. Tapi karena bajingan itu, semuanya hancur.

"Sabar Elle. Waktu itu akan tiba, kau hanya perlu mengatur strategi dengan baik dan tinggal menunggu waktu."

Disisi lain,

"Aku tidak ingin ada orang lemah disini! Siapapun yang kudapati seperti itu akan langsung kubunuh! Aku tidak mau menerima kekalahan nantinya dikarenakan orang-orang lemah seperti kalian!!" Tegas Sean dengan lantangnya.

Dengan caranya yang kejam, ia melatih pasukkannya. Jatuh sedikit, maka jiwa melayang. Tidak boleh ada kesalahan, semuanya harus sempurna seperti rencananya. Ia seperti iblis, bertanduk dua di atas kepalanya. Mungkin tanduknya ada empat, jadi dia lebih. No mercy, itu prinsipnya. Ia tidak segan-segan membantai keluarga dari para prajurit yang berani melakukan perlawanan.

Jika mungkin kau adalah salah satu dari mereka yang berada di tempat itu, maka sepertinya kau akan lebih memilih mati dibandingkan menerima penyiksaan yang begitu berat, sebelas dua belas dengan siksaan di neraka. Tapi, bukankah Sean itu bodoh? Kalian tahu kenapa? Kalau dia menyiksa para best fighter, warrior, bahkan para keepers, bukankah itu merupakan suatu kerugian baginya? Ia akan kehilangan sebagian besar dari mereka, bukan?

Pemikirannya mungkin terlalu sempit.

"Jangan terlalu kasar pada mereka, sayang." Si wanita ular datang. Zoey duduk di pangkuan Sean, dan mulai bermanja pada Sean lagi dan lagi.

"Waktunya sudah dekat, kalau mereka tidak dilatih secara keras begini maka kita akan kalah." Kata Sean,

"Kau sudah mengumpulkan para penyihir hitam yang akan membantu kita?" Sambungnya.

Zoey mengangguk, "Mereka bahkan setuju sekali. Yah, mengingat mereka mengincar jantung penyihir putih jenis fortior,"

Ia beranjak dari pangkuan Sean, "Dan yang memilikinya hanya Elle, perempuan sialan itu."

"Jangan menyebutnya seperti itu." Katanya membisik.

Zoey mengernyitkan dahinya dan bertanya apa yang dikatakan Sean tadi, namun Sean berbohong debgan mengatakan tidak ada. Ia bahkan hanya terdiam memikirkan perkataannya tadi, bodoh. Jauh di lubuk hatinya, tersimpan kepahitan dan rasa sakit hati yang amat mendalam. Hal itulah yang memicu semuanya.

Tok Tok Tok

Suara ketukan pintu itu membuyarkan lamunannya. Ia menyuruh siapa saja yang mengetuk pintu untuk masuk. Itu Drake, Betanya, yang mengetuk pintu.

"Ada apa?"

"Adik anda sudah menunggu di ruang tamu, Alpha." Ucap Drake.

Sean menyeringai dengan senyuman dingin yang tampak licik. Merasa kemenangan akan segera berada di tangannya. Ia beranjak dari kursinya dan menuju ke ruang tamu, dimana tamu yang ditungguinya.

"Adikku tersayang, Belianna."

***

"Aku harus berlatih dengan kakekku."

"Hal yang bagus untuk dilakukan!"

"Tidak!"

Warren dan Elle menoleh secara bersama-sama. Mereka bingung, kenapa Aldrich harus menolak hal ini. Lagi pula, bukankah itu hal yang bagus? Elle dapat mengolah kekuatannya, dan ia akan menjadi hebat nantinya. Ia juga bisa lebih mahir menggunakan kekuatannya nanti, bukankah itu yang semuanya inginkan?

"Tapi kenapa? Apa yang salah?" Tanya Elle.

Aldrich tampak khawatir, "Terlalu berisiko, amour. Juga terlalu memakan tenaga, aku tidak mau sampai kau jatuh sakit atau bisa saja hal buruk terjadi atau--"

Segera mungkin Elle memotong, "Bukankah rasa sakit membuat kita kuat di kemudian hari? Percayalah padaku, hal yang kau sebutkan atau apapun yang ada dipikiranmu tidak akan terjadi."

Kata-kata penguatan seperti ini setidaknya membantu membuat kekasihnya itu dapat lebih tenang. Tapi benar yang dikatakan Aldrich, berlatih seperti ini memakan tenaga yang banyak. Bukan hanya sekadar mengangkat tangan dan mengeluarkan kekuatan, tidak. Itu tidak semudah membalikkan telapak tangan.

"Kau harus menyemangatiku!" Seru Elle.

-Happy Sunday!

Falling In Love With An AlphaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang