Part 3

6.3K 564 75
                                    

Pagi ini cuaca begitu cerah. Namun, cerahnya tidak mampu membuat suasana hati di dalam diri gadis itu memudar. Semakin dekat langkahan kakinya menuju kelas, semakin kencang pula detakan jantungnya berpacu.

Paginya tidak akan mungkin terasa seperti itu kalau kejadian kemarin tidak terjadi. Setelah gadis itu memilih untuk mengabaikan pesan dari cowok yang selama ini dihindarinya, ia juga mengabaikan tujuh panggilan telepon dari orang yang sama.

Kemarin sore, lima menit setelah ia melempar ponselnya di atas kasur dan jatuh entah kemana, nada dering di ponselnya tidak kunjung berhenti. Tanpa melihatpun, Lisa tahu betul siapa orang yang dengan kurang kerjaannya menelepon sebanyak itu. Dan dugaannya memang benar setelah ia mengambil ponselnya yang ternyata sudah baret sedikit di bawah meja rias akibat ia lempar. Kontak dengan nama cowok ngeselin terpampang dengan jelas di layarnya.

Jengah karena ponselnya kembali berdering dari orang yang sama, Lisa pun memilih untuk mencabut keluar kartu teleponnya tanpa mematikan ponsel. Barulah, setelah itu ia merasa tenang.

"Morning, beautiful."

Dengan gerakan secepat kilat, Lisa langsung menaruh tasnya di atas meja dan mendaratkan bokongnya di atas kursi. Menghiraukan tatapan berbinar Rio dan senyumannya yang begitu lebar. Dalam hati, ada perasaan kecil yang terselip di dalam dada Lisa untuk melihat senyum tersebut. Namun, dengan alasan yang sama-tidak ingin membuat cowok itu besar hati-ia memilih untuk menahan egonya.

"Gue seneng banget selama setahun ini bisa duduk berdua sama lo," sahut Rio tulus. Pandangannya benar-benar mengartikan sebuah kesenangan yang begitu besar. Senyuman lebarnya juga sudah tergantikan oleh senyum tipis yang membuat wajah konyolnya tadi menjadi melembut.

Jauh di dalam lubuk hati Lisa, ia merasa tersentuh dengan ucapan yang baru saja ia dengar. Sejak pertama kali kenal sampai duduk sebangku dengan Rio, cowok itu memang belum pernah berbicara se-serius ini. Selalu tersirat nada candaan di setiap omongannya. Belum lagi dengan berbagai macam rayuan gombal dan receh yang sama sekali tidak menyentuh hati. Maka dari itu, ucapan yang belum sampai dua menit ia dengar, mampu membuat hatinya sedikit meluruh.

"Kalau lo seneng, justru gue kebalikannya," Lisa melirik sekilas ke arah Rio. Sengaja memberi tanda untuk cowok itu agar tidak perlu banyak berharap dengan keuntungan bisa duduk sebangku dengannya selama setahun.

"Ya, tanpa lo kasih tau, gue juga udah tau duluan," Rio membenarkan posisi duduknya menjadi tegap saat mendengar bel masuk terdengar. Tanpa repot-repot menatap wajah Lisa terlebih dahulu dan membuatnya senang dengan hal itu karena risih diperhatikan terus. "Tapi ... gue engga akan pernah nyerah sebelum berjuang." Berjuang untuk ngerebut hati lo, Lis.

•••

Hal lain yang Lisa tidak suka saat di sekolah selain bertemu Rio; jam istirahat. Sebenarnya, ia sendiri sangat suka kalau jam istirahat tiba karena itu artinya, ia bisa terbebas sejenak dengan berbagai macam pelajaran yang membuat otak terpecah belah dan gangguan dari teman sebangkunya. Namun tetap saja, selama jam istirahat pun ia harus kembali berurusan lagi dengan Rio karena ia juga teman dari Samuel dan Keira.

Parahnya lagi, setiap ada kesempatan walau hanya setipis benangpun, cowok itu akan memanfaatkannya dengan duduk di sebelah Lisa. Kalau sudah seperti itu, ia hanya bisa menyiapkan perisai ekstra sabar menghadapi tingkahnya yang selalu memerhatikan dirinya saat sedang makan. Contohnya, seperti sekarang ini.

"Gue itu selalu bingung deh," Rio mulai membuka suara seraya mengernyitkan dahinya yang terbentuk jelas. Membuat keempat pasang mata di depannya-Samuel, Keira, Ivy, dan Kenio-juga ikut-ikutan bingung. Tidak terkecuali Lisa.

Broken Over RealityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang