Pagi hari di sekolah kali ini sungguh berbeda. Terutama untuk kedua insan yang baru saja turun dari motor dan melangkah bersama-sama menuju koridor sekolah yang terlihat masih lenggang ini. Keduanya sama-sama terdiam, namun menyiratkan rasa senang dan bahagia di masing-masing diri. Kalau untuk Rio, tentu jelas karena ia sudah berhasil meminta maaf kepada Lisa dan dimaafkan olehnya. Begitu juga dengan Lisa, ia senang dan bahagia karena mengetahui bahwa Rio tidak lagi menjauhinya.
Namun anehnya, Lisa sendiri masih bingung kenapa kedua hal itu–senang dan bahagia–bisa dirasakannya saat ini hanya karena Rio kembali seperti biasa, tidak menjauhi apalagi mendiaminya. Apakah ia benar-benar sudah bisa membuka hatinya untuk cowok itu?
***
"Ah, udah berapa lama ya gue ngga duduk di sini?" Pertanyaan itu sepertinya lebih ditujukan untuk dirinya sendiri, saat Rio mulai menaruh tasnya di atas meja dan langsung duduk dengan santai di atas bangkunya yang dulu, di sebelah Lisa. Tempatnya sedia kala.
"Itu karena lo kelamaan ngejauhin gue tanpa sebab," kata Lisa sarkas, lalu ikut melakukan hal yang sama seperti yang Rio lakukan barusan. Tangan kanannya pun kemudian mulai tergerak ke arah kolong meja sambil diambilnya sebuah buku tulis dan sebuah tempat pensil. Begitu pula dengan ponselnya yang ia nyalakan dan dengan lihai mengutak-atik layarnya untuk membuka foto-foto yang merupakan kumpulan contekan.
"Lo nulis apaan?" tanya Rio sambil dilihatnya Lisa yang sedang sibuk menyalin sesuatu di buku tulisnya.
"Pr seni budaya."
Rio mengerutkan keningnya, sepertinya ia tidak tahu kalau pelajaran yang disebut oleh Lisa ada pr. "Emang ada? Kapan disuruhnya?"
"Ada, minggu lalu." Lisa hanya menjawab singkat karena memang ia sedang terburu-buru, pelajaran seni budaya hari ini ada di jam pertama dan dua puluh menit lagi bel masuk akan berbunyi. Satu persatu murid yang mulai berdatangan ke dalam kelas pun juga ikut melakukan hal yang sama seperti Lisa saat mereka sudah duduk di bangku masing-masing.
"Mampus, gue belom sama sekali!" Rio jadi kalut, jangan-jangan Bu Yati memberikan pr tersebut saat dirinya sedang bolos jam pelajaran dengan tidur di ruang uks. Gawat. "Liat dong, Lis," kata Rio panik.
Lisa langsung menggeleng cepat. "Gue aja belom, masa lo udah mau liat. Buka grup kelas aja, Faren udah kirim fotonya."
Setelah mendengar perkataan Lisa, dengan cepat Rio membuka grup kelas di aplikasi Line-nya. Dan benar saja, Faren memang sudah menyebarkan contekannya sejak kemarin sore. Grup kelas memang selalu ramai dan selalu memenuhi notifikasi ponselnya, makanya Rio kadang malas sekali untuk baca dari atas karena ujung-ujungnya hanya membuat jari pegal. Tidak jarang pula, mereka pamer stiker berbayar yang baru saja mereka beli. Tidak main-main, notifikasi grup kelas mereka bisa sampai ribuan hanya karena pamer stiker-stiker berbayar itu.
"Buruan kerjain, nanti gak keburu waktunya," kata Lisa di sela-sela kesibukannya menyalin pekerjaan rumah.
Sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh Lisa, Rio pun dengan cepat mengeluarkan buku tulisnya yang juga berada di kolong meja. Sesaat setelahnya, mengambil tempat pensil milik Lisa dan mengeluarkan sebuah pulpen untuk dipakainya menulis tanpa izin dari sang pemilik. Lisa hanya menghiraukannya saja karena tugas yang sedang dikerjakannya memang lebih penting daripada sebuah pulpen.
Detik berganti menit, hingga tidak terasa bahwa bel masuk sudah berbunyi. Saat itu pula, semua murid di dalam kelas langsung kasak-kusuk dan berburu-buru menyelesaikan tugasnya, sebelum Bu Yati masuk ke dalam kelas.
"Mampus, gue masih banyak lagi," kata Rio panik, tangan kanan yang ia gunakan untuk menulis mulai bergetar kencang sehingga membuat tulisannya yang sudah tidak bisa dibaca, makin tidak terbaca.
"Untung gue udah selesai." Lisa hanya memerhatikan cowok di sebelahnya itu santai dengan merilekskan tangan dan jari-jarinya yang lelah akibat menulis.
"Bantuin gu–"
"SEMUANYA, TOLONG DENGERIN GUE!"
Itu suara kencang yang berasal dari mulut Faren, yang baru saja memotong ucapan Rio secara tiba-tiba. Semua mata dan perhatian di dalam kelas langsung kompak tertuju ke arah sang ketua kelas, sebagian ada yang menatapnya penasaran, juga ada yang menatapnya dengan kesal karena sudah mengusik pekerjaan yang akan mereka bayar dengan nyawa kalau saja tidak selesai dalam waktu dekat.
"Apaan si?!" Diki menanggapi sewot, dia adalah salah satu dari anak-anak di dalam kelas yang pekerjaanny terusik karena suara kencang Faren. Dan ya, cowok itu juga sudah duduk di tempatnya yang semula–bersama dengan Faren–saat ia melihat bahwa Rio dan Lisa sudah kembali duduk bersama. Tanpa ditanyapun, ia juga sudah tahu kalau mereka sudah berbaikan. Makanya, tanpa basa-basi ia langsung duduk kembali bersama teman sebangku lamanya.
"Gue baru aja dari ruang guru ..." Faren berhenti sejenak sambil dilihatnya seluruh anak-anak di dalam kelas yang melihatnya dengan rasa penuh penasaran. "Ternyata ...." Faren berhenti lagi, disertai dengan sebuah seringaian yang membuat teman-temannya langsung memaki kesal.
Digantung tanpa kepastian memang tidak enak.
"Apaan si Bego!" umpat Rio, lama-lama ikut kesal juga dengan orang nomor satu di kelasnya itu.
Faren malah tertawa, sepertinya ia memang terlalu senang karena membuat teman-temannya penasaran akan informasi penting yang akan ia sampaikan setelah ini. "Iya-iya. Jadi tadi gue abis ke ruang guru, mau manggil Bu Yati, tapi kalian tau?" Semua anak-anak di kelas menggeleng polos secara serentak. "Bu Yati gak masuk! Sakit katanya!"
"APA?!" Itu suara dramatis dari mulut Mega yang sepenuhnya memang terkejut dengan perkataan Faren. Demi Tuhan, ia sampai rela tidur jam dua malam hanya untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Bu Yati! Belum lagi, rumahnya yang lumayan jauh, mengharuskan ia harus bangun dan berangkat lebih awal dibanding anak-anak yang lain. Dan sekarang .... "Sumpah ya, anjir gue speechless parah!!!"
Harusnya memang semua anak-anak yang ada di dalam kelas senang karena Bu Yati tidak masuk dan mereka akan free class selama tiga jam pelajaran, tapi mengingat tugas yang diberikan oleh guru itu, rasanya memang amat sangat membuat kesal. Kalau tahu seperti itu, mereka tidak akan mungkin membela-belakan diri untuk datang awal ke sekolah. Sial sekali.
"Anjing!" Rio langsung menggebrak pulpen milik Lisa di atas meja sampai pulpen itu rusak. Bahkan, sang pemilik sampai melebarkan kedua matanya. Bukan karena marah, melainkan karena terkejut. "Mending gue cabut kalo gini." Benar saja, sedetik kemudian, cowok itu langsung bangkit dari duduknya dan berderap meninggalkan kelas. Tanpa memberitahu kepada teman sebangkunya terlebih dahulu kemana ia akan pergi.
"Dasar aneh," guman Lisa sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Tapi, berselang lima menit kemudian, Rio malah mengiriminya sebuah pesan LINE.
Rio: Lis, ke parkiran cepet!
Lisa: Ngapain?
Rio: Udh sini buruan
Lisa: Mau ngapain dulu?
Rio: Allah, udh sini dulu
Lisa: Gak.Di parkiran mobil sekolah, Rio langsung mendegus kesal karena Lisa tidak menuruti kata-katanya di pesan yang baru saja dikirimnya. Dengan berat hati, ia melangkahkan kakinya kembali ke arah koridor dan menuju kelas. Tanpa pikir panjang, ia menarik tangan Lisa dan membawanya ke luar kelas, begitu melihat gadis itu sedang sibuk memainkan ponselnya.
"Kan gue udah bilang gak mau!" kata Lisa sambil berusaha mengimbangi langkah kaki Rio, sembari terus berusaha melepaskan tangan cowok itu dari pergelangan tangannya.
"Udah, ikut aja, pasti lo suka." Rio semakin mempercepat langkah kakinya sambil memerhatikan sekeliling. Takut kalau ada guru yang memergoki mereka dan akhirnya disuruh kembali masuk ke dalam kelas. Tidak, jangan sampai seperti itu, kali ini ia memiliki rencana lain yang lebih penting dibandingkan duduk diam di kelas tanpa ada guru yang mengajar. Tidak penting, buang-buang waktu.
Lisa akhirnya menghela napas pasrah dan menuruti perkataan Rio saat ia menyuruhnya untuk masuk ke dalam mobil, begitu mereka berdua sampai di parkiran. Entah ide gila apa yang merasuki diri cowok itu, sampai-sampai harus bolos jam pelajaran seperti yang mereka lakukan saat ini.
******
May 16, 2017.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Over Reality
Ficção AdolescenteRio Lionel, merupakan gangguan terbesar bagi Lisa dalam menjalani kehidupan sekolahnya di SMA Angkasa Mirta. Setiap hari selalu membuat dirinya kesal dengan berbagai macam tingkah konyol dan bodoh yang dibuat oleh cowok itu. Masalah utama yang membu...