Part 8

3.9K 332 14
                                    

Keesokan paginya, Rio benar-benar membuktikan ucapannya dengan datang ke rumah Lisa pagi-pagi sekali. Begitu pagi sampai-sampai Lisa kalang kabut bersiap-siap diri. Bagaimana tidak, sekolah masuk pukul tujuh pagi dan cowok itu datang ke rumahnya pukul setengah enam. Menyebalkan sekali, bukan? Biasanya, ia selalu bangun pada pukul enam pagi dan berangkat sekolah pukul tujuh kurang dua puluh menit. Tidak pernah sekalipun yang namanya ia telat.

"Lagian, lo kenapa pagi-pagi banget sih datengnya? Sekarang masih kepagian banget, tau!" Lisa masih tidak bisa berhenti marah-marah pada Rio, walau sekarang mereka sudah berada di tengah-tengah perjalanan menuju sekolah. Apalagi, saat melihat jam di ponselnya yang masih menunjukkan pukul enam lewat lima menit. Langit saja masih agak gelap saat ini.

Dengan wajah yang menoleh sekilas, Rio tertawa kecil karena ia sendiri memang sebelumnya tidak pernah bangun sepagi ini kalau ingin sekolah. Sama seperti Lisa, ia selalu bangun setelah waktu sudah mendekati pukul enam dan akan berangkat pukul tujuh kurang. Tetapi, demi keberlangsungan hubungannya dengan Lisa, Rio rela saja bangun pagi-pagi. Kalau perlu, tidak tidurpun tidak masalah sama sekali.

Gedung sekolah sudah mulai terlihat dalam jarak dua ratus meter, saat Rio akhirnya menepikan motornya di salah satu toko dua puluh empat jam; seven eleven. "Kita sarapan dulu ya, soalnya tadi kan lo engga sarapan. Begitu juga gue," kata Rio seraya membuka helmnya dan menggiring Lisa masuk ke dalam sana.

Kalau untuk makanan, Lisa tidak akan menolak sama sekali karena ia sendiri memang sangat lapar mengingat semalam ia tidak menghabiskan makanannya. Tanpa merasa malu lagi seperti saat Rio mengajaknya makan siang, Lisa langsung mengambil satu beef sandwich dan susu kaleng coklat kesukaannya. Membawanya ke arah kasir dan membiarkan Rio yang membayar. Bukannya merasa mendapat kesempatan karena cowok itu mempunyai dompet dengan isinya yang tebal, tetapi karena ia pantang sekali membayar makanan saat seorang cowok yang mengajaknya terlebih dahulu. Ia hanya bersikap realistis saja karena tidak mau menanggung malu kalau dilihat orang, ternyata mereka membayar sendiri-sendiri.

Rio sendiri tidak masalah sama sekali, justru dengan senang hati membayar makanan dan minuman yang Lisa ambil. Malah, kalau perlu, seluruh isi yang ada di toko tersebut akan ia beli untuknya. "Yuk," Rio segera mengajak Lisa menuju salah satu meja yang berada di luar, setelah ia memberikan satu lembar uang seratus ribu ke penjaga kasir.

"Bokap lo emang suka berangkat pagi-pagi gitu ya ke kantornya?" Tanya Rio sambil melahap satu sandwich yang ia beli. Sama dengan yang sedang Lisa makan sekarang ini. Tadi, saat ia menunggu Lisa di depan pintu rumahnya, ia memang sempat melihat David yang sedang terburu-buru berangkat ke kantornya. Maka dari itu, ia tidak sempat berbasa-basi lagi, setelah menyalami punggung tangannya.

"Engga, biasanya sekitar jam delapan," jawab Lisa. Masih berusaha untuk menghabiskan makanannya dengan cepat, karena dua puluh menit lagi bel masuk sekolah akan segera berbunyi.

"Terus, pagi-pagi kok udah berangkat?" Rio masih penasaran.

Lisa mengedikkan bahunya. Ia sendiri tidak tahu menahu soal itu. "Mungkin banyak kerjaan," akhirnya ia menyanggupi untuk menjawab pertanyaan Rio.

Rio manggut-manggut. Percaya saja.

Saat jam sudah menunjukkan pukul tujuh kurang sepuluh, baik Lisa dan Rio baru bergegas untuk cepat-cepat menyelesaikan makanan dan juga minumannya. Untung saja, toko tersebut dekat sekali dengan sekolah mereka. Jadi, tidak sampai lima menit kemudian, keduanya sudah sampai di sekolah tanpa telat barang hanya satu menitpun.

Namun, begitu mereka baru saja turun dari motor yang dikendarai oleh Rio, Lisa langsung menahan cowok itu untuk melangkahkan kakinya. "Sori, kayanya kita jangan sampe keliatan orang-orang kalau berangkat bareng. Apalagi, kalau Keira, Ivy, Samuel sama Kenio sampe tau."

Broken Over RealityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang