Part 31

2.5K 255 35
                                    

            "Saya kecewa sekali dengan kalian!" suara Pak Surya terdengar menakutkan sambil dipandanginya seluruh murid di kelas XI-IPA4 dengan tajam. "Untuk apa saya mengajar kalian semua selama ini, kalau pada akhirnya kalian tidak mengerti apa yang saya ajarkan!"

Tentu saja, seluruh murid di dalam kelas hanya bisa terdiam, sambil dilakukannya hal-hal yang bisa menghindari mereka dari tatapan maut Pak Surya. Contohnya seperti menundukkan kepala, meneliti seisi kelas, memainkan jari kuku tangan, memandangi cicak yang sedang bergerak di dinding, dan lain sebagainya. Jelas saja, Pak Surya itu kalau udah marah-marah di kelas, sudah bagaikan macan kelaparan yang sedang mencari mangsa. Apa lagi kalau sampai ada yang berani menatapnya, sudah deh, jadi incaran kemarahannya. Untung saja, itu guru tidak pernah main tangan. Masih takut dengan hukuman yang dijalaninya nanti, kalau sampai berani melakukan hal itu.

Dan ya, minggu kemarin atau tepatnya hari rabu pada jam pelajaran pertama, Pak Surya tiba-tiba saja mengadakan ulangan matematika mendadak. Dua puluh soal pilihan ganda dan sepuluh soal essai, lengkap dengan cara menghitungnya yang harus dikerjakan di kertas folio bergaris. Parahnya lagi, hanya dikasih waktu selama empat puluh lima menit alias satu jam pelarajan. Sadis, 'kan? Untuk anak-anak di kelas yang pintar di pelarajan itu, tentu bukan menjadi suatu masalah karena tidak belajar pun, sudah bisa dipastikan kalau mereka mengerti. Tapi, untuk yang otaknya pas-pasan dalam pelajaran matematika seperti Lisa dan Rio, juga anak-anak yang lain, sudah bisa mengisi dua atau tiga soal saja sudah bersyukur.

Namun ternyata, persepsi tentang mereka yang pintar sudah bisa dipastikan akan bisa mengerjakan soal-soal matematika tersebut, salah besar! Buktinya Pak Surya marah-marah seperti itu. Biasanya ya, itu guru tidak akan marah-marah kalau murid-murid di kelas masih ada yang mendapatkan nilai di atas delapan atau paling tidak di atas kkm. Lain halnya kalau hampir sebagian besar murid-murid di kelas mendapatkan nilai yang jelek alias di bawah enam atau lima, baru deh itu guru marah-marah. Seperti sekarang ini contohnya.

Ya, walau belum dibagikan sih hasil ulangannya. Tapi, sebagian besar, seluruh murid di kelas sudah bisa menerka-nerka kalau nilai ulangan matematika mereka pasti jelek.

"Yang saya panggil, harap maju ke depan dan ambil hasil ulangan kalian." Pak Surya yang tadinya berdiri di tengah-tengah kelas, kini beranjak menuju mejanya dan mengambil tumpukan kertas yang sudah pasti adalah kertas hasil ulangan minggu kemarin. Seluruh murid langsung deg-degan, takut kalau pada saat namanya di panggil dan maju ke depan, Pak Surya akan memarahinya.

"Faren Muhammad," panggil Pak Surya. Merasa namanya dipanggil, Faren yang tadinya sedang sibuk memainkan ponselnya secara diam-diam, kontan bangkit berdiri. "Nilai kamu tertinggi di kelas." Tentu saja, Faren langsung tersenyum dengan bangganya, namun tidak lama setelah Pak Surya kembali berkata, "nilai kamu empat."

Tubuh Faren langsung mematung di hadapan Pak Surya, begitu juga dengan seluruh murid di kelas. Makin khawatir setelah mendengar nilai Faren yang katanya tertinggi, ternyata hanya mendapat nilai empat. Itu Faren, lho! Sang ketua kelas, yang jago dalam pelajaran matematika, tapi paling bodoh dalam pelajaran fisika dan kimia. Lalu, apa kabarnya dengan mereka yang tidak jago dalam pelajaran matematika? Dapat nilai satu? Tidak-tidak, apa jangan-jangan nol?!

"Ma-makasih, Pak." Faren mengambil kertas ulangannya dengan tangan gemetar, lalu membalikkan tubuhnya dan kembali ke tempat duduknya. Diki yang kebetulan duduk bersama Faren, hanya bisa menatapnya dengan iba sambil menepuk-nepuk bahunya pelan, mengartikan agar temannya itu bersabar. Faren mengangguk dengan melas.

Pak Surya kemudian kembali membagikan hasil ulangan murid-murid di kelas dengan memanggil namanya satu-persatu. Semua raut wajah mereka yang sudah tahu dengan nilai ulangannya, hampir sama persis; murung, sedih, kaget, tidak terima, dan macam-macam. Hingga pada akhirnya, dua nama terakhir yang disebutkan oleh Pak Surya pun tiba.

Broken Over RealityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang