Awalnya Lisa memang hanya bisa pasrah saja saat Rio tiba-tiba membawanya pergi saat jam sekolah masih berlangsung. Tapi, kepasrahan itu berubah menjadi kepanikan saat mobil yang dikendarai oleh cowok itu masuk ke dalam pelataran jalan tol. Tentu saja Lisa panik, bagaimana tidak, sudah tidak tahu mau kemana dirinya akan dibawa pergi, lewat jalan tol pula! Bagaimana kalau ternyata Rio mau menculik dirinya dan dijual ke sembarang orang? Mengerikan, bukan?
"Lo mau bawa gue ke mana?!" tanya Lisa panik.
"Nanti juga lo tau," jawab Rio santai, begitu santainya sampai-sampai membuat Lisa makin panik dan khawatir. Bagaimanapun, dia ini kan cuma perempuan biasa, yang tidak punya bakat atau bekal bela diri kalau-kalau dirinya sedang dalam zona bahaya dan merasa terancam.
"Lo mau bawa gue ke mana?!" Lisa kembali mengulang pertanyaan yang sama. Masa bodo kalau cowok yang berada di sebelahnya itu merasa terganggu. Pokoknya, yang ia mau hanyalah kejelasan.
"Kenapa? Lo takut?" Rio menyeringai sambil memerhatikan wajah Lisa yang benar-benar panik bercampur takut. Ah, senangnya.
"Gu-gue engga takut!" Walau terbata-bata, Lisa tetap membantah. Tidak mungkin 'kan kalau ia mengaku kalau dirinya memang takut. "Emang salah kalo gue tanya kita ini mau ke mana?"
Rio menggeleng. "Engga sih, cuma kalo gue kasih tau sekarang, nanti gak surprise dong?"
"Gue gak butuh yang namanya surprise, gue cuma butuh jawaban dari lo ke mana tujuan kita."
"Jawabannya akan lo terima lima puluh menit dari sekarang."
Lisa berdecak keras dan memaki dalam hati. Tidak ada lagi niat untuk menyahuti kata-kata Rio yang akan semakin membuat dirinya kesal. Biar sajalah, lagi pula ia yakin kalau cowok itu memang tidak berniat untuk mencelakai dirinya. Biar bagaimanapun, Rio menyukainya, bukan? Jadi, tidak ada alasan lagi bagi dirinya untuk panik atau khawatir.
Perjalanan ke tempat tujuan mereka–lebih tepatnya tujuan Rio–lebih cepat sepuluh menit dari yang sudah diperkirakan. Dan dua hal yang saat itu langsung Lisa ketahui adalah; villa dan Puncak. Ya, Rio membawanya ke salah satu villa yang berada di kawasan Puncak, Bogor. Niatnya saat masih berada di tengah-tengah perjalanan adalah memaki cowok itu setibanya mereka di tujuan. Tapi, begitu turun dari mobil, Lisa justru terpaku dengan apa yang sedang dilihatnya. Pegunungan sejauh mata memandang. Kira-kira, sudah berapa tahun ya dirinya tidak ke Puncak? Ah, rasanya sudah lama sekali.
"Lo suka?" tanya Rio, menghampiri Lisa yang sedang berdiri terpaku tidak jauh darinya. Tempat itu memang spot paling bagus untuk menikmati pemandangan yang memperlihatkan sebagian besar seluruh kawasan puncak. Terlebih, posisi villanya yang memang mempunyai nilai lebih karena berada di kawasan Puncak Atas, jadi mereka bisa melihat dengan jelas pemandangan yang ada di bawah sana.
Villanya terdiri dari dua lantai dengan cat bernuansa putih. Kalau dilihat dari luar terkesan besar, megah dan terawat. Di sekelilingnya terdapat beberapa pohon dengan berbagai jenis. Sekitar enam meter dari villa tersebut terdapat sebuah taman bermain dengan satu jungkat jungkit dan ayunan besi berbentuk bulat, gazebo untuk bersantai, juga kolam renang. Semua lengkap tersedia. Lisa sampai takjub bukan main.
"Suka banget," jawab Lisa setelah ia mengamati seluruh yang ada di sekelilingnya. "Villa ini punya siapa?"
"Punya orang tua gue," kata Rio sambil melangkahkan kakinya ke arah gazebo dan menduduki dirinya di sana dengan kedua kaki saling bersila. Ia mendongakkan kepalanya dan menatap ke atas langit yang untungnya sedang mendung dan berawan, jadi tidak membuat mata sakit dan silau. Di sebelahnya, Lisa mengikuti apa yang sedang ia lakukan. "Gue sering banget ke sini kalo lagi bosen di rumah."
"Sendiri?" Rio mengangguk, tebakan Lisa memang benar. "Terus lo gak takut?"
"Disini ada penjaganya, suami-istri, terus satpam ada juga, jadi buat apa gue takut?" Itu pertanyaan retorik, jadi Lisa tidak menjawab dan memanggut-manggutkan kepalanya saja.
"Terus niat lo ngajak gue ke sini ngapain? Pake segala bolos jam sekolah pula. Kalo orang tua gue tau, bisa abis dimarahin gue nanti di rumah." Itu adalah kalimat yang sedari tadi ingin dilontarkan oleh Lisa kepada Rio. Kepanikan dan kekhawatiran terbesarnya adalah orang tuanya. Bagaimana kalau mereka sampai tahu kalau dirinya bolos sekolah dan malah pergi jauh-jauh ke villa seperti ini hanya dengan seorang cowok? Bisa habis dimarahi nanti dirinya.
"Tenang aja, gue udah hubungin orang tua lo dan katanya mereka mau nyusul ke sini."
Kedua mata Lisa spontan membulat tak percaya. "Lo tau dari mana nomor orang tua gue?!"
"Minta sama nyokap lo ..." Rio berhenti sejenak, memikirkan sesuatu. " ...kayanya waktu gue ke rumah lo waktu itu."
"Mau ngapain lo minta nomor mereka?" Lisa bertanya lagi.
"Buat jaga-jaga kalo terjadi sesuatu selagi lo sama gue," jawab Rio santai. Sesaat kemudian, ia bangkit berdiri dan menatap Lisa. "Laper gak?"
"Laper lah, lo kan main culik gue gitu aja."
Ucapan sarkastik Lisa membuat Rio tak kunjung menahan tawanya. Ia memang sengaja ingin memberi kejutan pada Lisa, karena mamanya pernah memberi tahu bahwa anak gadisnya itu memang suka dengan pemandangan-pemandangan seperti yang ada di Puncak. "Sori-sori, yaudah yuk, gue tau dimana restoran seafood yang enak di sekitar sini."
Seafood. Kedua mata Lisa langsung berbinar begitu membayangkan makanan tersebut. Dengan cepat, ia mengangguk dan kembali mengikuti Rio kemanapun ia akan membawanya. Well, sepertinya hari ini ia akan bersenang-senang.
******
Harusnya part ini lebih panjang, tapi aku bagi dua part gitu jadi jatuhnya lebih pendek. Gapapa ya haha, semoga kalian suka. Jangan lupa vote dan comment!:)
May 16, 2017.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Over Reality
Ficção AdolescenteRio Lionel, merupakan gangguan terbesar bagi Lisa dalam menjalani kehidupan sekolahnya di SMA Angkasa Mirta. Setiap hari selalu membuat dirinya kesal dengan berbagai macam tingkah konyol dan bodoh yang dibuat oleh cowok itu. Masalah utama yang membu...