Rio melangkahkan kakinya ke sekolah dengan tampang kusut dan suasana hati yang buruk. Tentu saja alasan dari kedua hal itu adalah tentang kejadian kemarin hari yang baru saja dilihat dan diketahuinya. Semalam, Rio bahkan sampai tidak bisa tidur karena memikirkan bagaimana bodohnya ia selama ini.
Ya, selama ini Rio mengaku sudah terlalu bodoh karena tidak sadar bahwa gadis yang dimaksud oleh Dera adalah Lisa. Lisa Arnanta, gadis yang duduk sebangku dengannya dan gadis yang telah ia sukai sejak kelas sepuluh. Benar-benar bodoh, bagaimana mungkin ia sampai tidak bisa menyadari hal itu, setelah Dera sudah memberi kode padanya dengan menanyakan sebuah pertanyaan yang kemarin sempat tidak dimengertinya.
Rio terdiam, kemudian teringat akan sesuatu.
"Lo gak abis belanja sama cewek kan?"
Sesaat kemudian, Rio berhenti dari jalannya. Tepat di tengah-tengah koridor sekolah yang masih sepi ini. Iya, benar! Saat Dera mengajukan pertanyaan seperti itu padanya, Rio sebelumnya memang sempat menjemput Lisa di salah satu mal yang dekat dengan sekolahnya. Dan sekarang, Rio tahu alasan di balik Dera bertanya seperti itu padanya. Lisa. Tentu saja yang dimaksud oleh temannya itu adalah Lisa.
Bodoh! Idiot!
Kenapa sih Rio baru menyadarinya sekarang? Setelah segala macam hal yang telah dilaluinya dengan Lisa selama ini? Setelah berkembangnya hubungan mereka menjadi dekat dan setelah ia menaruh begitu banyak harapan pada gadis itu. Juga, setelah kepercayaan dirinya yang meningkat dan berandai-andai bahwa suatu saat nanti Lisa akan benar-benar menjadi pacarnya.
Juga, kenapa harus Dera? Kenapa harus teman dekatnya yang satu itu, yang selama ini tidak pernah bisa dilupakan oleh Lisa? Rio tidak mau, ia benar-benar tidak mau bersaing dengan temannya sendiri hanya karena seorang gadis. Sangat kekanakan. Lagi pula, kenapa sih dunia harus sesempit ini? Apa tidak ada orang lain selain Dera yang pernah terlibat dalam sebuah masa lalu dalam hidup Lisa? Apa memang ini sudah menjadi takdir yang telah direncanakan oleh Tuhan?
Sial, perasaan Rio benar-benar campur aduk. Segera dimasukinya kelas XI-IPA4 dengan raut wajah yang tidak bisa dibaca. Langkahan kakinya tidak tertuju ke tempat duduknya, melainkan ke tempat duduk Diki yang berada di sebelah Faren. Sesaat kemudian, setelah ia menaruh tasnya di bangku Diki dan duduk di sana, ia langsung menundukkan kepala dalam suasana heningnya kelas yang masih kosong melompong. Jam di dinding memang baru menunjukkan pukul enam lewat sepuluh, masih ada waktu lima puluh menit lagi sampai bel masuk berbunyi dan anak-anak di kelasnya bermunculan.
"fucked up everything!" Rio bergumam sambil dihelanya napas panjang dan berat. Ia memejamkan mata, agar dapat terlelap walau hanya untuk beberapa menit.
Semalam, Rio memang baru bisa tidur pukul empat pagi dan harus bangun lagi pada pukul lima pagi. Bayangkan gimana kacaunya ia saat ini, lengkap dengan kantung matanya yang membesar.
"Siapa nih?"
Bahunya yang ditepuk oleh seseorang, menyadarkan Rio dari tidurnya yang hampir saja pulas, ia kemudian mendongak. Tepat di depan wajahnya sekarang, terdapat wajah polos Faren yang sedang menatapnya bingung dengan tubuhnya yang membungkuk. Rio menghela napas lagi untuk yang kedua kalinya dalam kurun waktu tiga menit.
"Ngapain lo di sini?" Faren kembali bertanya, masih dengan posisi yang sama seperti beberapa detik yang lalu.
"Mulai sekarang gue duduk di sini," balas Rio dengan ekspresi wajah datarnya.
"Maksud lo?" Faren menatap Rio tidak mengerti, sepertinya efek masih ngantuk ikut membuat otaknya bekerja dengan lambat dan susah untuk meresapi kata demi kata yang keluar dari bibir cowok di hadapannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Over Reality
Genç KurguRio Lionel, merupakan gangguan terbesar bagi Lisa dalam menjalani kehidupan sekolahnya di SMA Angkasa Mirta. Setiap hari selalu membuat dirinya kesal dengan berbagai macam tingkah konyol dan bodoh yang dibuat oleh cowok itu. Masalah utama yang membu...