Part 23

2.2K 254 10
                                    

"Mau mampir dulu gak?" tawar Lisa sembari membuka helm-nya dan memberikannya kepada Rio. Cowok itu berpikir sejenak sebelum akhirnya menganggukkan kepala.

Lisa kemudian membuka gerbang pintu rumahnya, mempersilahkan Rio agar membawa motornya masuk ke dalam pekarangan rumahnya. Jaga-jaga agar tidak hilang, komplek di rumahnya memang lumayan sepi. Makanya, ia tidak ingin mengambil resiko. Gadis itu melihat ke arah garasi, mobil papanya tidak ada, berarti memang belum pulang kerja.

"Yuk masuk," kata Lisa begitu ia melihat bahwa Rio sudah memarkirkan motornya dan sedang berjalan ke arahnya. Lisa pun masuk ke dalam rumah, begitu juga dengan Rio. "Mau minum apa?" tanyanya saat ia melihat Rio sudah duduk di sofa ruang tamunya, kedua kaki cowok itu saling menempel dengan kedua tangan berada di atasnya. Sedikit gugup karena baru pertama kali masuk ke dalamnya, setelah beberapa kali hanya sampai depan pintu saja.

"Apa aja asal lo yang buat," Rio menyengir lebar, kata-katanya terdengar tulus dan penuh harap.

Lisa mendecak, tetapi juga tersenyum tipis, tipis sekali. Gadis itu pun langsung masuk ke dalam kamarnya dan tidak lama kemudian kembali lagi. Sudah mengganti baju seragamnya dengan celana pendek dan kaos oblong yang sedikit kebesaran. Di tangannya membawa segelas minuman berwarna merah muda.

"Nih minumannya," Lisa menaruh gelas tersebut ke atas meja, membiarkan Rio mengambilnya sendiri. "Gue gak buat sih, kebetulan di kulkas ada minuman kemasan," katanya sembari ikut duduk di atas sofa, di sebelah cowok itu.

"Sepi banget, pada kemana?" tanya Rio sembari tangannya terulur untuk mengambil gelasnya dan menatap Lisa. Gadis itu mengangguk, Rio langsung meneguk minumannya.

"Gak tau," Lisa menggeleng. "Mungkin lagi ada urusan."

"Terus lo biasanya ngapain kalo gitu?" Rio mengalihkan pandangannya dan menatap seisi rumah Lisa, benar-benar simpel dan terkesan minimalis. Rata-rata, semua perabotannya dominan antara warna hitam dan putih, juga seperti mengandung unsur estetika. Berbanding terbalik dengan rumahnya yang dominan warna emas.

"Di kamar aja, paling main hape sambil denger lagu."

Rio hanya manggut-manggut saja, sebenarnya ia merasa agak canggung. Apa lagi dengan suasana rumah Lisa yang hening sekali karena tidak ada orang. Tadi ia juga sempat bertanya kenapa di rumahnya tidak ada pembantu sama sekali dan gadis itu hanya menjawab kalau mamanya tidak ingin memakai pembantu.

Mereka berdua diam, Lisa sibuk memainkan ponselnya, begitu juga dengan Rio. Sebenarnya, memainkan ponsel hanya untuk pelampiasan rasa canggung mereka. Lucu memang, seperti bukan mereka berdua saja. Rio juga, biasanya cowok itu kan selalu banyak omong, seperti tidak kehabisan ide untuk menggoda Lisa. Tapi, sekarang entah kemana kemampuannya itu.

Hingga pada akhirnya, sebuah deru mobil memecah keheningan di ruang tamu. Lisa dan Rio menatap ke arah jendela di mana Rita baru saja turun dari mobil. Lisa berjalan ke arah pintu dan segera menyambut mamanya, Rio berdiri di tempat dengan kikuk, menunggu kedatangan sang pemilik rumah yang sesungguhnya.

"MAMA!"

Rio terkekeh begitu mendengar Lisa memanggil mamanya, terdengar sangat lucu dan manja sekali.

Rita berjalan masuk ke dalam rumah dan langsung mencium pipi Lisa, wanita itu langsung tersenyum lebar begitu menoleh ke arah ruang tamu dan mendapati Rio. "Eh, ada Rio. Tumben kamu main ke sini, apa kabar?" tanya Rita, mendekat ke ruang tamu.

Rio membungkukkan tubuhnya sambil menyalami tangan Rita, kemudian menyunggingkan senyumnya. "Iya, Tante, tadi abis nganter Lisa pulang. Baik, Tante," balas Rio.

"Udah dikasih minum belum sama anak Tante? Dia suka males soalnya." Rita menunjuk Lisa menggunakan dagunya sambil tersenyum penuh arti ke arah Rio.

"Hehe, engga kok, Tan, tadi Lisa udah bawain minum."

"Oh, ya?" tanya Rita, seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "Wah, kayanya kamu sesuatu deh buat dia."

"Mama apa sih?!" Lisa mengerucutkan bibirnya, kok malah dirinya sih yang kena goda?

"Kamu gak asih nih," protes Rita saat melihat Lisa menekuk wajahnya, sedang tidak dalam mode ingin becanda. "Yaudah, Mama ke kamar deh biar kamu gak malu-malu. Rio, Tante duluan, ya."

Rio membungkukkan tubuhnya dengan sopan ke arah Rita, lalu menatap Lisa yang berdiri tidak jauh di depannya. "Gue pulang dulu, ya?"

"Kenapa? Kok sebentar banget?" tanya Lisa, terdengar seakan masih menginginkan cowok itu untuk berada di rumahnya.

"Gue belum pulang soalnya, kan tadi langsung jemput lo."

"Oh, iya deh."

Lisa pun langsung mengantarkan Rio sampai ke depan rumah. Begitu cowok itu sudah memakai hoodie dan helm-nya, juga sudah duduk di atas jok motornya, Lisa dengan cepat membuka gerbang rumahnya dan membiarkan cowok itu ke luar dari sana.

"Gue pulang, ya."

Lisa mengangguk. "Hati-hati."

Rio tersenyum sekilas, lalu melesat pergi bersama motornya. Lisa masih tetap di tempatnya, menunggu sampai cowok itu berbelok di pertigaan kompleknya dan menghilang. Barulah ia masuk ke dalam rumah. Lagi-lagi, untuk yang keberapa kalinya, gadis itu memegangi jantungnya yang berdegub kencang. Dalam diam.

***

Begitu Rio sampai di rumah dan masuk ke dalam kamarnya, hal yang pertama ia lakukan adalah loncat ke atas kasur dan mendarat dengan posisi telungkup. Ia memejamkan matanya sejenak, rasanya hari ini ngantuk sekali. Belum lagi, saat di sekolah tadi, pelajaran matematika sangat menguras otaknya. Bayangkan saja, selama tiga jam pelajaran, guru matematika-nya tidak berhenti memberikan tugas. Harus dikumpulkan pula. Kebayang 'kan gimana menderitanya?

Rio mengangkat kepalanya, menatap ke arah nakas dan melihat jamnya yang menunjukkan pukul setengah empat sore. Cowok itu pun mengubah posisinya, menjadi berbaring lurus sambil menatap langit-langit kamar. Benar-benar tidak tahu apa yang harus dilakukannya, sampai ponselnya bergetar dari dalam saku celana. Buru-buru, ia mengambilnya dan membuka kata sandi, kemudian terlihatlah dua notifikasi pesan masuk dari LINE-nya.

Dera Yefrico: Assalamualaikum ikhwan

Rio langsung terkekeh, kebiasaan temannya itu memang tidak pernah berubah dari dulu. Selalu saja memberi salam terlebih dahulu, juga dibarengi dengan kata; ikhwan (Saudara laki-laki). Tapi, sayangnya hanya dipesan saja, kalau bertemu langsung jangan ditanya. Sudah memanggil namanya saat menyapa saja sudah bagus.

Rio: Waalaikumsalam akhwat

Dera Yefrico: bang+sat

Rio: Astagfirullah *sambilelusdada999x*

Dera Yefrico: Dimane?

Rio: Rumah tercinta

Dera Yefrico: Oke gue kesana

Dera Yefrico: Otw

Rio: Y

Rio pun menaruh ponselnya di atas kasur, sambil bertanya-tanya ada apa gerangan temannya itu tiba-tiba ingin ke rumahnya.

••••••

Cuma mau bilang, jangan lupa vote dan comment!:)

January 7, 2016.

Broken Over RealityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang