Part 17

2.1K 240 6
                                    

Pukul empat sore.

Setelah kejadian tadi siang saat ia tiba-tiba saja meninggalkan Dera tanpa sepatah kata pun, cowok itu tidak menelepon dan mengirim pesan Line sama sekali. Lisa jadi bertanya-tanya, sebenarnya cowok itu beneran mau minta maaf apa engga, sih? Setelah meruntuhkan sebagian dinding pertahanannya karena keseriusan di dalam ucapannya tadi, sekarang malah menghilang begitu saja.

Lisa tahu, seharusnya kalau memang Dera sudah tidak mengganggunya lagi dan menghilang seperti yang dia lakukan di masa lalu, ia bisa kembali hidup dengan tenang tanpa harus ada urusan lagi dengan cowok itu. Tapi, lihatlah sekarang, bahkan untuk yang ketujuh kalinya dalam jangka waktu dua menit yang ia lakukan hanyalah melihat notifikasi ponselnya yang terus menunjukkan kata; no notifications.

Lisa melempar ponselnya ke sembarang arah di atas kasur, lalu dengan posisi berbaring menendang-nendangkan kakinya ke udara sambil berteriak kencang. "AAAAAA, nyebelin banget jadi cowok!"

Sesaat kemudian, begitu mendengar ponselnya mengeluarkan nada notifikasi andalan Line, Lisa langsung bangun dan mencari-cari ponselnya yang ia lempar tadi, entah ke arah mana. "Nah, dapet!" Dengan cepat ia meng-unlock ponselnya. Benar saja, ada satu pesan masuk. Lisa memejamkan matanya sambil samar-samar membuka aplikasi Line. Namun, ia langsung membuka kembali matanya lebar-lebar dan mendesah pelan. Satu pesan dari Rio.

Rio: Lisa dimana?

Lisa: Di rumah, knp?

Rio: Bagus deh haha

Lisa: Emg knp?

Rio: Gue mau ajak lo keluar

Lisa: Males lg bad mood.

Rio: Makanya gue ajak keluar biar lo gak bad mood lagi, sebentar aja

Lisa: Males ah. Jalan aja sendiri ngapain ngajak2.

Rio: yaudah

Lisa langsung terdiam ketika membaca pesan terakhir Rio itu. Rio ingin mengajaknya keluar agar ia tidak bad mood lagi, tapi baru ditolak seperti itu saja sudah nyerah? Lagi-lagi ia mendesah pelan, semua cowok memang sama saja. Tidak Rio, tidak Dera. Keduanya tidak beda jauh, menyerah sebelum perang yang sebenarnya dimulai.

Lisa pun hendak keluar dari kamarnya, kalau ponselnya tidak kembali bergetar. Kali ini bukan ponsel, melainkan panggilan telepon. Ya, Rio lagi.

"Apa?" Tanyanya malas.

"Gue di depan rumah lo."

Sambungan telepon pun terputus.

Lisa mendecik sebal sembari menaruh ponselnya di atas nakas. "Kebiasaan."

***

Saat Lisa membuka gerbang rumahnya, ternyata Rio memang sudah ada di sana! Iya, di sana, dengan posisi duduk di atas motornya dengan satu kaki menyentuh aspal.

"Hai," Rio buru-buru berdiri tegak dan menghampiri Lisa. Tentu saja dibarengi dengan senyuman kecilnya seperti biasa.

"Lo sendiri?" Sumpah, pertanyaan paling tidak penting yang pernah keluar dari mulut Lisa. Tentu saja cowok itu sendiri, memangnya siapa yang dia harapkan? Dera? Lo bego apa gimana sih, Lis? Mereka berdua aja gak saling kenal.

Rio tertawa kecil. "Ya sendiri lah, masa iya gue ngajak keluarga gue," kata Rio, tapi tiba-tiba saja tersenyum aneh. "Eh, apa gue ajak keluarga gue aja kali, ya?"

"Ngapain?!"

"Ngelamar lo." Rio menyengir, Lisa malah memukul lengan cowok itu.

"Gak lucu."

"Tapi kalo dibayangin lucu," sahut Rio. "Iya, 'kan?"

Lisa menggeleng tidak setuju. "Gak sama sekali."

"Tapi kalo suatu saat kejadian kaya gitu gimana?" Rio menaikkan satu alisnya, perpaduan antara becanda dan serius.

"Ya gak bakal lah, gila aja lo," desis Lisa pelan, kemudian menyadari kalau pembicaraannya dengan Rio sama sekali gak jelas dan ngelantur kemana-mana. "Udah ah, lo mau ngapain ke rumah gue?"

"Kan gue udah bilang, gue mau ngajak lo keluar," jawab Rio.

"Lah?" Lisa melongo kaget. "Serius?"

Rio mengangguk, lagi-lagi sambil menaikkan satu alisnya. "Kapan gue gak serius sama lo?"

Pipi Lisa memanas seketika, bisa dibilang juga merona. "Gue belom mandi."

"Yaudah mandi dulu sana, gue tungguin kok di sini."

"Tunggu di dalem aja."

Rio menggeleng pelan, lalu kembali duduk di atas motornya. "Gue disini aja, sekalian rasain angin sore."

Deg.

Hening selama beberapa saat.

Entah kenapa, melihat rambut Rio yang berterbangan kesana-kemari, juga dengan tatapannya yang lurus memandang Lisa, membuatnya terlihat seperti karakter-karakter cowok di dalam anime. Ganteng dan keren.

Tapi tunggu, mengapa Lisa harus membayangi Rio dengan kegantengan karakter anime yang tidak pernah ada yang bisa menandingi? Ada-ada saja.

"O-oke, gue gak lama kok."

Lisa pun buru-buru masuk ke dalam rumah sambil memegangi dadanya, berusaha membuang perasaan aneh itu jauh-jauh.

••••••

January 2, 2017.

Broken Over RealityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang