Part 14

3.2K 284 5
                                    

Lisa mengerjapkan matanya beberapa kali, saat satu tangkai mawar merah tergeletak begitu saja di dalam box di depan pintu rumahnya. Tangkai mawar merah itu dihiasi dengan satu pita yang sangat cantik berwarna senada dengan mawar tersebut. Juga, persis di dalam box mawar itu, terdapat sebuah note kecil yang bertuliskan; Hope you like it, Angel. -R.

Tanpa sadar, Lisa menyunggingkan senyumnya. Ia tahu siapa pengirim mawar tersebut, setelah melihat inisial nama yang dituliskan di note tersebut. Senyumnya tanpa sadar tersungging lebih lebar saat sebuah pesan masuk di saat yang bersamaan.

From: Cowok ngeselin.

Get ready at 6 pm and ill pick you up.

Dengan segera, Lisa melirik jam dinding yang terpajang di ruang tamu dan membelalakkan matanya seketika. Pukul lima kurang tujuh menit. Itu artinya, ia hanya memiliki waktu kurang lebih satu jam untuk bersiap-siap. Secepat kilat, Lisa pun menaiki tangga dan masuk ke dalam kamarnya. Hal yang pertama ia lakukan adalah memilih-milih pakaian yang pas untuk dipakainya di dalam lemari. Dan entah sudah berapa pasang pakaian yang ia keluarkan dan ia lempar begitu saja, sampai-sampai tidak sadar kalau sebagian besar pakaiannya sudah berserakan di lantai.

Empat puluh menit kemudian, tubuh Lisa pun sudah terbalut rapi dengan sebuah rok pendek di atas lutut berwarna hitam dan kemeja flanel berwarna merah. Bahkan, wajahnya saja sudah dirias dengan make-up tipis yang terkesan natural. Dan saat iris matanya kembali melirik jam dinding, waktu sudah menunjukkan pukul empat kurang dua puluh.

Saat Lisa ingin kembali merias wajahnya, tiba-tiba saja ia terdiam. "Ngapain juga gue siap-siap sama dandan kaya gini? Emang dia siapa?" Lisa bertanya pada dirinya sendiri, lalu kembali menaruh bedaknya yang hampir saja ia pakai. Namun, ketika terdengar suara klakson mobil, bedak yang tadinya sudah ia taruh berjejer dengan alat makeup-nya yang lain, dengan segera ia ambil kembali. "Ah, bodo amat deh. Penampilan itu nomor satu!"

Tepat setelah Lisa menuruni tangga, hal pertama yang ia lihat adalah mamanya yang sedang menatap Rio dari ujung kaki sampai ujung kepala. Tanpa berkedip sekalipun, pula. Bertepatan dengan itu, jantung Lisa berpacu dengan cepat. Selain takut kalau dirinya akan diinterogasi oleh sang mama, ia juga takut kalau sifat Rio yang suka berbicara blak-blakan keluar begitu saja.

"Sore Tante, saya Rio, calon pac–maksud saya, saya teman sekelas sekaligus teman sebangkunya Lisa," sahut Rio seraya menyalami mamanya Lisa dengan sopan.

Mama mengerutkan keningnya sambil mengingat-ingat sesuatu. "Kamu udah pernah ke sini, 'kan?"

Rio juga ikut-ikutan mengernyit. Antara ingat dan tidak ingat. "Eh, emang iya, Tante?"

Mama mengangguk. "Iya, udah pernah."

"Sori Tante, soalnya ingatan saya ngga bertahan lama. Tapi, kalo untuk anak Tante, Insha Allah engga pernah lupa." Rio menyengir lebar sambil melirik Lisa sekelas yang malah memberikan tatapan tajam untuknya. "Oiya, sekarang saya tau dari mana kecantikan Lisa menurun."

"Dari mana?" Tanya mama.

"Dari Tante." Rio pun tertawa kecil sesudahnya, membuat mama Lisa mau tidak mau ikut tertawa melihatnya. Kalau melihat dari cara bicara dan gerak-gerik mamanya, sepertinya Lisa dapat mengambil kesimpulan bahwa Rio sudah berhasil merebut hati mamanya yang sejak dulu paling sensitif sekali dengan semua cowok yang pernah dekat ataupun datang ke rumahnya. Ya ... walaupun pernah ada seseorang yang menjadi pengecualiannya sih. Tapi, itu dulu, sebelum semuanya berakhir.

"Oiya Tante, boleh saya minta izin ajak anak Tante pergi?" Tanya Rio sambil harap-harap cemas kalau wanita berusia empat puluh tahun itu mau memberikannya izin. Namun, tanpa disangka-sangka, sebuah anggukan lah yang ia dapat sebagai jawaban. Mata Rio langsung melebar seketika. "Serius, Tante?!"

Broken Over RealityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang