Part 12

2.7K 301 15
                                    

Lisa Arnanta: JANGAN!!!


Sebuah desahan kasar baru saja keluar dari bibir Lisa, saat dilihatnya bahwa Rio tidak kunjung membaca pesan yang baru saja dikirimnya. Ia yakin sekali kalau cowok itu pasti sudah dalam perjalanan menuju rumahnya.

"Kenapa sih ngerepotin banget jadi orang!" Lisa menggeram kesal sambil menarik selimut hingga menutupi ujung kaki sampai ujung rambut. Saat ini, tubuhnya memang sudah jauh lebih baik dibanding semalam, tetapi Rita kekeuh tidak memberinya izin untuk bersekolah.

Entahlah, kalau Rita perhatikan selama beberapa hari ini, Lisa seperti sedang menutup-nutupi sesuatu darinya dan juga David. Apalagi sejak kedatangan Alice di rumah mereka tiga hari yang lalu, anak gadisnya itu jadi lebih sering menghabiskan waktu di dalam kamar.

Lisa sendiri memang mengakui kalau akhir-akhir ini sedang ada sesuatu yang sangat serius yang sedang memenuhi kepalanya. Tidak jarang pula, ia stres karena terlalu memikirkan hal tersebut. Ia juga merasa kalau antara batin dan dirinya seperti tidak sinkron. Berbagai macam pemikiran aneh pun selalu muncul, tatkala ia membayangkan sesuatu yang tidak diinginkannya mungkin saja akan terjadi.

Lisa yakin sekali, cepat atau lambat, siap tidak siap, sebuah kebenaran pasti akan terungkap. Dan kalau hal itu sampai terjadi, ia hanya bisa pasrah dan menerima apapun hasilnya.

"Sayang, ada temanmu di bawah!"

Begitu mendengar panggilan Rita dari luar kamarnya, Lisa langsung menghela napas dengan berat. Tentu ia tahu sekali siapa teman yang mamanya maksud barusan. Ck, itu cowok bener-bener! Lisa mengacak-acak rambutnya frustasi. Namun, tidak sampai lima detik kemudian, rambutnya yang acak-acakan itu dengan segera ia rapikan kembali. Lagi-lagi karena penampilan adalah nomor satu.

"Saya Rio, calon masa depan anak Tan-"

"Apanya yang calon masa depan?!" Lisa langsung memotong acara perkenalan diri Rio yang berada di hadapan mamanya, saat cowok itu hendak menyelesaikan kalimatnya. Dengan sepuluh langkahan kaki yang mengartikan tanda bahaya, ia kembali berkata, "lo tuh emang ngga waras, ya!"

Rio meringis mendengarnya, namun tidak berniat untuk menggubris perkataan Lisa, melainkan kembali menatap wajah Rita dengan senyumnya yang sangat sopan. Hitung-hitung, sekalian mendapat kesan pertama yang baik di hadapan calon mertuanya-walau hanya harapan.

"Lisa, kamu jangan kasar-kasar gitu dong sama teman kamu," sahut Rita lembut.

"Siapa juga yang mau punya temen kaya dia," Lisa jadi kesal sendiri mendengar mamanya membela Rio seperti itu. Bukan apa-apa, tapi cowok itu malah besar hati nantinya dan ia tidak suka.

Masih dengan senyuman sopannya, Rio menimpali, "engga pa-pa, Tante, saya udah biasa dikasarin sama Lisa," katanya lengkap dengan mata yang sengaja ia kedipkan untuk Lisa.

Rita yang melihat itu, kontan tersenyum geli. Melihat tingkah kedua remaja di hadapannya, membuat ia teringat akan kisahnya dengan David di masa lalu. Bagaimana hari-hari mereka selalu diwarnai dengan pertengkaran yang tidak pernah ada habisnya. Bagaimana David yang dulu selalu saja membuatnya kesal dengan berbagai macam tingkah dan lakunya. Maka dari itu, melihat bagaimana Rio menghadapi sifat Lisa yang sama sepertinya, seperti sedang melihat David di masa mudanya dulu.

"Mama kok malah senyum-senyum gitu?" Lisa membuyarkan lamunan Rita sambil menatapnya penuh curiga. Takut kalau ketidakwarasan yang dimiliki Rio, menular pada mamanya.

"Engga," Rita menggeleng. "Mama hanya sedang mengingat-ingat sifat Papamu dulu, yang ternyata benar-benar mirip dengan Rio."

Disamakan oleh sang calon mertua, tentu saja membuat Rio senang bukan main. Apalagi, yang disamakan itu adalah papa mertuanya sendiri. Ah, sungguh membuat hati berdesir. Rio saja sampai lupa bagaimana caranya turun ke bumi, karena asiknya terbang di atas langit.

Broken Over RealityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang