Part 28

2.4K 257 13
                                    

Minggu.

Lisa memutuskan untuk menghabiskan harinya dengan menonton beberapa film secara maraton di ruang tamu. Satu film yang berjudul Pride & Prejudice baru saja selesai ditontonnya, kini gadis itu kembali mengganti film-nya dengan menyetel sebuah film yang berkisah mengenai hidup seorang ilmuwan fisika yang terkenal akan kejeniusannya, Stephen Hawking. Di mana beliau mengidap penyakit ALS, semacam penyakit saraf yang mengganggu neuron pada tubuh, yang mengakibatkan sang penderita kesulitan berbicara, berjalan dan bergerak atau bisa dikatakan dengan lumpuh. Juga tentang kisah percintaan yang dialaminya dengan seorang wanita bernama Jane Wilde.

The Theory of Everything, film yang sampai saat ini menjadi film favorit Lisa karena di dalamnya banyak mengandung motivasi dan inspirasi. Sebenarnya, ia tahu film tersebut dari Dera. Dulu, saat keduanya masih dekat satu sama lain, cowok itu selalu saja mengatakan bahwa dirinya ingin menjadi sosok seperti Stephen Hawking, yang mampu mengubah dunia dengan caranya sendiri. Juga, ingin mendapatkan seorang istri yang setia seperti Jane Wilde, yang dulu ia ibaratkan dengan Lisa.

Lisa tahu betul bahwa Dera itu tipikal cowok yang sangat menyukai film yang berlatar Inggris. Dengan nuansa keluarga dan kerajaan. The Duchess dan The Theory of Everything adalah contoh dari sekian banyak film yang telah ditontonnya.

Sesaat kemudian, setelah film tersebut sudah berjalan sekitar 33 menit, Lisa menghentikannya dan beranjak menuju ke dapur. Mengambil satu bungkus makanan ringan, coklat, dan satu kaleng susu dingin di dalam kulkas. Ketika ia kembali ke tempatnya yang semula, ponselnya yang berada di atas meja menyala, tanda bahwa ada notifikasi masuk. Segera diambilnya ponsel tersebut, satu pesan Line. Dari Dera.

Dera: Lisa

Dera: Lo ada di rumah?

Dera: gue kesana ya?

Ada jeda sekitar dua menit sebelum dibalasnya pesan dari Dera, Lisa menatap ponselnya dalam diam. Haruskah ia membalasnya? Atau, haruskah ia mengabaikannya? Namun, kalau diabaikan, cowok itu pasti tidak akan menyerah. Juga, tidak selamanya ia mendiamkan Dera seperti itu. Apakah sekarang adalah waktu yang tepat? Kedua mata Lisa saling terpejam, kemudian tangannya tergerak untuk menyentuh layar ponselnya.

Lisa: Ada.

Lisa: Iya.

Lima detik kemudian, ponsel Lisa kembali bergetar. Kali ini, Dera meneleponnya.

"Lo ngebolehin gue ke rumah lo?" Kalimat itulah yang pertama kali didengarnya, begitu Lisa menerima panggilan telepon Dera. Gadis itu mengangguk pelan, namun kemudian menggelengkan kepalanya. Bodoh, mana bisa cowok itu melihatnya.

"Ya," balasnya singkat.

"Serius?!"

"Hem."

Dan setelahnya, sambungan telepon diputus secara sepihak oleh Dera. Di seberang sana, Dera tersenyum senang.

***

Film yang sedang ditonton oleh Lisa, menyisakan kurang lebih 23 menit, begitu Dera sampai di rumahnya. Ia kemudian mengajak cowok itu untuk masuk ke dalam rumahnya, di luar cuaca sedang terik sekali, jadi tidak mungkin Lisa harus berlama-lama di sana, sedangkan ia sedang asik-asiknya menonton film yang sudah mencapai klimaks itu, hampir ending pula. Lisa menyuruh Dera untuk duduk di sofa yang sama dengannya, namun ia memilih untuk memberi jarak, tidak mau terlalu dekat.

Mata Dera kontan terpaku, sekaligus menatap penuh minat pada layar tv Lisa yang sedang memainkan film kesukaannya, yang dulu sering ditontonnya berkali-kali. Bahkan, ia sampai hafal dengan kata-kata Jane Wilde, saat wanita itu tetap setia bersama Stephen Hawking yang sedang berada di masa-masa sulit akan penyakitnya, yang sampai saat ini menjadi adegan paling disukai Dera; "I know what you think, that i don't look like a terribly strong person. But, i love him. And he loves me. We're going to fight this illness together."

"Gue gak tau kalo lo masih suka nonton film ini," sahut Dera, sambil ditatapnya Lisa yang pandangannya fokus ke layar tv dengan tangan yang terus menyuapi coklat miliknya. Dera tertegun, gadis di sebelahnya itu tidak berubah sama sekali. Masih suka memakan coklat, kalau sedang menonton film. Entah di manapun itu, seakan-akan, kalau tidak ada coklat, ia tidak akan bisa konsen menonton.

"Cuma kebetulan," balas Lisa singkat, tapi memang tidak sepenuhnya berbohong. Memang benar-benar kebetulan saja karena tadi, yang ingin ditontonnya memang film itu. Lagi pula, mana ia tahu kalau tiba-tiba Dera ingin datang ke rumahnya.

"Tante Rita sama Om David mana?" tanya Dera, pandangannya meneliti seisi rumah Lisa, sama seperti apa yang dilakukan Rio beberapa waktu lalu. "Udah lama gak ketemu, gimana kabarnya?" pandangannya kembali beralih ke arah Lisa.

"Baik."

"Syukur, deh." Dera manggut-manggut, lalu merapatkan kedua kakinya. "Oiya, gue sebenernya mau ngajak lo ke luar."

"Ke mana?" tanya Lisa, bertepatan dengan itu, Alice menunjukkan batang hidungnya dan menyunggingkan senyum manis yang menyimpan kepalsuan.

"Ternyata, lo bahaya juga ya." Alice membuka suara, kemudian menaruh bokongnya di atas sofa yang tepat berada tidak jauh di depan Lisa yang ditengahi dengan meja kaca. Kedua tangannya saling bersedekap di depan dada. "Cowok yang waktu itu mana? Udah bosen?"

Dera yang berada di sebelah Lisa, kontan menatap gadis itu bingung, mulai merasakan atmosfer yang berbeda di ruang tamu, sekaligus penasaran dengan cowok waktu itu yang dimaksud Alice.

"Bukan urusan lo." Lisa mengambil sampah bekas makanan dan minumannya, lalu menatap Dera. "Tadi lo bilang mau ngajak gue ke luar, 'kan?" Dera kontan mengangguk menjawab pertanyaannya yang sengaja ia pakai untuk kesempatan menghindari Alice. "Lo naik apa ke sini?"

"Mobil, kenapa?"

"Yaudah, lo tunggu di mobil aja, gue siap-siap dulu." Lisa kemudian menunjuk ke arah luar menggunakan dagunya, memberi sinyal kepada Dera agar mengerti apa yang dimaksudnya. Cowok itu mengangguk, lalu mulai beranjak dan keluar dari rumah Lisa. Mengikuti instruksi gadis itu untuk menunggunya di dalam mobil.

Alice hanya memerhatikan dalam diam, sembari menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan Lisa yang sangat menggelikan di matanya. "Dasar cewek gak bener! Tunggu sampe gue bilang hal ini ke Om dan Tante."

"Silahkan aja." Lisa menyahuti, ditatapnya Alice dengan penuh keberanian dan keangkuhan. "Toh, mereka berdua udah tau." Lisa kemudian melangkahkan kakinya ke arah kamar. Tidak peduli.

Tentu saja, Alice langsung skakmat. Tidak menyangka bahwa ia akan kalah dalam peperangannya kali ini. "Tetep aja lo gak bener, dua cowok sekaligus. Mau jadi apaan lo gedenya?!"

Lisa yang masih mendengar, hanya bisa menyeringai sambil mengangkat jari tengahnya ke udara. "Mati aja sana!"

Alice murka dan Lisa menikmati kemenangannya.

••••••

Gaes, coba ditonton deh film yang aku sebut di atas tadi. Recommended banget, sumpah!!!

Btw, menurut kalian, bagusan judul yang lama atau yang baru ini? Hehe. Jangan lupa vote dan comment❤

January 16, 2017.

Broken Over RealityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang