Part 13

3.1K 296 8
                                    

      Bel tanda masuk sekaligus dimulainya jam pelajaran pertama, sudah berbunyi sejak lima belas menit yang lalu saat Lisa sampai di SMA Angkasa Mirta. Hal pertama yang dilakukannya adalah berlari-lari menuju kelas, karena ia yakin sekali kalau Pak Surya sudah ada di dalam kelas. Wali kelasnya itu memang selalu tepat waktu kalau dalam hal ngajar-mengajar.

      "Berani-beraninya kamu bolos jam pelaj-"

      "Maaf, Pak, saya tel-eh?" Langkahan kaki Lisa kontan berhenti tepat di depan kelas, saat dirinya baru saja masuk dan melihat bahwa satu meter darinya, terdapat Rio yang sedang berdiri di depan kelas dengan Pak Surya yang wajah seramnya bertambah sepuluh kali lipat.

      "Pagi, calon istri." Rio menyengir lebar sambil mengedipkan sebelah matanya ke arah Lisa. Tidak peduli kalau saat ini, keadaannya benar-benar tidak memungkinkan untuk menggoda cewek idamannya.

      "Diam kamu! Siapa yang suruh kamu bicara?!" Bentak Pak Surya dengan telapak tangan besarnya yang hampir saja mendarat di pipi Rio, kalau ia tidak memikirkan hal apa yang akan terjadi ke depannya kalau benar-benar melakukannya. Ya, walaupun sebenarnya memang ingin sekali melakukan itu.

      "Mulut saya, Pak." Rio menjawab santai.

      Pak Surya benar-benar sudah di ambang batas kesabaran menghadapi sikap dan kelakuan Rio. Apalagi kemarin, saat di jam pelajarannya, Rio membolos. Bahkan, tidak ada satupun murid di kelas yang tahu kemana perginya cowok itu. Alhasil, karena kesal, kemarin ia sampai tidak memberikan materi apapun dan malah ikut-ikutan bolos mengajar. Suasana hatinya mendadak turun begitu saja, karena mengetahui bahwa ada murid yang dengan beraninya bolos di jam pelajarannya.

      Dan karena hal itu pula, seluruh murid di kelas merasa sangat berterimakasih dengan Rio. Biar bagaimanapun, free class selama empat jam pelajaran adalah surganya anak sekolah. Apalagi bagi mereka yang tidak menyukai mata pelajaran matematika. Karena, kalau sampai kemarin Pak Surya tetap mengajar di kelas, sudah pasti mereka semua tidak akan bisa mengerjakan tugas seni budaya yang diharuskan untuk menggambar karya seni rupa.

      "Pak, Lisa gak disuruh duduk? Kasian tuh dia berdiri gitu," Rio menatap wajah Pak Surya sekilas, sebelum kembali beralih menatap Lisa yang hanya diam saja. Tidak tahu harus melakukan apa.

      Pak Surya menatap Rio dengan tatapan dinginnya yang penuh akan kemarahan. Sebagai guru sekaligus wali kelas yang disegani, beliau merasa tersinggung karena ada seorang murid yang berani melawannya. Apalagi, sebagian besar dari mereka belum terlalu mengenalnya karena tidak diajar sewaktu kelas sepuluh kemarin. Wibawanya turun sudah kalau seperti ini. Murid-murid sudah pasti akan menertawakannya dari belakang nanti.

      "Duduk kamu!" Pak Surya langsung memberi tanda untuk Lisa dengan mengangkat dagunya. Tanpa mengatakan apapun, Lisa pun langsung berjalan cepat menuju bangkunya dengan kepala yang tertunduk. Antara takut dan tegang.

      Saat sudah duduk rapi di bangku miliknya, Lisa langsung sadar bahwa kemarin Rio memang datang ke rumahnya sekitar pukul sepuluh pagi. Itu artinya, Rio memang bolos pelajaran hanya untuk datang dan menjenguknya. Belum lagi, selama di rumahnya, cowok itu seakan mengulur-ulurkan waktu agar tidak cepat pulang. Waktu dua jamnya yang berharga pun harus terbuang sia-sia karenanya.

      "Panggil orang tua kamu besok. Saya tidak mau tau!" Pak Surya menghela napasnya kasar dan berlalu duduk di bangkunya. "Sana, duduk!"

      "Mainannya orang tua. Gak asik!" Gumam Rio pelan, begitu pelannya sampai membuat emosi Pak Surya yang hampir meredam, kini kembali memuncak karenanya.

      "Ngomong apa kamu? Kamu ngejek saya?!" Tanya Pak Surya dengan nada yang tajam.

      "Ampun," Rio yang tinggal dua langkah lagi sampai di bangkunya, kontan mengelus dadanya kasar dan membalikkan badan. "Engga, Pak, engga."

Broken Over RealityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang