Lisa sedang berkutat di depan laptopnya, saat seseorang mencolek bahunya dari belakang. Namun, saat ia menoleh ke arah belakang, ia tidak mendapati siapapun. Kontan, tubuhnya pun langsung merinding tatkala ia memikirkan hal-hal aneh terbesit di benaknya.
"Hai."
Masih belum hilang rasa merinding di tubuhnya, kini Lisa berjengit kaget ketika ia hendak kembali berkutat dengan laptopnya dan mendapati seseorang sudah duduk manis di depannya. "L-lo! Ngapain lo di sini?!"
Sebelum menjawab pertanyaan Lisa, cowok itu meminum iced cappucino-nya terlebih dahulu dan menaruhnya di atas meja. "Kan gue udah pernah bilang sama lo kalau kita itu berjodoh. Jadi, dimanapun lo berada, disitu pasti ada gue."
Lisa tidak menanggapi ucapan Rio dan memilih untuk membenarkan posisi duduknya. Semanis dan sesantai mungkin. "Gue engga peduli. Yang gue tanya, kenapa lo bisa ada di sini?"
Rio mengedikkan bahunya. "Entahlah, firasat gue mengatakan kalau lo ada di sini."
Lisa mencibik kesal. Ia lupa sekali kalau cowok di depannya ini tidak akan pernah bisa diajak berbicara serius. Memang tidak selalu, karena dari apa yang ia dengar dan lihat kemarin, cowok itu bisa serius juga. Tetapi biarlah, ia juga tidak peduli. "Oh."
Hening.
Mereka berdua sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Lisa dengan laptopnya dan Rio dengan rasa penasarannya. Ia merasa yakin sekali kalau ada sesuatu yang baru saja membentur kepala Lisa dan mengakibatkan otaknya tidak berfungsi dengan baik. Biasanya, kalau cewek itu melihat sudah ada tanda-tanda keberadaan dirinya, ia langsung memasang tampang jutek, tidak suka, dan tajam ke arahnya. Namun, tidak kali ini.
Memang sih, tadi Rio juga bisa melihat dengan jelas kalau Lisa sempat memasang wajah tidak sukanya saat melihat keberadaan dirinya. Namun, hanya sesaat sebelum kembali disibuki oleh sesuatu di dalam laptopnya. Kalau seperti ini, Rio jadi sangat penasaran. Sebenarnya, apa sih yang lagi dikerjakan olehnya, sampai-sampai bersikap diam dan seperti tidak mempermasalahkan keberadaan Rio?
"Lo lagi ngerjain apa, sih?" Rio penasaran sekali, makanya ia bertanya seperti itu.
Lisa mengangkat kepalanya dan menatap Rio sekilas sebelum akhirnya kembali menunduk untuk menatap layar laptopnya. "Hah? Engga ngerjain apa-apa."
Tuhkan, benar! Rio yakin sekali kalau sesuatu baru saja membentur kepala cewek di depannya ini. Tanda-tanda kiamat akan segera tiba! Lisa baru saja membalas ucapannya dengan nada yang sedikit bersahabat. Tidak seperti biasanya yang selalu tarik urat. Mau tidak mau, senyuman senang pun langsung terbentuk di bibir Rio. Rasanya, sekarang ini ia sedang menari-nari di atas langit dengan kuda poni yang melintasi pelangi.
"Kenapa lo? Obatnya abis?" Tanya Lisa saat ia melihat cowok di depannya sedang senyum-senyum tidak jelas sambil menatap langit-langit cafe.
Rio menggeleng. "Engga pa-pa, gue seneng aja."
"Seneng akhirnya bisa kabur dari rumah sakit jiwa?"
Rio tertawa kecil, walau pertanyaan Lisa terdengar sangat garing di telinganya. Entahlah, ia benar-benar ingin memanfaatkan waktu yang sangat-sangat berharga dan sulit didapat ini dengan sebaik mungkin. Kesempatan kedua rasanya akan begitu mustahil kalau kesempatan kali ini ia sia-siakan begitu saja. "Bukan itu."
"Terus apa?"
"Gue seneng aja karena kali ini lo engga merasa terganggu dengan keberadaan gue."
Lisa akhirnya terdiam.
Benar juga, sedari tadi Lisa memang merasa tidak terganggu dengan keberadaan Rio. Padahal, kalau sudah di sekolah, ia selalu saja merasa tidak nyaman dan risih sekali kalau sudah ada Rio di sekitarnya. Entah kenapa, ia tidak merasa seperti itu saat ini. Awalnya, ia memang terkejut karena kemunculan cowok itu yang tiba-tiba. Namun, tidak lama karena apa yang sedang ia lihat di laptopnya seakan menyita perhatian khusus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Over Reality
Teen FictionRio Lionel, merupakan gangguan terbesar bagi Lisa dalam menjalani kehidupan sekolahnya di SMA Angkasa Mirta. Setiap hari selalu membuat dirinya kesal dengan berbagai macam tingkah konyol dan bodoh yang dibuat oleh cowok itu. Masalah utama yang membu...