"Udah puas?" Pertanyaan itulah yang pertama kali Dera lontarkan, begitu dirinya selesai menaiki permainan outbound. Waktu yang dibutuhkan cowok itu dari awal menaiki tangga dari batang pohon sampai ke langkah terakhir menaiki flying fox cukup lama. Hampir empat puluh menit. Bisa dibayangkan bagaimana bosan dan betenya Lisa menunggu cowok itu. "Udah dimaafin kan?" tanyanya lagi.
Lisa menggeleng, kini ia kembali menunjuk permainan gondola yang terlihat menarik di matanya. "Gue mau naik itu."
"Lis ..." Dera memohon dengan wajah memelasnya. Sumpah deh, demi Tuhan, demi seluruh flora dan fauna di negeri ini, demi seluruh kaum jomblo yang sampai sekarang belum bisa move-on dari mantan, Dera benar-benar malu. Harga dirinya sebagai cowok tulen turun sudah. Tidak ada harganya lagi, sudah tidak akan laku di pasaran. Dan itu semua, berkat Lisa. Sialnya, itu cewek dari tadi santai-santai aja. Tidak terlihat bersalah sama sekali.
"Oh, jadi cuma secetek ini kemampuan lo?" Lisa mendecak sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, tidak menyangka sama sekali kalau baru satu permainan yang ia tantang saja nyalinya sudah menciut, sudah menyerah. "Lo bukan cowok."
"Allah, Gusti." Dera menepuk keningnya, tidak tahu lagi harus menghadapi Lisa seperti apa. Sejujurnya, ia senang sih bisa jalan-jalan berdua sama gadis itu seperti sekarang. Tapi, ya tidak semenderita ini juga. "Yang lain deh, yang lain." Dera mencoba untuk bernegosiasi dengan gadis di hadapannya, kali aja beruntung. Rezeki mana ada yang tahu, 'kan?
"Engga!" Lisa menggelengkan kepalanya, tanda final.
"Please, apa aja selain ketinggian." Dera bersandar pada salah satu batang pohon, tenaganya memang sudah nyaris habis, setelah apa yang telah dilakukannya tadi, yang sejak dulu bahkan selalu dihindarinya. Kedua mata Dera memerhatikan Lisa, yang sekarang tengah cekikikan sambil melihat layar ponselnya. Hem, ia jadi curiga. Segera ia dekati gadis itu, hal pertama yang ia lihat adalah ... wajahnya yang benar-benar membuatnya istigfar. Mata yang terpejam dengan mulut yang tertutup rapat alias mingkem. Persis seperti orang yang nahan e'ek.
Dera mau nangis rasanya, ia benar-benar dijelek-jeleki secara habis-habisan oleh Lisa. Kali ini, bukan hanya harga dirinya sebagai cowok yang terinjak-injak, tetapi juga oleh alat vitalnya yang seakan dianggap palsu oleh gadis itu. Sial bukan main. Ingin berkata kasar rasanya.
"Sumpah ya, ini foto rasanya pengen gue share aja ke seluruh akun sosial media gue. Biar seluruh orang tau kalo lo itu aslinya cupu, jamet, dan payah!" Lisa tertawa terbahak-bahak, bahkan air matanya nyaris keluar tiap kali ia melihat foto wajah aib Dera. Serius, benar-benar jelek!
"Apapun yang bisa buat lo ketawa deh," sahut Dera sembari mengangkat kedua tangannya ke udara, tanda ia menyerah dan pasrah saja dengan kenyataan pahit hari ini. Bukan salah Lisa, bukan salah kelemahannya, tetapi ia sendiri yang tidak bisa mengontrol rasa takutnya akan ketinggian dan membuat seolah-olah dirinya memang bukan cowok gentle alias tulen. "Sekalipun itu bikin gue malu setengah mati," sambungnya lagi.
"Uhhh, so sweet banget sih." Lisa tersenyum mengejek sambil menatap Dera penuh goda. Kalimat yang keluar dari bibir cowok itu terkesan begitu receh dan menggelikan banget.
"Gue emang so sweet kali. Dari dulu malah."
"Masa iya?"
"Iya dong," ucap Dera bangga. "Yaudah, sekarang lo mau apa lagi?"
Lisa berpikir sejenak, kemudian memberikan ponsel dan dompet Dera yang dititipkan cowok itu padanya tadi, sebelum akhirnya membuka suara. "Sini, ikut gue." Tanpa disadari, tangan Lisa menyentuh tangan Dera dan menariknya secara tidak sabar. Gadis yang rambutnya dikuncir satu itu membuat seseorang yang sedang ditariknya tersenyum senang, juga bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Over Reality
Teen FictionRio Lionel, merupakan gangguan terbesar bagi Lisa dalam menjalani kehidupan sekolahnya di SMA Angkasa Mirta. Setiap hari selalu membuat dirinya kesal dengan berbagai macam tingkah konyol dan bodoh yang dibuat oleh cowok itu. Masalah utama yang membu...