Part 18

2.2K 261 0
                                    

            Setelah mandi dan bersiap-siap, Lisa buru-buru pergi ke luar rumah menghampiri Rio. Sesaat sebelumnya memang sudah izin terlebih dahulu kepada orang tuanya, kebetulan dibolehkan.

"Lama gak?" tanya Lisa, agak merasa tidak enak karena biasanya ia memang sangat lama kalau mandi, apalagi sesudahnya harus dandan tipis biar tidak kelihatan pucat.

Rio menggeleng pelan, lalu melihat jam tangannya. "Engga, cuma dua puluh delapan menit."

"Ih, gak usah diperjelas gitu," Lisa mengerucutkan bibirnya.

"Iya-iya gak lama kok kalo buat lo mah," sahut Rio, kemudian meneliti gadis di hadapannya dari atas sampai bawah.

"Kenapa? Gak bagus, ya?" Tanya Lisa, mulai gelisah. Pasalnya, ia hanya memakai celana jeans yang dibarengi bersama baju pendek berwarna pink, sling bag dengan warna senada, serta sneakers berwarna putih. Simpel saja.

Rio menggeleng. "Bagus kok, gue suka. " Kemudian berdiri dan memberikan helm-nya yang memang sudah disiapkan untuk Lisa. "Yuk, nanti kesorean banget."

***

Semakin cepat laju motor yang ditunggangi oleh Rio, semakin erat pula pegangan tangan Lisa di pinggang cowok itu. Entah kenapa, kalau mengingat kejadian dua minggu yang lalu saat Rio tiba-tiba mengajaknya makan malam di restoran om-nya, rasa benci dan tidak suka di dirinya seakan menghilang begitu saja. Rio memang tidak seburuk itu.

Kadang, ia bisa begitu bencinya dengan Rio, tapi sedetik kemudian bisa berubah menjadi tidak. Ah, rasanya lucu sekali mengingat bagaimana labilnya dia.

Belum selesai Lisa bergelut dengan pikirannya, motor yang ditunggangi Rio berhenti.

"Nah, sampe deh kita," ujarnya sambil membuka helm, juga merapihkan rambutnya.

Pun, Lisa melakukan hal yang sama dan turun dari motor, lalu memandangi danau buatan di hadapannya.

"Ayo ke sana," Rio hendak menggandeng tangan Lisa, namun gadis itu menghalaunya.

"Kita mau ngapain ke sini?" Tanyanya, masih bergeming di tempat.

"Mau mungutin sampah," Rio tertawa. "Ya main lah, lo gimana sih? Tenang aja, gue jamin bad mood lo langsung ilang kok, serius deh." Tanpa basa-basi lagi, Rio buru-buru menarik tangan Lisa agar masuk lebih dalam ke tempat danau buatan itu. Lisa tidak melawan, tempat itu seakan mengingatkannya akan masa lalu. Di tempat yang berbeda, namun dengan suasana yang sama.

Lisa menggeleng kencang, berusaha menghilangkan bayangan masa lalu itu di kepalanya. Bahaya, tidak baik untuk kesehatan, juga kejiwaan. Biar gimanapun, itu hanyalah serpihan-serpihan kecil yang sempat mengisi hari-harinya dulu. Bukan sekarang.

"Tunggu bentar ya." Rio berlari kecil ke arah loket, membeli dua buah tiket untuknya juga Lisa. Gadis itu hanya mengamati, dalam diam. "Yuk."

"Lo beli tiket apa?" Tanya Lisa, sambil memandangi dua buah tiket yang Rio pegang.

" Sepeda air."

Lisa manggut-manggut. "Oh, oke."

Permainan sepeda air yang akan Lisa dan Rio naiki, kebetulan sedang sepi. Hanya ada beberapa yang menaiki, makanya tidak butuh waktu lama bagi mereka berdua untuk menunggu. Begitu mendapat giliran, Rio menjadi orang pertama yang naik ke sepeda air berbentuk angsa itu, sengaja agar ia bisa membantu Lisa untuk menaikinya.

Begitu sudah sama-sama duduk dan mendengar instruksi dari penjaganya kalau mereka berdua sudah bisa mengayuh sepeda air tersebut, Rio pun langsung melaksanakannya dengan penuh semangat. Seorang diri. Ternyata, Lisa tidak mau mengerahkan tenaganya untuk itu. Tapi, itu tidak masalah sama sekali, sebagai cowok yang memang sedang berusaha mendapatkan hati gadis di sebelahnya, tentu hanya dengan mengayuh sepeda air bukanlah suatu hal besar.

Apalagi, begitu melihat raut wajah Lisa yang sepertinya menikmati pemandangan di danau buatan itu, hati Rio langsung menghangat karenanya.

"Gue udah lama gak main ke tempat kaya gini." Lisa membuka suara, tatapannya masih setia memandangi keadaan sekitar. Daun-daun yang berjatuhan, air yang tertutup teratai, seperti tidak terurus. Namun, masih terdapat nilai lebih di dalamnya.

"Oh, ya?" Rio melambatkan laju sepeda airnya, mulai mengayuh dengan pelan dan santai.

Lisa mengangguk. "Kira-kira, tiga tahun lalu."

Rio memilih diam, sengaja agar gadis di sebelahnya itu mau cerita lebih lanjut kepadanya. Namun, ternyata tidak. Setelah berbicara seperti itu, Lisa tidak lagi membuka suara.

"Lis, bantu kayuh dong, lama-lama berat juga," kata Rio, berusaha membangun suasana agar tidak canggung.

"Gak ah, tar gue pegel." Lisa menyender, pada tempat yang ia duduki sambil bersedekap dada. Sengaja ingin mengerjai Rio.

"Bantuin atau gue cium di sini?" Rio menyeringai, tatapannya menggoda seraya perlahan-lahan mendekat ke tubuh Lisa. "Mumpung sepi loh."

Lisa buru-buru mendorong tubuh Rio menjauh darinya. "Iya-iya, ini gue bantuin," bibirnya mengerucut, lalu akhirnya mulai mengayuh. Namun, juga terlihat bahwa gadis itu sedang menahan senyum di bibirnya sembari mengalihkan pandangan.

Sebuah ide jahil pun tiba-tiba menyala di atas kepala Rio, sambil mengikuti Lisa yang menyender sambil bersedekap dada, ia berkata, "Ah, akhirnya bisa istirahat juga."

Lisa menoleh, mendapati bahwa cowok itu sedang memejamkan matanya. Kontan, ia pun menggunakan tas kecilnya untuk memukul cowok itu. "IH, APASIH? BANTUIN GAK?!" pekiknya.

Rio kontan tertawa, sambil berusaha menghindari pukulan Lisa dengan mengambil tas gadis itu. "Iya gue bantuin, tenang aja." Rio pun berdeham, mungkin ini waktu yang tepat untuk menanyakan perihal saat di sekolah tadi.

"Cowok yang lo maksud tadi pagi ..." Rio menggantung kalimatnya sejenak. "Siapa?"

Sepertinya Lisa tahu ke mana pertanyaan itu mengarah, makanya ia lebih memilih untuk diam. Tidak memberitahu.

"Ya itu kalo lo emang mau ngasih tau," sahut Rio. "Gue gak maksa kok."

"Dia bukan siapa-siapa. Gak penting."

Rio hanya manggut-manggut. Gadis itu memang tidak berniat untuk memberitahunya.

••••••

Emang part ini pendek kok hahaha. Btw, jangan lupa kasih vote dan comment ya. Aku menunggu lho!❤

January 3, 2017.

Broken Over RealityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang