Part 25

2.2K 253 8
                                    

Terdengar suara rintik hujan dari luar sana.

Sambil menikmati coklat panas dan roti panggangnya, Lisa menatap ke luar jendela ruang tamu. Sesaat kemudian, ia menghela napas panjang, sebelum akhirnya mengambil ponselnya yang berada di atas meja kaca dan menyentuhnya menggunakan telunjuk. Memang begitu membosankan, karena sejak tadi tidak ada yang bisa dilakukannya. Apa lagi, hari ini hari sabtu. Harusnya sih, kalau abege macam dirinya itu, mungkin sekarang sedang jalan-jalan bersama teman-temannya. Pergi kemana saja untuk mencari kesenangan. Tapi sayangnya, tidak dengan Lisa. Ia lebih memilih untuk berdiam diri di rumah.

Entah kenapa, hari ini semangatnya untuk keluar mendadak padam. Belum lagi, sosok Dera selalu berkelebat di pikirannya. Setelah dua hari yang lalu ia makan bersama lagi dengan cowok itu setelah sekian lama, perasaannya yang telah lama mati seakan bersarang kembali. Dilema yang dirasakannya juga semakin menjadi-jadi.

Hari itu, beberapa jam setelah ia bertemu dan makan bersama dengan Dera, cowok itu kembali memenuhi notifikasi ponselnya. Dengan isi yang sama.

Lisa benar-benar bimbang. Sumpah, ia tidak bohong.

"Ngapain lo diem aja?"

Suara seseorang kontan mengalihkan pandangan Lisa, gadis itu langsung memutar kedua bola matanya. Malas menatap wajah orang tersebut. Muak rasanya.

"Kalo ditanya tuh jawab, jangan diem aja. Gak makan bangku sekolah lo?" Orang tersebut kemudian mengambil posisi di sofa single sebelah Lisa, duduk santai dengan tangan yang memegang remot dan mencari-cari saluran televisi yang bagus.

Lisa mendengus kesal, sembari menaruh piring roti panggangnya yang semula berada di atas paha, menjadi di atas meja. Jujur saja, setelah kurang lebih empat minggu Alice tidak ada di rumahnya karena sedang ada praktek kerja di salah satu pabrik besar di Bandung, suasana rumahnya benar-benar sangat aman, nyaman dan tentram. Tidak ada pengganggu yang menjadi beban hidupnya di rumah. Namun kemarin sore, sialnya, Alice sudah kembali. Mendadak, suasana rumah kembali panas karena kedatangan ratu medusa itu. Melihat wajahnya benar-benar membuat Lisa ingin muntah.

"Kalo mau nyantai jangan di rumah orang, pulang aja sana!"

Alice tidak menggubris sindiran dari Lisa, ia justru mengencangkan volume televisi yang sedang menayangkan kumpulan lagu-lagu hits. Membuat suasana di ruang tamu terkesan hingar bingar dengan suara musik yang mendominasi. Alice tersenyum licik, merasa sudah memenangi pertandingan yang terjadi di antara dirinya dan Lisa.

Namun, Lisa bukanlah Lisa kalau dirinya tidak bisa membalas perbuatan Alice dengan tidak kalah licik. Gadis itu buru-buru beranjak dari sofa dan menuju ke arah steker televisi dan mencabutnya. Hening seketika.

"Jadi orang sadar diri, udah numpang malah seenaknya." Lisa kemudian mengambil gelas dan piringnya dari atas meja, hendak menuju dapur dan menaruhnya di tempat cucian piring. Namun, perkataan Alice membuatnya berhenti melangkah.

"Lo yang harusnya sadar diri, posisi lo itu sebenernya apa di sini?!" Alice bangkit berdiri dan mendekati Lisa hingga berjarak kurang lebih tiga senti, lalu didekatkannya bibirnya ke telinga Lisa dari arah belakang. "lo gak punya status apa-apa di keluarga ini, selain anak yang gak diinginkan. Inget itu baik-baik. Jadi, tolong tunjukin rasa terima kasih dan hormat lo sama orang yang udah baikin lo selama ini!" Alice kemudian menatap Lisa tepat di manik mata gadis tersebut, seolah-olah sedang memperingati dan mengancamnya akan sesuatu kalau-kalau ia melawan dan membantah.

Rupanya, ancaman dari Alice tidak berpengaruh sama sekali untuk Lisa. Gadis itu justru menyeringai dan balik menatap Alice dengan tak kalah tajam, juga mematikan. Seolah hanya dengan tatapan itu, Lisa sedang memberitahu bahwa ia tidak takut, ia tidak akan gentar. Tidak akan percaya dengan omongan tanpa bukti Alice yang sedang berusaha untuk membuatnya jatuh dan kalah. Tidak semudah itu.

"Lo boleh ancam gue dengan cara apa aja, tapi inget baik-baik ..." Lisa menggantung kalimatnya sejenak, sambil dikibarkannya bendera perang yang sejak tadi ia tahan untuk tidak terlibat. "... gue gak akan kalah semudah itu dari lo, sepupu."

Sesaat kemudian, Lisa memutuskan untuk masuk ke dalam kamarnya. Meninggalkan Alice sendiri dengan tawanya yang penuh akan rencana jahat dan liciknya.

••••••

Part ini pendek, maklum ya, ideku lagi pergi entah kemana terus gak bilang-bilang. Haha. Vote dan comment ditunggu ya!:)

January 12, 2016.

Broken Over RealityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang