Edited: July, 7th 2019
***
ANAK kecil itu sudah berhenti memproduksi air mata sejak 20 menit yang lalu. Raka sendiri yang menutup pabrik air mata itu. Dugaan Araa tepat, adiknya menangis karena es krimya jatuh. Dan jalan keluar terbaik adalah dengan membelikan es krim yang baru. Tak tanggung-tanggung, Raka membelikan dua sekaligus.
Sekarang Bintang terlihat berkali-kali lipat lebih senang, duduk manis di sebelah Raka, dengan dua es krim di tangannya.
Ternyata Bintang tak semenyebalkan yang Raka bayangkan. Mengingat raut wajah ngeri Araa saat Raka berniat mendiamkan bocah berumur delapan tahun itu, Raka sempat mewanti-wanti. Tapi nyatanya, di mata Raka, Bintang sangat manis dan penurut. Entah itu karena faktor es krim, atau karena Bintang dan Raka yang sama-sama berjiwa tengil.
Sebuah senyum simpul terbit di wajah Raka, ketika tanganya selesai mengetikkan sebuah pesan untuk Adit.
Baraka Putra Aidan : ga usah nunggu gue
Aditya Dirgantara : hah?
Aditya Dirgantara : oh, gue baru inget lo ikut
Baraka Putra Aidan : -_-
"Bang, Bintang kan manusia, ya?" tanya Bintang tiba-tiba membuat Raka menurunkan ponselnya.
"Tapi masa kata Papa, Bintang dibuat? Emangnya Bintang nastar?" lanjut anak itu setelah menjilat es krim rasa coklatnya. "Terus kata Bi Santi, Bintang emang dibuat. Bintang jadi penasaran deh, gimana buatnya."
Mendengarnya, Raka jadi senyum-senyum sendiri. "Bintang beneran mau tahu cara buatnya?"
Dengan wajah kotor karena es krim, Bintang mengangguk antusias.
"Oh gampang, itu mah pelajaran favorit Abang di sekolah," ucap Raka semangat seraya membetulkan posisi duduknya. "Jadi gini, Mama Papa Bintang itu—"
Tahu bulat digoreng, di mobil, dina katel dadakan .... Tiba-tiba suara khas vokalis tahu bulat terdengar, membuat Raka menghentikan penjelasannya. Mata Bintang berbinar, berniat meminta Raka untuk membelikan beberapa buah tahu bulat.
"Bang, Bintang mau!" pekik Bintang, menunjuk asal. Raka yang tahu jika itu bukanlah tukang tahu bulat yang asli, hanya dapat menggeleng.
"Bukan Tang, itu ringtone hape Abang," kata Raka merasa geli.
Raka baru ingat ia belum mengganti ringtone ajaib yang disetting Ojan tanpa sepengetahuannya. Raka menggeser tombol hijau dan mendekatkan ponselnya ke telinga.
"Halo?" sapa Raka setelah melihat nomor tidak dikenal di layar ponselnya.
"Halo? Ini gue Araa," jawab suara di seberang sana terdengar cemas.
Sontak Raka merasa oksigen hilang dari sekitarnya. Dengan mata membelalak lebar, ditatapnya benda ajaib berbentuk persegi panjang itu. Raka ingin berteriak kegirangan tapi urung ketika suara Araa kembali terdengar.
"Halo?"
"I-iya?"
"Adik gue, adik gue Bintang ada sama lo gak?"
"I-iya ada. Anaknya lagi makan es krim nih, sebelah gue," jawab Raka mencoba bersikap biasa saja padahal jantungnya sudah berdetak melebihi ritme.
Bersamaan dengan helaan nafas lega, rasa cemas Araa pun ikut terbang bercampur dengan udara. "Oh, syukurlah."
Penyayang, batin Raka.
"Bukannya gue gak suka, tapi ilangnya pas sama nyokap gue kek. Jadi kan gue gak kena marah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Aftermath [COMPLETED]
Teen FictionIt's not right yet it feels so good. © 2016 platyswrite