Edited: September, 4th 2019
***
BEGITU Araa tiba di rumah setelah Raka mengantarkannya pulang, gadis itu kembali tenggelam dalam tangisan.
Di tengah kesunyian kamarnya, pikiran Araa semakin liar. Ia lagi-lagi menyalahkan diri sendiri karena telah berani bermain api. Sesekali gadis itu juga memaki-maki Adit sebagai satu-satunya objek lain yang bisa ia salahkan.
Rasa sedih, marah, malu, dan kecewa memenuhi setiap sudut di kepalanya.
Membutuhkan waktu hampir satu jam hingga akhirnya gadis itu berhenti tersedu. Kini ia hanya mentap kosong langit-langit kamar, dengan sisa air mata yang telah mengering di wajahnya.
Sehabis beberapa menit lainnya berlalu, Araa akhirnya sadar jika ia harus segera bangkit sebelum anggota keluarganya melihat keadaannya yang seperti ini. Serta merta gadis itu pun bangun dari posisinya, membersihkan diri lalu tak lupa memakai krim dan masker mata yang selama ini tak pernah disentuhnya untuk mengurangi kebengkakan pada mata akibat aktivitas menangis tadi.
Araa sudah bersiap-siap hendak tidur ketika keberadaan ponsel pintar miliknya tertangkap matanya. Berniat men-non-aktifkan ponselnya untuk sementara, Araa malah menemukan banyak sekali pesan dan panggilan tak terjawab.
Kebanyakan dari Afaf dan Raka. Tak diragukan lagi, kabar tentang adegan sinetron tadi pasti sudah tersiar ke seantero sekolah, tak terkecuali telinga Afaf, hingga sahabatnya itu akhirnya mencoba untuk mengubunginya. Selain itu ada pula pesan dari ibunya dan ada satu lagi pesan tersisa dari Adit.
Sontak jantungnya bergemuruh. Ia ingin segera mematikan ponselnya seperti yang tadi sudah direncanakan, namun tangannya berkhianat dan membuka pesan dari Adit.
Aditya Dirgantara : Ra
Aditya Dirgantara : I'm sorry. I really am.
Hatinya yang sempat dilanda rasa tenang kembali berkecamuk.
Tidak bisakah Adit membiarkannnya seorang diri? Sekali saja? Dia pikir dia siapa bisa seenaknya memporak-porandakkan perasaan Araa? Mengganggu hidup Araa, hanya dengan sebuah pesan?
Ponsel Araa kembali berbunyi. Sebuah pesan masuk.
Tommy : Ra hai
Tommy : Aku tau kayak pesan-pesan sebelumnya, kamu gak akan respon yang ini juga
Tommy : But yea, i think it's still worth to try even tho' the possibility for your response to this message is none
Tommy : Lusa temenku, Bimo ngadain pesta ultah, kalo kamu gak sibuk, aku bakal seneng banget dtg ke pesta Bimo bareng kamu
Entah dari mana ide itu berasal, tanpa pikir panjang jari-jari Araa dengan santainya menjawab pesan tersebut.
Sahara Putri Nadini : Hey, maaf soal gue yang ga bales pesan lo akhir2 ini. Gue sibuk
Sahara Putri Nadini : About the party, i'd love to. Kak Bimo juga selama ini baik sama gue. Just tell me when and where exactly the party is.
***
Untuk kesekian kalinya, Araa mengibaskan tangannya, menghalau serbuan asap rokok yang berebutan memasuki lubang hidungnya. Sudah tak terhitung pula berapa kali Araa mengernyitkan hidungnya tidak suka.
Tidak tahan lagi, Araa pun bersuara,"Tom, gue ke kamar mandi dulu, ya."
"Mau diantar?" tanya laki-laki yang sudah tidak dalam keadaan sadar itu dengan suara yang diseret-seret.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aftermath [COMPLETED]
Teen FictionIt's not right yet it feels so good. © 2016 platyswrite