Edited: July, 31st 2019
***
DARI tempatnya berdiri, Adit bisa melihat Araa yang tengah bersenda gurau dengan Raka. Sepertinya topik yang mereka bahas lucu sekali sehingga Araa sampai tertawa tidak terkontrol seperti itu.
Tiba-tiba saja Adit mendengar mahluk tak berwujud berbisik di telinganya, memberi sebuah ide. Ide untuk membuat Araa nyaman berada di dekatnya.
Jangan salah paham dulu, beberapa hari belakangan ini, Adit memang sibuk memikirkan metode apa yang harus ia lakukan agar Araa dapat menyerap materi yang ia sampaikan dengan cepat. Hasil riset yang Adit cari dari internet mengatakan, Adit harus membuat sang target terbuka dan merasa nyaman, sehingga saat proses belajar mengajar berlangsung, target bisa belajar dengan rileks dan dengan konsentrasi yang penuh. Sebaliknya, jika target gelisah dan merasa segan dengan pengajar, maka pikirannya akan terbagi antara belajar dan mengatur sikap agar tidak berbuat salah di hadapan sang pengajar.
Dengan melihat pemandangan di hadapannya ini, Adit berpikir untuk bersikap lebih luwes dan mungkin sedikit berusaha mengikuti ritme Araa yang suka bercanda.
Bahkan sebelum mencoba, Adit tahu ini akan menjadi hal yang sulit. Pasalnya, Adit memang terbiasa untuk bersikap dingin kecuali pada keluarganya, Dita dan Raka. Itu pun Raka tetap mengeluh dan mengejek Adit patung bernapas.
Entah sudah berapa lama Adit melamun namun saat matanya tertuju ke depan, Raka sudah menghilang dan tinggal sedikit lagi Araa akan tiba di tempatnya.
"Hai Adit, hari ini belajar 'kan?" tanya Araa, kentara sekali perbedaan raut wajahnya dengan waktu ia berbicara dengan Raka tadi.
Tanpa sadar Adit mendengus kasar, kesal kepada dirinya sendiri yang tidak bisa membuat orang di sekitarnya nyaman seperti Raka.
Namun di depannya, Araa salah tanggap, ia pikir Adit kesal padanya yang banyak tanya. Apalagi Adit hanya mengangguk sebagai jawaban membuat nyali Araa semakin menciut. Maka setelah itu dengan kepala tertunduk, Araa mengikuti Adit dan masuk ke dalam kursi penumpang mobil hitam Adit.
Di dalam mobil, tak ada yang terdengar selain suara mesin yang menderu lembut. Araa melihat ke jendela, kedua tangannya ia mainkan di atas pangkuannya. Sungguh Araa tidak suka suasana seperti ini, canggung dan menyesakkan. Ingin rasanya Araa menekan tombol stereo mobil Adit lalu mulai berkaraoke ria hingga suaranya serak dan tenggorokannya sakit, seperti yang ia biasa lakukan jika sedang bersama Raka. Namun Araa tidak berani melakukan itu semua, ia takut mati ditatap kembaran medusa yang ada di sebelahnya ini jika berani bertingkah tidak layak.
Ya ampun, Araa bosan!!
"Ra?" panggil Adit tiba-tiba.
Araa memutar kepalanya menghadap Adit. "Ya?" Araa menjawab tanpa bisa menyembunyikan antusiasmenya karena sudah mendengar suara Adit.
Akhirnya gak diem doang.
"Munduran, lo ngalangin spion."
Sialan.
Dengan kesal, Araa melempar tubuhnya kasar ke sandaran jok, melipat kedua tangannya lalu mengangkat kaki kanannya ke atas kaki kiri.
Tidak ada lagi yang berbicara sampai mobil Adit tiba di halaman rumah Araa. Setelah mesin mobil dimatikan, Araa segera keluar dari mobil Adit, ia sudah tidak kuat berada dalam ruangan sekecil itu bersama Adit. Sepertinya satu mobil bersama sebongkah es besar akan jauh terasa lebih hangat dibandingkan bersama dengan Adit.
Seperti biasanya, Araa langsung naik ke kamarnya lalu mengganti baju dan mengambil buku matematikanya. Saat Araa turun ke bawah, ia lihat Adit sudah duduk di tempatnya yang biasa dengan buku-buku cetak yang sudah berjejer rapi di atas meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aftermath [COMPLETED]
Teen FictionIt's not right yet it feels so good. © 2016 platyswrite