40. Seeking for Vinyl

1K 98 10
                                    

Edited: August, 14th 2019

***

"AHHH! Teh Dara nyebelin!" rengek Dita begitu bagian ujung kartu yang dikeluarkan Kakaknya bertuliskan +4 terlihat.

Diiringi tawa kemenangan Dara dan Billa—sepupu Dita yang baru berusia empat belas tahun—Dita mengambil empat kartu UNO dengan wajah memberengut kesal.

"Udah, berhenti ketawanya. Aku tau, kartu aku paling banyak," sungut Dita setelah beberapa saat berlalu dan kedua orang di depannya masih saja tertawa.

Tumpukan kartu yang tadinya ditaruh di atas meja memang sudah hampir berpindah seluruhnya ke tangan Dita, lalu kenapa?

Ayolah, ini hanya hari sial Dita. Biasanya Dita tidak semenyedihkan ini dalam bermain kartu UNO.

Buktinya bulan lalu, Dita menang bermain UNO untuk yang pertama kali dari Adit.

Deg.

Adit. Nama itu membuat Dita tertegun sejenak.

Ini sudah memasuki minggu kedua mereka tidak saling menyapa.

Bagaimana kabar Adit sekarang? Apakah dia baik-baik saja? Huh, Adit pasti sering lupa waktu karena terus belajar.

Tapi tunggu, untuk apa juga Dita memikirkan Adit? Di sana, belum tentu juga Adit memikirkan keadaan Dita. Tuh 'kan Dita jadi galau.

Pemikiran tentang Adit entah kenapa membuat tawa Dara dan Billa terdengar berkali-kali lebih menyebalkan dari sebelumnya.

Hingga tanpa Dita sadari ia berkata ketus. "Teh, stop deh! Billa juga, gak denger itu bel rumah meraung-raung dari tadi?"

Dalam sekejap Billa berhenti tertawa, lalu dengan kepala menunduk mengundurkan diri dari meja dan dengan segera membukakan pintu bagi siapa pun yang menunggu di luar sana. Sepupu Dita itu memang termasuk orang yang tertutup dan sudah diajak bergabung, sekarang ini ia pasti syok berat akibat sentakan Dita tadi.

"Hush kamu itu, baperan banget! Cuman becanda juga, liat tuh Billa sampe ketakutan gitu," tegur Dara menunjuk Billa yang mulai menjauh.

Melihat pergerakan Billa yang tergesa-gesa, Dita jadi merasa bersalah. Kakinya bahkan terantuk meja karena ia terus berjalan dengan kepala menunduk.

Meninggalkan kartunya, Dita berdiri dan segera menyusul Billa keluar. Dita harus meminta maaf sudah berkata tidak sopan pada Billa.

"Bil," panggil Dita begitu ia hampir tiba di pintu masuk. Namun begitu melihat siapa yang berdiri di samping Billa, Dita terperanjat. "Lho, Raka?"

"Uhm, hai!" sapa Raka dengan senyum tiga jarinya.

Untuk beberapa detik, Dita sempat tertegun melihat penampilan Raka. Dengan kaos hitam polos berbalut kemeja flanel bermotif kotak-kotak berwarna merah dan dipadu dengan jeans hitam seperti ini, Raka terlihat, berbeda. Apalagi tangan kiri Raka yang dihiasi gelang anyaman, membuat penampilan Raka hari ini terasa lebih lengkap. Entahlah, bagi Dita yang jarang melihat Raka berpenampilan seperti ini, Raka terlihat segar dan—keren.

"Dita?" Raka melambaikan tangannya di hadapan Dita.

"Ehm, y-ya?" Dita tergagap. "Uhm, Bil, kita main UNO-nya udahan ya, sekarang Teteh minta tolong dong Bil, bikinin minun buat temen Teteh,"

"O-oke Teh," jawab Billa cepat sebelum akhirnya menghilang dari pandangan. Sepertinya Billa masih soak dengan perkataan ketus Dita tadi.

"Ayo masuk Ka," ajak Dita lalu keduanya mulai berjalan bersama menuju ruang tamu.

Aftermath [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang