Edited: August, 29th 2019
***
RAKA melihat jam tangannya lalu melirik sekilas pada timer lampu merah yang berjalan mundur di atasnya. Lelaki itu berdecak kesal, merutuk dalam hati atas keterlambatannya di hari yang penting ini.
Bukan dengan sengaja Raka telat di hari 'kencannya' dengan Dita. Tadi pagi Raka sudah bangun sesuai dengan alarm yang sudah ia pasang malamnya. Lelaki itu mandi dan bersiap-siap, hingga kemudian masalah datang ketika Raka hendak memakai baju. Flanel merah yang sudah Raka pikir akan dikenakannya hari ini menghilang entah kemana. Bukan cuman itu, beberapa kaos favoritnya juga tak ada.
Raka sudah membongkar seluruh isi kamarnya, tapi tetap saja barang-barang itu tak ia temukan.Hingga akhirnya Marissa, ibunya, datang dan memberi tahu Raka kalau baju-baju kotornya tengah berada di laundry.
Raka jelas bingung karena selama ini ibunya yang selalu mencuci baju sehari-hari mereka menggunakan mesin cuci. Hanya selimut, bed cover dan kain-kain tebal lainnya yang di laundry-kan. Saat Raka bertanya mengapa, ibunya mengatakan kalau mesin cuci mereka sudah dijual dengan alasan ingin mencari yang lebih bagus. Padahal seingat Raka mesin cuci mereka itu belum lama diganti dengan yang memiliki daya tampung lebih banyak.
Raka ingin bertanya lebih lanjut, tapi waktu benar-benar tidak mau diajak bekerja sama, Raka sudah terlambat. Jadi laki-laki itu langsung kembali ke kamar dan mengambil baju asal dari dalam lemari.
Memacu motornya lebih cepat, Raka berharap Dita tidak akan kesal karena telah menunggu terlalu lama.
***
Dita menggoyang-goyangkan kakinya, dengan pandangan yang tetap tertuju lurus pada pagar rumahnya. Berharap motor Raka segera muncul di sana.
Baru 20 menit, batin Dita menenangkan.
Hingga akhirnya, sosok yang ia tunggu datang juga.
"Hai, sori banget ya Ta gue telat," ucap Raka begitu Dita berdiri di dekatnya.
"Santai aja kali Ka, gak selama itu kok," balas Dita dengan senyuman.
Sedikit bingung dengan perasaannya sendiri, yang sedikit pun tidak kesal akan keterlambatan Raka. "Jadi kita mau kemana hari ini?" sambungnya bersemangat sehingga terlihat seperti anak kecil.Membuat Raka yang memang sudah gemas dengan Dita hari ini, menjadi semakin gemas saja. Untung tangannya masih tahu diri dan tidak nekat mencubit pipi Dita yang sedikit gembil itu.
Dengan kaos putih polos, overall hitam berbahan jins di atas lulut, slingbag hitam dan sepatu kets berwarna senada dengan kaosnya, Dita memang terlihat se-adorable itu—setidaknya di mata Raka.
"Raka!" Dita melambaikan tangannya, mengembalikan Raka pada kenyataan.
"Eh iya Ta, ini gue ada sesuatu buat lo," ucap Raka seraya menyerahkan kresek hitam kecil yang sedari tadi menggantung di stang motonya.
"Widih apaan nih? Gue buka ya Ka," Ucap Dita sembari membuka kreseknya. "Wow, sostel? Ya ampun Raka, lo tau dari mana gue lagi ngidam ini?" pekik Dita tertahan, menatap jajanan favoritnya dengan pandangan memuja.
Raka tertawa kecil, bersyukur Dita menyukai sostel yang ia bawa. Sungguh, sebenarnya Raka tidak sekere itu, sampai memberikan jajanan yang harganya hanya sepuluh ribu itu pada "kencan" pertama mereka. Tapi, justru karena ini hanya "kencan" belum kencan, Raka jadi belum berani memberikan bunga, coklat atau bawaan romantis mainstream lainnya untuk Dita. Ini saja, Raka sudah menggunakan tingkat kebrengsekannya yang paling brengsek dengan mengajak jalan perempuan yang masih menjadi pacar sahabatnya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aftermath [COMPLETED]
Novela JuvenilIt's not right yet it feels so good. © 2016 platyswrite