Edited: September, 1st 2019
***
MUNGKIN ini yang terbaik.
Mungkin ini jalan yang benar.
Mungkin.
Dita tidak tahu.
Tadi malam, Adit mengirimnya pesan yang berisi ajakan untuk pergi sepulang sekolah, katanya ada yang ingin Adit sampaikan. Dan tanpa pertimbangan panjang, Dita menerima tawaran itu. Karena Dita juga memiliki hal yang harus disampaikan bukan?
Tapi di sinilah Dita, berdiri di hadapan cermin di toilet sebuah kafe, dengan pemikiran yang bercabang kemana-mana.
Satu-satunya hal yang Dita yakini saat ini hanyalah, ia ingin memaki Raka sepuasnya. Ia ingin memarahi laki-laki itu. Kalau bisa ia juga ingin memukulinya. Ia ingin membenci Raka dengan sepenuh hatinya.
Raka sialan, dia sudah buat Dita gak karuan seperti ini!
Dita menatap penampilan dirinya dari pantulan benda ajaib itu. Penampilan Dita hari ini tidak tergolong yang paling buruk, namun tidak termasuk deretan yang terbaik juga. Biasa saja. Hanya, matanya agak sedikit bengkak karena semalam ia kurang tidur dan sempat menangis beberapa kali.
Tanpa diminta perkataan Raka kembali terngiang dalam benaknya. Begitu jelas, membuat Dita meringis. Dari sekian banyak keping memori yang ia simpan dalam kepalanya, mengapa hanya bagian itu yang terus berulang dalam benaknya?!
Dita menyalakan keran, lalu ia biarkan begitu saja. Dita hanya menatapnya, mendengarkan suara air yang mengalir lalu masuk ke dalam lubang pembuangan. Berharap badai di dalam kepalanya ini ikut pergi, masuk ke dalam lubang kecil itu. Dan anehnya, hal itu berhasil-walaupun tidak banyak-membuat Dita merasa lebih tenang.
Untunglah toilet ini sedang sepi, jadi Dita tidak perlu repot untuk memikirkan pendapat orang lain tentang dirinya yang terlihat seperti orang kehilangan akal sehat. Walau memang begitu yang Dita rasakan.
Raka sialan!! Maki Dita dalam hatinya, lagi.
Dengan ditemani suara gemercik air, Dita kembali bertanya pada dirinya. Apa yang sebenarnya ia inginkan?
Belum saja Dita mendapatkan jawabannya, dia menerima pesan dari Adit yang menanyakan keadaannya. Sepertinya Adit cemas karena Dita memang sudah menghabiskan waktu cukup banyak di sini.
Dita akhirnya mematikan keran dan berjalan ke luar toilet.
Belum jauh dari sana, tanpa sengaja mata Dita menemukan sosok perempuan yang tidak asing baginya. Dalam sekali tatap, Dita langsung mengingat kalau itu adalah perempuan yang sama dengan yang menemui Raka bersama teman-temannya waktu itu. Dan Dita baru saja sadar, kalau ini merupakan tempat yang sama pula dengan yang waktu itu.
Kalau Dita tidak salah namanya adalah Nia. Dari percakapan yang secara tidak sengaja telinga Dita tangkap, Nia adalah mantan kekasih Raka.
Sekarang Dita betul-betul bingung pada dirinya sendiri karena ia mendapati dirinya malah terdiam dan mengamati Nia dari tempatnya berdiri sekarang.
Perempuan itu terlihat sedang bersama seorang laki-laki berkemeja putih gading yang seluruh kancingnya dipasang. Sebuah tas ransel bertengger di punggung laki-laki itu, dan di tangan kirinya melingkar sebuah jam berwarna hitam. Dita memperhatikan raut wajahnya dan bagaimana laki-laki itu berinteraksi dengan Nia. Dita mengernyitkan dahinya, ia bingung. Dita tidak melihat aura badboy yang menguar di sekelilingnya sama sekali.
Kenapa Nia kencan dengan laki-laki yang 180 derajat berbeda dengan Raka?
Oke, Dita memang tidak tahu kalau mereka sedang kencan atau tidak, tetapi cara mereka menatap satu sama lain seakan menjelaskan segalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aftermath [COMPLETED]
Fiksi RemajaIt's not right yet it feels so good. © 2016 platyswrite