56. Running Away

956 75 12
                                    

Haii platypus punya cerita baru loh, judulnya APERSEPSI, yuk di cek :)

Edited : November, 6th 2019

***

RASANYA setiap orang yang berada di sana menahan napas.  Was-was menunggu Raka yang sewaktu-waktu, mungkin akan melemparkan bom granatnya. Memporak-porandakan kantor polisi ini untuk meluapkan kemarahannya pada kenyataan.

Semuanya sudah bangkit berdiri dari duduknya, memperhatikan gerak-gerik Raka.

Namun di luar dugaan, Raka justru berjalan lurus ke arah pintu keluar, pandangannya tetap terarah ke depan seakan tak menyadari tatapan-tatapan menunggu yang tertuju padanya.

Semuanya kaget, tentu saja. Di benak masing-masing, mereka sudah membayangkan berbagai skenario terburuk apa yang akan Raka lakukan, dan jelas mengabaikan keberadaan mereka seperti ini bukanlah salah satunya.

Marissa menjadi orang pertama yang memecah keheningan. "Raka, Nak!" serunya serak, berjalan mengejar anak semata wayangnya ke depan.

Baik Dita, Adit, Araa dan kedua orangnya ikut berjalan ke depan, mengikuti langkah Marissa untuk mengejar Raka.

Araa dan Dita kembali menangis melihat Marissa mengejar Raka dan begitu pula Mitha yang kali ini tak kuasa menahan tetesan air matanya.

"Raka, tolong dengerin Ibu dulu Nak," panggil Marissa terdengar begitu pilu. 

"Raka!" Panggil Marissa menghentikkan Raka dengan berdiri di depan anaknya itu yang tinggal melangkah turun melewati anak tangga.

Marissa mendekap Raka erat, kembali menangis, membasahi kaos putranya.

Sementara Raka hanya bisa bergeming, tak bersuara, tak membalas pelukan ibunya. Namun Marissa dapat merasakan tubuh anaknya itu menegang.

Raka tetap diam, ia bingung.
Ia merindukan ibunya dan benar-benar tidak tega melihat Marissa menangis seperti ini. Namun di sisi lain, Raka sungguh kecewa pada wanita yang sudah mengandungnya selama sembilan bulan ini, yang sudah menutupi kebenaran dari padanya.

Hati Raka tersayat melihat ibunya seperti ini. Ingin rasanya ia meraup Marissa, menenangkan ibunya, mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja.

Namun Raka tidak bisa, ia tidak mampu. Raka tak kuasa menjamin, Raka tak tahu kalau setelah ini, semuanya akan baik-baik saja, kalau hidup mereka akan berjalan seperti sedia kala, kalau pandangannya terhadap ibunya akan kembali seiring berjalannya waktu. Raka benar-benar tidak tahu.

Satu yang pasti bagi laki-laki itu adalah, kehadiran ibunya bukanlah sesuatu yang Raka harapkan saat ini.

Menegarkan hati, Raka menggerakkan tangannya untuk menarik cengkraman Marissa, melepaskan pelukan ibunya itu dari tubuhnya.

Tak bersuara, Raka berjalan lurus ke pakiran. Tak menoleh, meski raungan memanggil-manggil namanya terdengar dari belakang.

***

Raka mengambil sebatang rokok dari kotaknya. Membakar ujungnya lalu mulai menghisap candunya itu, menikmati rasa manis yang mengalir melalui filter.

Hanya dalam sekejap ketenangan semu itu menguasai dirinya.

Sekejap. Benar-benar sekejap, karena begitu menyadari dimana keberadaannya sekarang, Raka kembali teringat alasan yang membawa kedua kakinya ke tempat ini.

Dari rooftop sebuah apartemen di daerah Jatinangor, Raka merenungkan kembali nasibnya.

Lelaki itu mendecak menertawakan seraya kembali menghisap rokoknya.

Aftermath [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang