Haii platypus punya cerita baru loh, judulnya APERSEPSI, yuk di cek :)
Edited : September, 13th 2019
***
SAAT berita itu datang, Raka dalam perjalanan pulang sehabis bermain bersama Ojan. Lebih tepatnya, saat Raka selesai membelikan pesanan sate padang untuk ibunya di rumah.
Awalnya, jujur saja, Raka enggan untuk membuka pesan dari Dita. Tapi, ketika matanya tanpa sengaja membaca deretan kata yang tertera pada pop up notification, seketika rasa khawatirnya bangkit. Raka menelan bulat-bulat egonya dan dengan segera membuka pesan tersebut.
Tanpa membuang-buang waktu lagi, Raka langsung bergegas menuju lokasi yang dikirim oleh Dita.
Euforia di tempat tadi masih terasa hingga sekarang. Masih terekam jelas di benaknya bagaimana keadaan Araa tadi. Beruntung, rasa khawatirnya pada Araa masih mampu mengalahkan nafsu yang menggelora dalam hatinya untuk menghabisi Tommy.
Belum lagi Dita, yang terlihat begitu ketakutan. Wajah cantiknya memucat, darah seakan menghilang dari tubuhnya. Raka dibuat gila karena ia tidak bisa merengkuh Dita ke dalam pelukannya. Raka kehilangan akal, karena tak seperti Adit yang bisa mendekap dan menenangkan Araa, ada tembok pembatas yang dibangun Dita tinggi-tinggi dan menghalangi niat lelaki itu.
Oleh karena itu Raka tidak mau lagi menatap Dita setelahnya, ia takut hasrat memeluk perempuan itu akan semakin besar.
Tapi setidaknya sebagian beban di pundak Raka sudah terangkat begitu Ojan mengabari kalau Dita sudah sampai di rumahnya dengan selamat. Walaupun masih ada segelintir rasa khawatir akan keadaan Araa, namun Raka mencoba tenang dan percaya pada Adit. Araa akan aman bersama mantan sahabatnya itu.
Sekarang, di sinilah Raka, tiba di rumahnya dengan sebungkus sate padang yang sudah mendingin di tangannya.
Seperti saat Raka pergi tadi, pintu rumahnya masih belum terkunci. Ternyata ibunya masih menunggu Raka sejak tadi. Memikirkan itu, Raka jadi merasa tidak enak. Segera, Raka masuk ke dalam rumahnya.
Namun tak seperti dugaannnya, Marissa tak terlihat di ruang tamu.
Ditelusurinya setiap ruang di rumahnya, namun ibunya tak kunjung terlihat. Raka juga terus memanggil ibunya, tetapi tidak juga mendapatkan sahutan.
Apa ibunya sudah tidur?
Dengan segera Raka mengecek kamar ibunya. Tapi ternyata ruang itu pun sama saja dengan yang lainnya, kosong. Hanya ada berkas-berkas yang berserakkan di atas kasur. Lemari yang biasanya menyimpan kertas-kertas penting itu, terbuka lebar dan kosong.
Ibunya tidak ada, pintu rumah tidak terkunci. Ini merupakan hal lumrah, biasanya jika seperti ini ibunya sedang pergi ke warung dekat rumah atau ada keperluan sebentar. Tapi setelah melihat berkas yang berceceran, Raka jadi sangsi. Satu pemikiran buruk menelusup dalam pikirannya. Jangan-jangan ada penyusup masuk dan Marissa diculik. Dengan gerakan cepat Raka menelepon ibunya.
Nada dering yang mengisi pendengarannya, secara ajaib menenangkan sedikit perasaan Raka. Setidaknya ibunya itu masih bisa dihubungi.
Nada dering yang terus terdengar membuat debar jantung Raka berpacu semakin cepat, hingga akhirnya digantikan dengan suara ibunya yang berhasil membuat Raka lega bukan main. "Raka, kamu udah pulang ya?"
"Ibu dimana?" tanya Raka, matanya merayap ke seluruh kamar ibunya, tak terkecuali pada berkas-berkas yang tergeletak secara acak memenuhi kasur.
"Ibu lagi beli nasi goreng di depan komplek. Kamu sih, beli sate padangnya lama. Kelayapan dulu pasti, kebiasaan deh,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Aftermath [COMPLETED]
Teen FictionIt's not right yet it feels so good. © 2016 platyswrite