Edited: July, 11th 2019
***
RAKA tidak pernah tahu kenapa ia selalu mengiyakan tiap kali Ojan mengajaknya datang ke tempat ini. Setiap ia melangkah keluar dari tempat terlarang itu, ia selalu berjanji kalau itu adalah kali terakhirnya menginjakkan kaki di sana. Tapi seakan lupa dengan janji yang dibuatnya sendiri, ia selalu saja kembali ke sana, lagi dan lagi. Ia tidak membencinya, hanya kurang nyaman saja dengan suasana tempat hiburan malam itu.
Raka keluar dari mobil Ojan, ralat, mobil abang Ojan maksudnya. Ya, sahabatnya itu memang membawa Brio hitam milik abangnya yang kebetulan sedang terbaring lemah di rumah sakit. Memang adik laknat, abangnya sedang sakit tapi malah menyempatkan diri mencuri mobil dan membawanya ke tempat hina seperti ini.
"Inget Jan, paling lama jam satu."
"Iya, buset dah. Lama-lama lo kedengeran kayak nyokap gue, tau gak Ka?" balas Ojan sambil memimpin temannya tersebut masuk ke dalam klub. "Mana ada keluar dari klub jam satu?" gerutu Ojan pelan, sangat pelan sehingga Raka tak dapat mendengarnya.
Keduanya tiba di pintu masuk dan seperti klub biasanya, dua petugas sudah bersiap mengawasi setiap orang yang masuk melewati pintu kaca tebal berwarna hitam yang tak dapat diterawang itu.
Tak lama keduanya sudah tiba di bagian dalam klub sekarang. Musik yang volumenya tak karuan dan lampu kelap-kelip khas tempat hiburan malam dalam sekejap menyakiti mata dan telinga Raka. Gadis—ralat, semua wanita yang ada di sana memakai pakaian kurang bahan, atau mungkin pakaian yang belum rampung dijahit sehingga memperlihatkan sebagian besar tubuh mereka.
Berulang kali Raka berdoa meminta ampun karena sudah melihat hal-hal—yang sialannya menyenangkan—itu lalu lalang di depan matanya.
Rata-rata anak muda kayak gini 'kan? Bukan cuman gue doang? Lagian mereka ini yang nawarin, yakali gue jalan tapi matanya merem? ucap batin Raka, mencoba membenarkan diri.
"Ojan! Raka!" teriakan itu membuat keduanya mendongak. Ojan yang pertama mengetahui letak si pemanggil, menyikut lengan Raka pelan sebelum berjalan ke arah booth yang dekat dengan tempat DJ.
"Weis Yo, Al!" sapa Ojan seraya melakukan tos ala lelaki dengan keduanya, lalu berjabat tangan normal dengan dua perempuan yang duduk di sisi mereka.
Mereka adalah Gio dan Aldi, teman mainnya Ojan. Entah dari mana Ojan kenal dengan mereka, yang jelas Geng Aldi dan Gio inilah yang pertama kali mengajak Ojan datang ke tempat ini. Dan imbasnya pada Raka sekarang.
Kalau boleh jujur, Raka tidak suka pada teman-teman Ojan ini. Bukannya sok suci atau apa, Raka hanya berpikir mereka membawa pengaruh buruk kepada Ojan. Raka bukan orang yang sholeh dan patut ditiru. Ia merokok, sering mabal dan tawuran, bahkan beberapa kali terlibat dalam aksi balap liar. Tapi entah kenapa menurutnya ia jauh lebih baik dari Aldi Gio ataupun teman-teman Ojan yang lain, yang belum kelihatan batang hidungnya.
Menghormati keduanya sebagai teman Ojan, Raka ikut menyalami Aldi dan Gio. Setelahnya ia duduk tepat di samping Ojan.
"Yang lain belum pada dateng?"
Gio menghembuskan asap vape dari mulutnya ke udara sebelum menjawab, "Belum, palingan ntar lagi."
Ojan hanya mengangguk-angguk tanda mengerti.
"Gue mau nambah nih, ada yang mau nitip?" tanya Aldi seraya menggoyang gelas kaca yang berada dalam genggamannya. Tanpa bisa menahan, Raka mengernyit jijik.
Diinjaknya kaki Ojan, saat sahabatnya itu hendak menyahut minta dibawakan minuman.
"Jan inget janji lo, ke sini cuman nongkrong, gak ada minum-minum." peringatnya yang hanya dibalas Ojan dengan memutar bola matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aftermath [COMPLETED]
Teen FictionIt's not right yet it feels so good. © 2016 platyswrite