Edited: August, 4th 2019
***
SEMBARI melemparkan senyum kepada beberapa orang yang dilewatinya, Dita menyusuri lorong dengan semangat. Semangat karena hari ini adalah hari pertama ia dapat pulang bersama Adit setelah seminggu yang lalu ia selalu pulang dijemput oleh mamanya.
Dita sangat memaklumi dan tidak pernah komplein sama sekali mengenai keabsenan Adit menghabiskan waktu bersamanya akhir-akhir ini, namun tidak bisa dipungkiri setiap kali kesempatan untuk bertemu itu tiba Dita ingin jingkrak-jingkrak tak keruan rasanya.
Dita menatap ke arah balkon gedung IPS dan menemukan lelaki yang sudah beberapa hari tidak ditemuinya itu berjalan keluar dari kelasnya. Walaupun pandangannya sedikit terhalang oleh teralis yang melindungi lorong dari lapangan basket, Dita tetap senang dan bibirnya sontak melengkung membentuk senyuman.
Seraya terus berjalan, Dita menatap ke arah Adit sesekali. Hingga seorang perempuan yang Dita kenali dari perawakannya adalah Araa, berlari keluar kelas dan mengejar Adit yang tinggal sedikit lagi akan menggapai tangga.
Keduanya terlihat mengobrol akrab dan tak lama kemudian tertawa lepas entah karena apa.Betapa bahagianya Dita melihat pemandangan tersebut. Selama ini, sejujurnya Dita sedikit khawatir. Khawatir pacarnya itu membuat Araa tidak nyaman dengan sifat dinginnya.
Dita tiba di ujung lorong berupa lobby kecil sekolah yang di setiap sisinya terdapat lemari yang menyimpan penghargaan dan piala yang sudah diraih SMA Trisakti selama ini. Gadis yang rambutnya diurai itu menunggu Araa dan Adit yang sedang berjalan ke arahnya dengan senyuman.
"Adit!" panggil Dita ketika Adit dan Araa berjalan melewatinya namun tidak menyadari keberadaannya. Beberapa ekstrakurikuler memang baru pulang, menyebabkan lobby agak sesak.
"Eh, Dita," ucap Adit setelah berbalik dan menemukan Dita berlari kecil ke tempatnya berdiri.
"Hai!" sapa Dita, tersenyum ramah pada Adit dan Araa.
"Kok belum pulang?" kata Adit pada pacarnya itu setelah sesi basa-basi Dita dengan Araa usai.
Mendengar ucapan Adit, kening Dita berkerut, bingung. "Loh, ini hari senin 'kan Dit?"
"Iya?" respon Adit, nadanya bertanya dan sedikit dipanjang-panjangkan.
Sementara di hadapannya, gelombang kebingungan di kening Dita semakin tercetak jelas. "Kita enggak pulang bareng?" cicit Dita akhirnya, entah kenapa kepercayaan dirinya menghilang.
Bagai mendapat ilham, Adit melebarkan pupil matanya sebelum kemudian berseru, "Oh!" yang sedikit mengejutkan Dita dan juga Araa.
"Kamu gak tau ya Ta? Sekarang jadwal Araa belajar ditambah jadi tiga kali seminggu," ucap Adit membuat senyum manis Dita bermetamorfosa menjadi senyum kecut.
"O-oh begitu. Ehm, yaudah gak pa-pa! Waktunya juga udah tipis 'kan ya," respon Dita, susah payah mencoba mengembalikkan moodnya.
Adit membalas senyuman Dita sementara Araa sadar, ada jejak kepura-puraan dalam gerak-gerik Dita. Dita pasti kecewa.
"Eh Dit! Gimana kalo hari ini belajarnya libur dulu? Gue, itu, gue harus jaga Bintang, Bi Santi gak bisa datang hari ini. Lo pulang sama Dita aja ya?" ucap Araa tiba-tiba, merasa tak enak sepenuhnya pada Dita.
"Lho kok gitu? Enggak usah Ra, waktunya tinggal sedikit lho, materinya juga masih lumayan banyak 'kan?" ucap Dita, tetap tak mampu bersikap egois walau secuil dari hatinya bersuka ria mendengar ucapan Araa.
"Iya Ra. Lagian, 'kan jagain Bintang bisa sekalian belajar," timpa Adit.
"Enggak, bukan gitu. Aduh gimana ya, gu—"
KAMU SEDANG MEMBACA
Aftermath [COMPLETED]
Fiksi RemajaIt's not right yet it feels so good. © 2016 platyswrite