Edited: July, 24th 2019
***
MEREBUT bola dengan mulus, Raka membawa bola basketnya ke daerah pertahanan lawan lalu dengan lihai memasukkan bolanya ke dalam ring.
Tepukan terdengar dari beberapa anak yang menonton di pinggiran lapangan. Teman setim yang berada dekat dengan Raka langsung datang mendekat, melakukan tos kemenangan ala lelaki.
"Raka! Gila hebat banget," sambut salah satu teman Raka yang menunggu di bangku cadangan, sesaat setelah pelatih membunyikan pluit tanda berakhirnya permainan.
Raka terkekeh pelan. "Ah, bisa aja lo. Gue gak bisa dipuji lho Do, saltingnya malu-maluin entar."
Setelah itu pelatih datang lalu memberikan hasil evaluasinya mengenai pertandingan yang baru saja terjadi. Iya, selama beberapa minggu ke depan ini, Raka dan segenap tim basket SMA Trisakti akan berlatih intensif demi hasil yang baik pada kejuaraan yang akan segera diadakan. Kejuaraan kali ini cukup penting bagi SMA Trisakti karena selain hadiahnya yang menggiurkan, gengsi pertandingan ini juga cukup tinggi mengingat sekolah-sekolah papan atas Jawa Barat akan turut hadir di dalamnya. Apalagi, rencananya SMA Trisakti-lah yang akan menjadi tuan rumah perhelatan kali ini. Akan memalukan bukan jika mereka kalah di babak-babak awal?
"Kamu mengerti 'kan Raka? Bukan maksud saya permainan kamu tidak bagus, hanya saja kamu masih perlu berlatih untuk menahan emosi," jelas Pak Seno, pelatih basket SMA Trisakti.
Raka mengangguk pelan sebagai jawaban.
Memang, sebagai kapten, terkadang Raka kurang mahir dalam mengatur emosinya. Ia mudah sekali dipancing. Sebagai contoh, tadi Raka bermain melawan seseorang yang tidak begitu disukainya dari kelas sebelah. Lelaki itu pernah terlibat baku pukul dengan Raka. Kejadian itu terjadi tahun lalu saat Raka membela seorang perempuan yang saat itu mengaku sebagai pacar lelaki tersebut menangis dan meminta agar mereka kembali bersama. Tapi lelaki itu malah bertindak tidak sopan dan merendahkan mantan pacarnya di hadapan orang banyak. Raka tidak bisa tinggal diam tentu saja, ia membela gadis itu dan akhirnya harus ditutup dengan adu jotos.
Lelaki yang Raka baru ketahui bernama Randy itu mempermainkan Raka saat bertanding tadi. Ia melempar tatapan-tatapan menantang dan menahan bola dengan cara-cara menyebalkan ketika ia dan Raka duel memperebutkan bola. Raka terbakar emosi dan ingin memukul habis Randy dengan kedua tangannya. Beruntung anggota tim Raka yang lain datang dan merebut bola dari arah yang berbeda.
Pelatih mereka mengetahui masalah ini dari anak-anak yang lain, makanya dia langsung menyimpulkan, permainan Raka yang tak seapik biasanya dipengaruhi oleh keberadaan Randy.
Hal ini jugalah yang ditakuti pelatih. Kalau di pertandingan yang sebenarnya nanti mereka mendapat lawan yang kompetitif, yang rela melakukan segala cara untuk menang dan mereka mengetahui kelemahan Raka ini, maka semuanya bisa menjadi gawat. Apa yang bisa diharapkan dari tim yang kaptennya mudah terbakar emosi?
Pelatih membubarkan timnya setelah selesai memberikan hasil evaluasinya kepada setiap anggota.
Beberapa dari mereka langsung mengganti baju yang sudah basah karena peluh dengan seragam putih abu-abu sementara yang lainnya memilih duduk sebentar di pinggiran lapangan, menunggu lelah yang mereka rasakan sedikit berkurang. Begitu juga dengan Raka.
Bagi Raka bukan sekedar menghilangkan rasa lelah sebenarnya, ia juga masih menunggu Araa yang masih sibuk dengan OSIS-nya. Iya, hari ini mereka akan pulang bersama lagi setelah seminggu belakangan ini keduanya pulang terpisah. Alasannya Araa tidak ada janji belajar dengan Adit hari ini, kata Araa Adit ada urusan keluarga makanya hari ini Araa bebas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aftermath [COMPLETED]
Teen FictionIt's not right yet it feels so good. © 2016 platyswrite