19

6.5K 421 2
                                    

Setelah berpikir cukup lama, akhirnya Raina memutuskan untuk bertemu Adit. Meski dia sedikit lelah karena perjalanan pulang dari Bandung tapi tidak menyurutkan niatnya. Raina harus menyelesaikan masalahnya, dia harus menerima apapun kenyataannya.

Setelah selesai mandi dan berpakaian, Raina segera mengambil kunci mobil lalu bergegas keluar apartemen. Sambil berjalan dia mengeluarkan handphone lalu mencari nomor Adit untuk menelepon, Raina sempat ragu tapi akhirnya dia menekan nomor Adit.

Tidak menunggu lama, Adit menerima teleponnya. Ketika Raina akan mengucapkan sesuatu, tiba-tiba seseorang menarik tangannya.

Aditya kini berada di depannya dan masih dengan posisi menempelkan handphone di telinganya.

"Kamu meneleponku ?" Tanya Adit, dia menaikkan alisnya sebelah lalu menurunkan handphonenya.

Raina mengangguk, kini Adit tersenyum. Dia begitu senang, mengetahui kalau Raina meneleponnya.

"Ada apa kamu meneleponku ?" Tanya Adit antusias.

"Aku ingin berbicara denganmu" Sahut Raina.

Senyuman Adit membuat jantung Raina berdegup kencang. Raina memang benar-benar jatuh cinta kepadanya.

"Kebetulan aku ingin mengajakmu makan malam" Adit kini menuntun tangan Raina agar mengikutinya.

"Aku bisa jalan sendiri" Ucap Raina sembari melepaskan tangan Adit.

"Kita bicara di dalam mobil" Jawab Adit.

_____________________________

"Apa yang ingin kamu bicarakan ?" Adit membuka obrolan, pandangannya masih lurus kedepan sambil mengemudi. Raina yang duduk disampingnya menatap wajah Adit lekat-lekat.

"Kenapa kamu tidak menghubungiku bahkan nomormu juga tidak aktif kemarin ?"

"Maaf, aku memang salah. Aku sibuk saat itu, aku memiliki banyak pekerjaan yang harus diselesaikan sebelum acara ulang tahun Best Group. Aku tidak tahu kalau kamu menghadirinya juga"

"Jadi hanya karena kamu sibuk sampai tidak menghubungiku. Apa jangan-jangan kamu memang sengaja menonaktifkan nomor untuk mengindariku" Raina sedikit emosi sehingga tanpa sadar suaranya meninggi.

"Aku cuma ingin menyelesaikan pekerjaanku secepat mungkin lalu menemuimu. Apa kamu tahu, aku begitu tertekan dengan pekerjaan baru yang sama sekali tidak Aku suka"

Raina menduga kalau Adit senang dengan jabatannya sebagai Presdir Rumah Sakit, tapi ternyata dugaannya salah Adit sama sekali tidak menyukainya.

"Bukannya memang sudah seharusnya kamu menjabat sebagai Presiden Direktur ? rumah sakit itu masih milik keluargamu kan ?" Tanya Raina, dia melihat Adit menatapnya sekilas.

"Dari awal aku tidak menyukainya, sebelum menjadi Presiden Direktur. Kakek dan almarhum ayahku menyuruhku menjadi CEO Best Group tapi aku selalu menolakknya dengan berbagai alasan. Aku hanya ingin menjadi seorang dokter seperti almarhum ibuku tidak lebih. Untungnya Darrel menyelamatkanku, dia yang menerima jabatan itu meskipun dulu umurnya masih muda. Dia saat itu baru lulus kuliah, tapi harus menjadi CEO. Darrel juga sama sepertiku, tidak menyukai dunia bisnis. Tapi apa boleh buat kita tidak punya pilihan lagi"

Raina kini mengerti sifat Adit sedikit demi sedikit, Adit memang bukan tipikal orang yang ambisius.

"Maafkan aku karena mengacuhkanmu, aku hanya tidak ingin kamu menjadi sasaran emosiku karena pekerjaaan" Adit mengelus rambut Raina.

"Apa kamu mempunyai manajemen emosi yang buruk ?" Tanya Raina, Adit terkekeh mendengarnya.

"Aku memang susah mengontrol emosi kalau sedang tertekan, assistenku saja beberapa kali kena marah"

rainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang