5

10.2K 637 6
                                    

"Aku ga mungkin membiarkan seorang wanita pulang sendirian malam malam, apalagi setelah tadi dia pingsan" Ucap Adhit dengan datar. Dia bersikeras ingin mengantar Raina pulang. Meskipun Raina menolaknya. Dan dia juga mengantar Raina sampai depan pintu apartementnya.

"Iya aku mengerti, terima kasih. Aku anggap ini sebagai hutang dan akan kubayar" Raina menunjukan satu plastik obat dan vitamin yang Adhit berikan kepadanya.

"Lupakanlah, aku hanya menolong. Dan itu sudah kewajibanku"

"Tapi aku akan tetap membayarnya, buatku itu hutang dan harus dibayar"

Tiba tiba Adit menatapnya dan tatapan itu membuat Raina salah tingkah. Dia pun mendekatkan wajahnya ke wajah Raina.

"Jadi kamu benar-benar ingin membayarnya ?" Adit masih tetap menatap Raina seakan ingin memakannya.

"Iya, katakan berapa yang harus aku bayar ?" cetus Raina

"Aku tidak butuh uang, kamu cukup datang minggu depan ke Hotel Ascade jam 7 malam. Aku tunggu kamu disana ?"

"Apa ? Hotel ?" Raina kaget dan setengah berteriak lalu mendorong Adit karena menyebut nama salah satu hotel berbintang 5 itu. Adit mengangguk. Kenapa dia malah menyuruhnya ke hotel ? Apa dia laki laki brengsek dan Raina harus membayar dengan apa ? Pikiran aneh muncul di pikirannya.

"Kenapa kamu kaget ? Bukannya tadi kamu keras kepala ingin bayar hutang ?"

"Tapi kenapa harus ke hotel ?" Raina tampak sedikit takut dan wajahnya pun sedikit pucat.

"Kamu ga berpikiran aneh kan ?" Adit menahan senyum melihat tingkah laku Raina.

"Aku.......cuma....." Belum selesai Raina bicara, Adit menyelanya.

"Ada undangan pernikahan disana, dan aku meminta kamu temani aku kesana. Dengan begitu hutang kamu lunas. Baiklah sepertinya sudah terlalu malam, aku akan pulang. Aku tunggu kamu disana" Adhit pun pergi. Entah kenapa Raina jadi malu dengan dirinya sendiri, dia tadi sudah berpikiran aneh. Tapi bukan salahnya juga, kenapa tadi Adhit ga bilang menemani dia ke undangan malah bilang hotel lebih dulu.

"Raina, kamu udah sehat ? Aku seneng banget kamu udah sehat" Dilla terlihat senang dan spontan memeluknya. Akhirnya Raina masuk kerja, dengan begitu bebannya mengerjakan kerjaan Raina hilang.

"Hmmm, Kamu pasti seneng bukan karena aku udah sehat tapi karena kamu ga akan ngerjain kerjaan aku lagi kan ?" Cetus Raina, Dilla pun langsung nyengir.

"Kamu tau aja, hehehe. Eh, ngomong ngomong gimana rasanya di gendong Adit yang ganteng itu ?"

"Apa ? Digendong ? Maksud kamu, Adit gendong aku ?"

"Oh iya, aku lupa . Kamu kan pingsan, mana mungkin inget " Dilla menepuk jidatnya.

"Aku malu banget Dilla, masa bisa bisanya aku pingsan. Padahal seumur hidupku belum pernah pingsan. Ditambah kamu bilang aku digendongnya" Dan Raina masih bersyukur soalnya ketika dia pingsan di parkiran masih sepi jadi ga banyak orang yang melihatnya.

"Udah ga usah malu gitu, lagipula kan ada untungnya kamu jadi bisa di gendong Adit terus di ajak ke apartement nya lagi"

"Dilla ? Jadi kamu tau kalo aku ada di apartement Adhit ? Kok tega banget sih ? Kenapa ga jemput aku ?" Melihat Raina tampak sedikit marah, Dilla langsung membela diri.

"Aku juga awalnya ga tau kalo Adit bawa kamu ke apartementnya. Sampai aku nelepon ke hp kamu dan yang angkat Adit, terus dia bilang kalo kamu ada disana dan ga perlu khawatir"

"Tapi kenapa Adit ga bilang kalo kamu telepon"

"Kayaknya dia lupa kasih tau. Sorry ya Na, tadinya aku yang mau anter kamu, tapi aku ingat kerjaanku belum beres ditambah aku juga handle kerjaan kamu jadinya Adit yang anter. Tapi aku lupa kasih alamat apartement kamu ke dia. Makannya aku telepon kamu, tapi baru di angkat sore-sore dan itu pun sama Adit"

"Iya ga apa –apa kok"

"Aku percaya kok sama Adit, dia baik dan ga mungkin macem macem" Raina langsung protes dalam hati mendengar ucapan Dilla tentang Adit yang menurutnya baik. Pria dingin, cuek di tambah menyebalkan mana mungkin bisa di bilang baik. Kemarin Dilla yang curiga kalo Adit mengambil dompetnya sekarang malah sebaliknya.

"Kemarin kamu curiga sama Adit, terus bilang kalo ganteng aja bukan jaminan. Tapi sekarang kamu percaya dia" Ucap Raina, dan itu membuat Dilla terkekeh.

"Kemarin kan aku belum ketemu langsung sama Adit" Dilla membela diri

Meskipun sudah mulai sibuk dengan pekerjaannya, tapi pikiran Raina masih belum tenang, dia masih harus betatapan dan bertemu lagi dengan Adit dan itu membuatnya khawatir.


     Raina menyandarkan dirinya di sofa, rasanya dia benar benar kelelahan setelah perjalanan dari Bandung, sedangkan Dilla asyik dengan hp nya. Sebenarnya dia berencana pulang minggu depan ke Bandung tapi Ibunya menyuruh pulang jum'at malam karena neneknya harus di operasi dan ingin bertemu Raina. Dan untungnya Dilla mau di ajak ke Bandung, jadi Raina ga khawatir menyetir malam sendirian.

" Kenapa minggu ini banyak sekali yang nikah yah ? Aku lihat di Instagram banyak banget yang posting foto nikahan. Kayaknya bahagia banget yah kalo kita bisa menikah apalagi sama orang yang kita sayang. Giliran kita kapan yah ?" Celetuk Dilla dan dia terlihat masih sibuk dengan hp nya

"Kamu sih enak tinggal tentuin tanggalnya sama Dafa. Kalo aku ? Aku harus cari dulu cowoknya" Jawab Raina sambil terkikik. Raina tau, Dilla galau kalo melihat orang lain menikah soalnya Dilla dan Daffa pacaran udah hampir 6 tahun tapi masih belum ada kejelasan hubungan yang lebih serius. Mungkin karena Daffa masih belum selesai kuliah S2 nya. Menikah ? Tiba tiba Raina teringat sesuatu ?

"Astaga, Dilla aku lupa !!!???!!!" Raina langsung panik dan bangun dari sofa langsung menuju kamar mandi.

"Kenapa sih kamu Na ? Bikin kaget aja " Dilla pun refleks berdiri dan menyimpan hp nya.

"Jam berapa ini Dill ? Aku lupa ada janji sama Adit jam 7 malam"

"Sekarang jam 5 sore. Adit ? Janji kemana ?" Dilla menatapnya curiga

"Nanti aku jelasin, aku mandi dulu ya"

     Setelah selesai mandi Raina bergegas ke kamarnya untuk mencari baju yang pas. Dilla terus bertanya penasaran. Akhirnya Raina pun bercerita, dia tau sahabatnya pasti terus bawel kalo dia belum cerita. Raina dan Dilla sibuk memilih baju yang pas, setelah hampir memakan waktu hampir 1 jam akhirnya pilihan jatuh ke sebuah dress selutut tanpa lengan berwarna broken white. Menurut Dilla itu yang paling pas dengan warna kulit Raina yang putih, sebenarnya Raina ga terbiasa memakai baju agak terbuka. Tapi menurut Dilla itu tidak seseksi yang dia bayangkan akhirnya Raina memakainya.

"Baiklah, biar aku yang dandanin kamu Na, aku yakin kamu pasti ga bisa make up" Raina menganguk sambil tersenyum. Dia yakin kalo Dilla emang jago dandan, dan dia bersyukur Dilla ada disini jadi dia sedikit tertolong.

Raina membuka matanya yang baru saja diberikan eye shadow, eye liner, dan mascara. Dia masih menatap cermin tidak percaya, ini seperti bukan dirinya.

"Cantik kan ?" Tiba tiba suara Dilla membuat Raina kaget. Raina mengangguk senang.

"Udah jam setengah 7 nih, aku berangkat dulu ya Dil, makasih buat make up nya. Aku rasa kamu cocok jadi make up artist" Raina bergegas pergi dan dia juga terpaksa memakai high heels yang Dilla pilihkan untuknya.

"Semoga Adhit menyukainya" Teriakan Dilla itu membuat jantung Raina berdegup. Kenapa cuman mendengar namanya bikin jantungnya dag dig dug. Apa Adhit menyukai dandanannya ? Gumannya dalam hati.

     Raina tiba di Hotel Ascade jam 7 lewat 5 menit, dia terlambat karena terjebak macet di jalan. Suasana Hotel sudah ramai, sesekali Raina memperhatikan orang orang yang sepertinya juga akan ke undangan pernikahan tersebut. Mereka sepertinya bukan orang dari kalangan biasa, bahkan Raina sempat melihat sejumlah pejabat dan artis artis ke datang ke acara itu. Raina melihat kembali penampilannya dari ujung kaki sampai rambutnya. Mungkin dandanannya tidak sebanding dengan mereka.

     Setelah tidak menemukan sosok Adit diantara tamu yang datang, Raina mencoba meneleponnya. Tapi tidak diangkat. Raina pun putus asa, dan memasukan hp nya kembali ke dalam clucthnya. Dia ga mungkin masuk ke dalam karena dia ga pegang undangannya. Mungkin lebih baik dia pulang. Lagipula ini sudah hampir jam 8 malam. Apa Adhit sengaja mengerjainya ? pikir Raina.

rainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang