28

5K 345 4
                                    

Sudah dua hari ini Raina hanya berdiam diri di apartemen, semenjak kepulangannya dari London dia merasa malas melakukan apapun. Hari libur hanya dia habiskan dengan menonton tv meskipun kadang dia tidak suka dengan acaranya, setidaknya suasana apartemennya tidak sepi karena ada suara dari televisi.

Raina masih ragu-ragu menatap sebuah kantong kertas berwarna silver di depannya, niatnya ingin membuka kantong itu dia urungkan.

"Pria bernama Adit tadi datang kesini, sepertinya dia mencarimu. Dan dia juga meletakan ini di depan pintu kamar kamu" Ucapan Reno saat di London kembali Raina ingat.

Adit sengaja meninggalkan itu di depan kamar hotel Raina saat di London, Raina sebenarnya penasaran dengan isi kantong tersebut. Tapi Raina masih ragu-ragu untuk membukanya. Ternyata Adit memang serius dengan ucapannya saat itu tentang hubungan mereka. Adit benar-benar mengakhirinya.

Saat di London Raina berusaha menelepon Adit tapi dia tidak mengangkatnya dan ketika Raina kembali menelepon nomornya sudah tidak aktif, bahkan sampai sekarang. Raina memejamkan mata dan memijat pelipisnya karena merasa sedikit pusing.

Kenapa Adit sama sekali tidak memberikan kesempatan Raina untuk menjelaskan yang sebenarnya. Batin Raina.

Bel pintu apartemen berbunyi, dengan langkah malas Raina menuju pintu, melihat siapa yang datang. Meskipun rasanya tidak mungkin, tapi Raina masih berharap Adit yang datang.

"Raina, kamu keterlaluan" Dilla langsung masuk ketika Raina baru membukakan pintu.

"Kenapa kamu ga bilang kalau udah pulang" Cerocos Dilla.

Dilla berhenti berbicara ketika melihat raut wajah Raina dan matanya yang sembab.

"Kamu kenapa Na ?" Tanya Dilla.

Raina tidak bisa menahannya lagi, melihat Dilla dia jadi ingin menumpahkan kesedihannya. Dilla memeluk Raina yang menangis terisak.

_______________________________

Adit duduk sendirian di sebuah bar terkenal sambil meneguk segelas wine. Entah sudah berapa banyak dia meminumnya tapi tetap saja tidak mampu melupakan masalahnya, dia masih mengingat Raina.

"Sangat aneh melihatmu ada disini" Tiba-tiba Darrel datang dan duduk di samping Adit.

Adit menoleh sekilas dan tidak menghiraukan Darrel, dia kembali menuangkan wine ke dalam gelas tapi dengan cepat Darrel mengambilnya lalu meminum wine milik Adit.

"Hentikan, kamu tidak biasa minum" Sahut Darrel.

"Bukan urusanmu" Adit menatap dingin Darrel.

Darrel tahu kalau sekarang Adit sudah mabuk. Dia tidak ingin Adit tidak sadarkan diri, karena Darrel paham betul kakak sepupunya itu tidak biasa minum.

"Apa masalahmu sampai kamu mabuk seperti ini ? Apa gara-gara Raina ?" Tanya Darrel asal.

Ternyata pertanyaan asal Darrel memang benar, Adit meracau menceritakan masalahnya dengan Raina.

"Dasar payah" Guman Darrel melihat keadaan kakak sepupunya itu.

Kepala Adit terasa pusing, dia mencoba mengingat kembali apa yang terjadi sampai dia bisa merasakan sakit kepala seperti ini. Dengan langkah gontai, Adit menuju dapur untuk mengambil air putih di dalam kulkas.

Mata Adit terbelalak kaget ketika melihat Darrel sedang tertidur di sofa ruang tv. Dia menghampiri Darrel dan membangunkannya.

"Kenapa kamu membangunkanku, aku masih mengantuk" Ucap Darrel.

"Kamu selalu seenaknya masuk ke dalam apartemenku" Sahut Adit tidak mau kalah.

"Apa kamu tidak ingat, semalam aku yang membawamu kesini. Kamu begitu menyusahkan hingga aku harus mengantarmu pulang. Lebih baik kamu tidak usah minum kalau akhirnya akan menyusahkan orang lain"

Adit terdiam sesaat sambil mengingat. Benar, semalam dia pergi ke bar dan minum sangat banyak. Adit memang tidak biasa minum sehingga dia mudah tidak sadarkan diri ketika banyak minum.

"Lebih baik kamu selesaikan masalahmu dengan Raina dan dengarkan penjelasannya. Kalau kamu terus bersikap seperti ini kamu benar-benar egois" Ujar Darrel.

Lagi-lagi Adit merasa dirinya sial, pasti gara-gara dia mabuk membuat dirinya meracau tentang masalahnya dengan Raina.

"Tidak ada yang perlu aku selesaikan lagi dengan Raina. Hubungan kita sudah berakhir" Ucap Adit datar.

"Kamu masih mencintainya bukan ?" Tanya Darrel.

"Berhentilah mencampuri urusanku Darrel, dan lebih baik kamu cepat pergi sebentar lagi aku akan pergi kerja"

"Aku sudah bilang ke Pak Wira, hari ini kamu sakit jadi tidak bisa bekerja" Ucap Darrel santai.

Adit benar-benar kesal dengan sikap adik sepupunya itu. Kenapa dia selalu ikut campur.

"Darrel kamu benar-benar keterlaluan" Ucap Adit geram.

"Baiklah, aku akan pulang. Hari ini aku harus berangkat ke Tokyo. Bye"

Belum sempat membuka pintu, langkah Darrel terhenti dan menoleh ke belakang lalu menyampaikan sesuatu kepada Adit.

"Oh iya, aku hanya ingin mengatakan kalau kamu harus mendengarkan penjelasan dari Raina terlebih dahulu sebelum membuat keputusan. Kamu tidak boleh egois" Ucap Darrel lalu pergi keluar dari apartemen Adit.

Harus Adit akui, meskipun Darrel usianya lebih muda tapi dia sudah bisa berpikiran dewasa. Bahkan Darrel sering menasehatinya, ketika hubungannya dulu dengan Anna. Darrel lah yang memberitahu Adit agar hati-hati karena mungkin saja Anna selingkuh, tapi Adit tidak mempercayainya. Ternyata memang semua kesimpulan Darrel terbukti. Darrel memang memiliki kemampuan untuk memahami pribadi seseorang.

Adit memikirkan kata-kata Darrel yang menyebut dirinya egois. Apa memang dirinya egois ? Adit memang sama sekali tidak memberikan kesempatan untuk Raina menjelaskan semuanya dan malah mengambil keputusan sendiri untuk mengakhiri hubungan mereka.

Tapi Adit kembali meralat pemikirannya tadi. Bukankah itu keputusan yang seharusnya dia ambil. Raina mungkin lebih mencintai Yoga di bandingkan dirinya, jelas-jelas Adit membaca semua isi hati Raina di dalam diary. Dan ketika di London Raina dan Yoga bertemu bahkan Raina berada di apartemen Yoga. Semua itu bukankah sebuah bukti yang kuat dan Adit tidak perlu penjelasan lagi dari Raina.

_______________________________

"Selamat siang, apa saya bisa bertemu dengan Pak Aditya ?" Dengan perasaan yang gugup Raina mencoba datang ke rumah sakit tempat Adit bekerja.

Dia harus menjelaskan semuanya kepada Adit. Raina mencintai Adit, dan seharusnya Adit mendengarkan penjelasan darinya kalau memang Adit mencintai Raina juga.

"Maaf mba, untuk bertemu Bapak Aditya anda harus membuat janji terlebih dahulu" Ucap resepsionis ramah.

Benar, Raina lupa kalau Adit adalah orang penting di rumah sakit ini. Dia tidak bisa bertemu sembarangan orang apalagi tanpa membuat janji terlebih dahulu.

"Oh, terima kasih ya" Raina pun terpaksa harus mengurungkan niatnya bertemu Adit.

Raina menuju pintu lift dengan lemas sambil membawa kantong berwarna silver yang Adit berikan untuknya. Sampai saat ini Raina belum mengetahui isinya.

Pintu lift terbuka dan betapa terkejutnya Raina ketika melihat Aditya ada di dalam lift. Baru melihat wajah Adit saja sudah membuat Raina senang, sudah seminggu berlalu dan sekarang Raina baru bertemu lagi Adit. Ada suatu perasaan lega dalam dirinya terlebih lagikini Adit tersenyum kepadanya. Raina mengerjapkan matanya, apakah dia tidak salah lihat ? Raina takut ini hanyalah mimpi, tapikalaupun ini hanya sebuah mimpi Raina tidak ingin terbangun.

rainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang