Jakarta, 18 Juli 2010
Hari ini, jadwal ku untuk mampir ke rumahmu. Kamu menjemput ku dirumah tepat pukul 7 pagi, dan dengan keadaan belum mandi. Katamu, kamu hanya sempat cuci muka dan sikat gigi saja, karena Tante Renata sudah sangat cerewet menyuruhmu menjemput ku.
Maka itu, dengan hanya mengenakan celana pendek tidur beserta kaos oblong berwarna hitam mu, kamu terpaksa membawa motor matic kesayanganmu ke rumahku.
Semilir angin pagi menemani kita, yang sedang menyusuri jalanan komplek perumahan. Belum banyak kendaraan yang lewat, mungkin karena hari ini hari Sabtu. Lebih banyak yang memilih untuk bangun siang hari.
Motor matic mu berhenti di depan pagar rumahmu yang tinggi menjulang.
"Aduh Raina, si Rei tante suruh jemput kamu dari subuh susah banget di bangunin."
Tante Renata memelukku, sedangkan aku hanya bisa tertawa cekikikan mendengar perkataannya.
"Ya menurut mama aja, aku nyulik anak orang subuh-subuh. Untung nggak ada om Revan, kalo ada mah udah disidang kali aku jemput anaknya pagi-pagi begini."
Kamu mengoceh terus sambil menaiki tangga menuju kamarmu.
"Ah dia nya aja yang males. Yuk Na, hari ini kita bikin kue lagi."
Gumam Tante Renata setelah punggungmu menghilang ke lantai atas.
"Hana belum bangun jam segini, semalam dia maraton film apa gitu."
Aku hanya mengangguk sambil mengikuti langkah kaki Tante Renata ke dapur.
"Eh iya! Kita belum sarapan ya? Lupa tante,"
Tante Renata cengengesan. Ini salah satu kebiasaan Tante Renata, pelupa. Kadang kamu saja bisa kesal dengan kebiasaannya.
"REI! NATA! BANGUN DONG AYO SARAPAN!"
Teriakan menggelegar Tante Renata memenuhi rumah.
"Kamu bangunin Rei deh, Na. Dia nggak mempan sama teriakan tante."
Titah Tante Renata saat Nata turun dengan wajah mengantuknya.
Aku menurut, menaiki tangga, menyapa Nata. Lalu ke lantai dua, menghampiri kamar paling pojok.
Tok tok tok
Aku mengetuk pelan.
"Rei bangun!"
Seruku. Sebenarnya bisa saja aku langsung masuk kedalam kamarmu. Beberapa kali Orang tuamu, bahkan dirumah sendiri yang menyuruhku langsung masuk. Tapi aku sedikit enggan, masuk kedalam kamar ayah saja aku jarang.
"Masuk aja, Na."
Suara serak mu menyahut, suara khas orang bangun tidur.
Dengan perlahan ku dorong pintu kamar mu. Untuk ukuran laki-laki, kamar mu masuk kedalam kategori kamar yang rapi. Sangat rapi untuk laki-laki, dan lumayan rapi untuk perempuan.
"Eh iya! Jadi masuk kampus mana? Nggak cerita-cerita kan, cuma ngasih tau doang kalo kamu lulus!"
Aku duduk disisi ranjangmu. Sedangkan kamu masih tidur tengkurap di atas ranjang.
"Nanti ajaaa."
"Ah nanti-nanti mulu. Waktu itu pas daftar aja di rahasia-rahasia segala."
"Duh bawelnya kayak mama mulai kan."
Dengan malas kamu bangun, duduk sambil menyender di kepala ranjang. Tanganmu meraih laptop yang ada di meja samping ranjang.
Setelah mengetik ini-itu, kamu meletakkan laptop itu di pangkuan ku.
"Klik enter aja."
Aku menurut. Lalu terlihat tanda loading di jendela web.
Nama. : Reinaldi Gautama
NISN : 9950205401
Sekolah : SMA Harapan BangsaSelamat, Anda dinyatakan lulus SNMPTN 2010
Program studi di mana anda diterima dalam SNMPTN 2010 adalah
PTN : INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
Program Studi : SEKOLAH ARSITEKTUR, PERENCANAAN, DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN (SAPPK)Aku menutup mulutku dengan tidak percaya. Reinaldi yang ini lolos SNMPTN. Iya, Reinaldi yang anak IPA tapi mental anak IPS.
"WUH! BANDUNG! CIE! SELAMAT REI!"
Kamu hanya tertawa, sedangkan aku sudah melonjak kegirangan.
"Surprise banget nggak nih?"
"Banget!"
Tidak tahu kenapa ya, tapi rasanya senang sekali. Padahal kamu yang lolos, tapi aku malah merasa menjadi proud mother.
Aku melingkarkan tangan ku di sekeliling bahu mu.
"Terus reaksi papa sama mama gimana?"
Kamu balas melingkarkan tanganmu di pinggang ku. Lalu kepalamu direbahkan di bahu ku.
"Mama mah langsung seneng, girang banget peluk-peluk aku. Papa cuma ngomong 'Ini masih awal Reinaldi'. Kalo Nata jangan ditanya, bodo amat!"
Aku tertawa. Nata, adik kecilmu itu memang terlihat cuek. Tapi aku yakin, dia pasti bangga dengan abangnya ini.
"Jadi nanti kamu nge-kost dong?"
"Rei-nya susah dibangunin ya, Na–"
Pintu kamarmu terbuka. Dengan cepat aku melepaskan pelukan ku dan berdiri dari ranjang. Raut wajah Tante Renata berubah bingung saat masuk, mungkin bingung dengan wajahku yang memerah.
"Ah mama ganggu aja nih!"
"Eh eh! Kamu abis ngapain Raina ini, muka nya kenapa merah gini."
"Kayak nggak pernah muda deh si mama,"
"REI JANGAN ANEH-ANEH YA KAMU!"
Mendengar teriakan Tante Renata, aku hanya bisa menutup wajahku dengan tangan.
Kalau bisa, tenggelamkan saja aku sampai ke dasar laut.