Ulang Tahun dan Pulang Naik Motor

2.3K 167 0
                                    

Jakarta, 27 November 2008

Hari Kamis.
Hari ini sedang diadakan gladi bersih untuk pensi yang akan diadakan hari Sabtu nanti. Sekolahku sedang sibuk-sibuknya mempersiapkan segala sesuatu. Mulai dari tata panggung, sound, dan pengaturan cahaya serta berbagai hiasan.

Aku hanya duduk di depan kelas bersama Gina. Pelajaran kosong seharian ini, karena para guru juga sibuk untuk lusa nanti. Kamu lewat di depanku.

Sepuluh kali. Kamu sudah lewat didepanku sebanyak sepuluh kali. Dari ruang OSIS ke lapangan atau dari lapangan ke ruang OSIS, seperti itu terus berulang. Aku menatap punggungmu yang kembali menjauh. Bagian belakang seragammu terlihat basah oleh keringat.

"Eh Reza, itu speaker nya lo check ulang. Terus bilangin Edgar tunggu disana, gue mau telpon teknisi nya dulu."

Kamu lewat lagi di depanku. Tapi kali ini kamu berhenti, lalu duduk di sebelahku yang kebetulan kosong. Aku memberikan botol air mineral yang tadi kamu titip padaku.

"Aduh encok gue,"

"Lemah lo, gitu doang capek."

Gina meledekmu. Sejak kedekatan kita, kamu juga menjadi dekat dengan teman-temanku dan begitupun aku dengan teman-temanmu.

"Enak aja bilang gue lemah!"

Bantahmu, tidak terima di bilang lemah oleh Gina.

"Ye si anjing malah enak-enakan disini, mepet teruss!"

Gavin, temanmu, menghampiri kita. Lalu menoyor kepalamu.

"Ganggu lo nyet."

"Eh iya Na, lo nggak kasih Rei kado?"

Kado?
Aku mengerutkan keningku. Hari ini, hari ulang tahunmu?

"Apaan sih lo nyuk! Kagak kok Na, kagak minta kado."

Aku jadi merasa tidak enak karena tidak tahu hari ulang tahunmu. Salahku juga sih, yang tidak pernah bertanya.

"Happy birthday Rei!"

Kamu tersenyum, lalu menyambut uluran tanganku.

"Makasih Raina."

"Udah udah, lepas kali! Itu urusin teknisi dulu–"

"Duluan Na, bacot anaknya kalo dibiarin. Ntar pulang tungguin gue,"

Dan kamu berlalu lagi. Meninggalkan aku yang masih harus mengontrol detak jantungku sendiri.

Waktu berlalu sangat lambat. Sampai akhirnya waktu menunjukan pukul 12 siang, dan wali kelasku baru mengumumkan kalau hari ini kita pulang cepat.

Gina sangat bersemangat, gadis itu selalu suka dengan hal 'pulang cepat'. Katanya agar dia bisa tidur lebih cepat. Tidak heran lagi aku mendengarnya.

"Gue pulang duluan Na, dah!"

Sekarang tinggal aku sendiri. Aku melangkah kearah lapangan, lalu berhenti di pinggir lapangan. Mataku mencari sosokmu di tengah-tengah ramainya panitia pensi di lapangan.

Ah itu kamu! Kamu sedang berjongkok di atas panggung, sedang mengobrol dengan seorang gadis yang aku tahu siswi seangkatanmu, kakak kelasku.

Kamu terlihat mengobrol, sesekali tertawa.

Sebelum kamu berdiri, kamu mengacak rambut gadis itu. Hal itu membuatku terdiam. Biasanya kamu melakukan hal itu padaku. Rasanya ada yang aneh saat aku melihat kamu melakukan hal yang sama pada orang lain.

Akhirnya aku hanya memilih duduk di lobby depan sekolah, menunggumu selesai. Aku hanya memberitahumu lewat pesan singkat.

Suara gaduh serta gelak tawa segerombol orang terdengar dari lorong sekolah. Sekolah yang sudah sepi, membuat suara itu lebih bergema.

"Raina nungguin siapa?"

"Nungguin Rei dong, pake nanya segala lo."

"Hm.. Rei banyak ya gandengannya."

Aku menoleh. Kamu hanya memutar matamu malas mendengar perkataan teman-temanmu.

"Yuk Na!"

Kamu berjalan disebelahku sambil memutar kunci motormu. Tiba-tiba aku teringat perkataan Gavin, aku belum terpikir mau membelikan kado apa untukmu.

"Rei mau kado apa?"

Langkahmu terhenti tepat di samping motormu. Kamu menggeleng sambil tersenyum.

"Serius mau kado apa? Nanti Raina beliin."

Kamu berpikir sejenak.

"Gue lagi nggak mau apa-apa sih. Tapi kalo lo maksa,"

Kamu menggantungkan ucapanmu, sambil tersenyum misterius. Membuat aku sedikit menyesali keputusanku.

"Lo pulang bareng gue."

"Kan biasanya udah bareng–"

"Tapi naik motor."

Mataku melebar mendengar perkataanmu. Bukan, bukan karena aku memiliki trauma dengan motor. Tapi duduk berdekatan denganmu di motor, membuat aku berpikir berulang-ulang untuk menerima tawaranmu.

Tapi ternyata otakku tidak memperdulikan hatiku yang sudah berdebar kencang. Dengan tidak sopan, kepalaku mengangguk menyetujui ajakanmu.

"Deal?"

CURSORY [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang