Punclut

1.7K 140 0
                                    

Bandung, 20 Maret 2010

Saat kelas 9 SMP, aku pernah bilang kepada Mama. Kalau sudah besar nanti, aku ingin tinggal di Bandung. Jauh dari hiruk-pikuk Kota Jakarta.

Tidak tahu mengapa, tapi aku suka Bandung. Walaupun udaranya sudah tidak sedingin dulu, tapi tetap sejuk dan aku suka.

Nantinya aku ingin membangun rumah di Lembang. Memboyong ayah dan mama kesana, agar hari tua mereka tenang.

Tapi sekarang, aku hanya akan mengajak ayah. Karena mama sudah berada di tempat yang jauh lebih tenang dari Lembang.

Karena kecintaan ku pada Kota Bandung, aku langsung bersemangat saat seminggu lalu kamu bilang akan mengajakku ke Bandung.

Kemarin, setelah pulang dari pendalaman materi mu, kamu mampir ke rumah. Meminta izin pada ayah untuk mengajakku ke Bandung. Dan ayah setuju! Setelah tahu kamu sudah memiliki SIM.

Dan disini kita sekarang.

Bandung here we go!

Kamu duduk dibelakang kemudi, menggumamkan lirik lagu dari radio. Mobil ,yang berhasil kamu pinjam dari papa mu, melaju sepanjang Jalan Dago.

Waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore, kamu sengaja berangkat pada siang hari agar bisa sampai pada sore hari di Bandung.


Setelah tiga kali mampir di restoran untuk makan dan masuk ke beberapa outlet, sekarang kamu mengarahkan mobilmu ke jalan yang sudah sangat aku hafal akan berakhir dimana.

Karena tiap akhir tahun, setelah bermalam di puncak. Esok hari sebelum kembali ke Jakarta, ayah selalu menyempatkan kami ke Bandung. Entah hanya sekedar jalan-jalan, maupun untuk ke Punclut.

"Ngapain kesini? Udah malem ih, Senin kamu juga UN."

"Refreshing dulu, sebelum stress UN, Na."

Senyum bodohmu mengakhiri kalimatmu. Kamu memarkirkan mobil di sebuah lapangan yang luas.

Tanganmu menjangkau jok belakang mobil, mengambil dua sweater berwarna putih dan abu-abu.

"Yuk turun!"

Hawa dingin Kota Bandung di malam hari, menyentuh kulit jemari tanganku yang tidak tertutup.

"Duduk disana bentaran, sejam dua jam kita balik. Kata Reza disini tuh bagus, bisa liat Bandung dari atas."

Aku menurut, mengikuti langkah kakimu lalu duduk diatas rerumputan.

"Mau minum apa?"

"Kopi hitam aja deh."

"Yakin kopi? Ntar nggak bisa tidur lagi,"

"Ya nggak apa-apa begadang, seminggu libur ini."

Kamu memutar matamu malas. Mengusap puncak kepalaku, sebelum berbalik menghampiri salah satu warung. Tak lama setelahnya, kamu kembali dengan membawa dua gelas bening. Yang satu kopi hitam kita berdua.

CURSORY [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang