Jakarta, 14 Agustus 2016
Hujan mengguyur Kota Jakarta hari ini. Walau hujan lebat di Minggu Siang ini, tidak mengurangi hiruk-pikuk area Parkir Timur Senayan.
"Raina sini!"
Yang dipanggil itu menoleh, sedikit menaikkan tudung kepala jas hujan yang menutupi matanya.
"The 1975 bentar lagi main! Jalan nya cepetan ih!"
Raina mempercepat langkah kakinya, menghindari beberapa orang yang sedang menonton band yang sedang bernyanyi diatas panggung sana.
Sekarang sudah hampir jam 9 malam. Raina beserta teman-teman nya sudah berada di We The Fest sejak siang tadi. Rasa lelahnya terbayar dengan melihat band favoritnya bernyanyi di atas panggung sana.
Raina berteriak histeris saat The 1975 naik ke atas panggung. Gadis itu menikmati tiap musiknya, bernyanyi bersama-sama temannya. Badannya bergerak mengikuti irama lagu.
"Besok pada bolos kerja nih!"
Raina tertawa mendengar gurauan Gilang, teman kantornya. Gilang, Rieza, Rizal, Naomi, Mika, dan Anas. Teman dekat Raina, sejak hari pertama gadis itu bekerja.
Naomi, Mika, Anas, serta Raina berangkulan di tengah-tengah keramaian orang-orang yang juga sedang menikmati musik.
"Don't you wanna take me up in the clouds,
Pretend that I'm the one and you can show me about,
She was talking marriage so we had to get out,
Now he's making up for it by sleeping about..The ultimatum's a ridiculous joke..
I'm gonna pick the option that allows me to smoke..
But I'm alright, yeah it's alright..Yeah so far, it's alright, alright, baby..
Yeah so far, it's alright, alright, baby..
Yeah so far, it's alright, alright, baby..
Yeah so far, it's alright, alright, baby.."Tawa mereka pecah, masih dengan menyanyikan lirik lagu itu. Setelah lelah bernyanyi Raina menyingkir, ingin membeli minum sebentar.
"Gue temenin, Na."
Gilang dan Raina jalan bersisian, sambil mengobrol tentang band-band yang sudah mereka lihat sejak siang tadi.
"Eh sorry-"
Bahu gadis itu tertabrak, membuatnya sedikit limbung. Untung saja Gilang dengan sigap menahan siku gadis itu.
Raina duduk di salah satu booth makanan, mengambil beberapa botol air mineral lalu membayarnya.
"RAINA!"
Langkah kakinya terhenti, gadis itu mengeratkan pelukannya pada kantong plastik berisi botol air mineralnya.
"Kenapa berenti, Na?"
"A-ah nggak apa-apa, yuk!"
***
Pintu keluar padat dipenuhi orang-orang yang sudah bersiap untuk pulang. Pukul 10 malam, Raina beserta teman-temannya memilih untuk pulang. Karena besok mereka harus kembali ke kantor.
"Makan dulu nggak?"
"Di dalem ada sushi tadi. Mau makan di situ dulu?"
Raina duduk di kursi paling pojok, membolak-balik buku menu memilih sushi apa yang akan mereka pesan. Para lelaki berpamitan keluar untuk menghisap rokok mereka di luar.
Setelah memesan makanan, gadis-gadis itu mengobrol. Membahas foto-foto yang mereka ambil dari kamera mereka masing-masing tadi. Membahas lagu-lagu serta para personil band.
"Sayang banget ya The 1975 nggak bawain lagu fallingforyou."
"Iyaa tuhh, padahal biar bisa galau bareng kita!"
Rintik hujan masih turun, hanya setetes kecil. Membuat udara malam itu bertambah dingin. Raina sudah mengganti jas hujannya dengan hoodie oversized berwarna putih kebanggaannya.
"Panggilin Gilang, Rieza, sama Rizal Na,"
Raina beranjak dari kursi nya, keluar dari booth makanan itu dan mencari-cari sosok teman-temannya.
Di ujung sana, tidak jauh dari panggung yang masih menampilkan The 1975. Raina menemukan sosok Gilang, yang tinggi menjulang. Dengan sedikit berlari gadis itu menghampiri mereka, lalu menepuk pundak Gilang dan Rizal bersamaan.
"Nyebat mulu lo pada,"
"Bawel deh kayak emak-emak."
"Ish, Ijal suka begitu. Di panggil Naomi tuh lo pada,"
Raina mengedarkan pandangannya, menatap temannya satu persatu. Sampai akhirnya tatapannya bertemu dengan bola mata hitam yang familiar.
Gadis itu baru menyadari, kalau disana bukan hanya ada ketiga teman lelaki nya. Tapi ternyata ada tiga laki-laki lain yang sedang berbagi tempat sampah untuk membuang puntung rokok dan ketiga laki-laki itu menatapnya terkejut.
"Raina?"
Raina membeku ditempat. Matanya bertatapan lurus dengan mata itu, mata yang lima tahun lalu terakhir dilihatnya. Mata yang menatap nya dengan tatapan sendu, dan senyum kecil di bibirnya.
"Ini beneran Nana?"
Gadis itu mengalihkan pandangannya. Menatap Reza dan Gavin bergantian, walau hanya disinari dengan lampu seadanya Raina yakin kalau itu mereka.
"Kalana?"
Raina semakin linglung mendengar suara familiar itu, suara yang sedikit berbeda dari lima tahun lalu. Lebih berat dan terkesan lebih dewasa.
Laki-laki ini yang dulu menyakitinya. Cinta pertamanya dan patah hati pertamanya, pula. Dengan ragu, Raina kembali menatap laki-laki itu, laki-laki yang masih dengan kurang ajarnya memanggil Raina dengan nama itu.
Reinaldi Gautama, how's your life? Since the last day I saw you, since the day we broke up. You happy, right?