Hal Tidak Terduga

1.9K 145 0
                                    

Jakarta, 24 Desember 2008

Jam di dinding menunjukkan pukul 8 malam. Hari ini malam natal, dan aku hanya duduk di sofa ruang rawat mama.

Sudah hampir dua minggu mama dirawat. Belum ada kejelasan juga dari ayah. Dua hari terakhir ini mama tidak sadar. Dan aku sedang duduk berhadapan dengan ayah.

Dua minggu terakhir ini banyak perkiraan yang ada di kepalaku, tentang penyakit mama. Tiga hari setelah mama dibawa kerumah sakit, aku baru diizinkan ayah kesini.

Keadaan mama membuat segala prasangka yang pernah terpikir olehku kembali menghantui ku.

Mama semakin kurus. Dan mama mengenakan menutup kepala.

Dan ketakutan serta segala pertanyaan yang ada di kepalaku terjawab malam ini.

Mama sakit. Sakit parah. Yang mungkin tidak bisa disembuhkan. Karena baru diketahui saat sudah stadium akhir.

Aku bisa melihat raut sedih ayah. Lingkaran hitam ada dibawah mata ayah. Ayah pasti kurang tidur.

"Jadi, yang waktu itu kamu dengar tentang perceraian. Itu keinginan mama kamu. Ayah juga nggak ngerti sama jalan pikiran mama kamu.

Yang ayah yakini, mama kamu nggak mau kamu jadi sedih karena penyakitnya."

Jelas ayah. Aku hanya diam. Rasanya dadaku terhimpit sesuatu yang keras, sampai akhirnya aku susah bernafas.

"Sakit apa?"

Aku bisa mendengar suaraku sendiri, yang pelan dan bergetar.

"Kanker Endometrium."

Kepalaku sedikit pusing. Jenis kanker yang belum pernah ku dengar. Aku menautkan kesepuluh jemariku.

"Kok bisa sih, yah?"

"Ayah juga nggak tau, nak."

Lelehan air mata akhirnya jatuh di pipiku. Aku mengusapnya pelan. Dengan suara pelan aku berpamitan keluar sebentar.

Lorong rumah sakit sudah dihiasi dengan berbagai hiasan natal. Tidak banyak yang berlalu lalang di lorong depan kamar rawat mama.

Aku merapatkan jaket ku. Hujan turun malam ini, meninggalkan titik-titik air hujan di kaca jendela rumah sakit. Aku merogoh ponselku, lalu menyentuh angka tiga.

Nada sambung terdengar. Pada dering ketiga, kamu sudah mengangkat teleponku.

"Hai, gimana?"

Kamu menyapaku dari seberang sana. Tapi, mendengar suaramu, air mataku malah semakin banyak.

"I don't know what should I do right now."

"Kenapa Kalana?"

Isak tangis ku tidak bisa ku tahan lagi. Akhirnya aku menangis. Kamu diseberang sana diam.

Kamu terlalu mengerti tentang ku, Rei. Kamu tahu kalau yang aku butuhkan sekarang ini hanya seseorang yang mau mendengarkan ku.

"Mama sakit, Rei."

Akhirnya aku bisa mengatakan hal itu, setelah beberapa menit harus berusaha meredakan tangis ku.

"Sakit apa?"

"Kanker Endometrium. Aku nggak tau itu kanker yang gimana. Tapi kata ayah, mama udah stadium akhir. What should I do, Rei?"

"Aku kesana ya?"

"Nggak usah, udah malem."

"Ya udah. Besok aku kesana. Sekarang kamu tenangin pikiran kamu dulu, abis itu tidur. Besok kita omongin, okay?"

Kamu tahu Rei? Malam ini, aku malah tidak bisa tertidur. Mataku terus terbuka, banyak macam pikiran yang ada di kepalaku. Aku tidak sabar menunggu besok. Sampai akhirnya kita bertemu.

CURSORY [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang