Jakarta, 25 November 2008
Musim hujan. Hujan kembali turun siang ini. Pelajaran terakhir baru selesai sepuluh menit yang lalu, tapi hujan menahanku untuk tetap di sekolah. Di sebelahku ada Gina, teman baikku sejak SMP. Gadis itu menatap tiap tetes hujan dengan kesal."Aduh, pake hujan segala sih. Padahal mau pulang cepet gue,"
Aku mengangguk setuju. Rencananya hari ini aku mau pulang cepat, untuk mengerjakan tugas yang sudah menumpuk. Aku melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kiriku.
Kepalaku menoleh ke kanan dan kiri, melihat keadaan disekelilingku. Aku menemukan dirimu sedang berjalan kearahku. Kamu sedang asik mengobrol dengan teman-temanmu, entah apa yang di bicarakan temanmu dan kamu tertawa.
Lalu kamu menoleh ke arahku. Kamu tersenyum sambil melambaikan tanganmu kearahku. Aku hanya membalas dengan senyum.
"Pulang bareng yuk, Na!"
Entah sudah berapa kali kalimat itu keluar dari mulutmu. Aku hanya menggeleng pelan.
"Ck. Ujan kali, bareng aja yuk."
"Kan sama aja kena ujan,"
"Y-ya kan lebih cepet sampe rumah."
Aku terkekeh pelan mendengar nada kikukmu.
"Nggak deh, naik bus aja. Makasih.."
Kamu cemberut. Lalu kamu pergi, menghampiri teman-temanmu.
Tak lama setelahnya, kamu kembali berdiri disebelahku.
"Nggak jadi pulang?"
Kamu hanya menggeleng. Pandanganku beralih pada temanmu yang berada beberapa meter di sampingmu. Temanmu melambaikan tangannya, sambil terkekeh pelan.
"Kak Evan kenapa ketawa gitu?"
"Tau tuh."
Hening. Lima menit setelahnya Gina pamit, sudah di jemput oleh ayahnya. Tinggal kita disini. Tapi kamu masih saja diam, tidak berniat memulai pembicaraan seperti biasa.
Hujan mulai reda. Aku mulai bersiap untuk berjalan ke halte bus dekat persimpangan jalan.
"Pulang duluan–"
"Ikut!"
"–ya.."
Keningku mengerut saat melihat kamu berjalan di sampingku.
"Motornya gimana?"
"Udah titip Evan,"
"Terus kenapa pulang naik bus?"
"Pengen nyoba aja."
Kamu menjawab tidak yakin. Aku hanya menggeleng pelan.
Selama perjalanan dari sekola ke halte bus, kamu kembali seperti kamu yang biasa. Bawel.
"Besok lo nonton sparing basket nggak?"
Ah iya, dua minggu setelah seleksi ekstrakulikuler basket. Aku di nyatakan tidak lolos. Sedih pasti, tapi aku tidak apa-apa kok.
"Kayaknya nggak deh, lagi banyak tugas soalnya."
Bus datang setelah lima belas menit kita menunggu di halte. Siang ini bus terlihat sepi. Hanya beberapa kursi saja yang terisi. Aku memilih duduk di bagian belakang bus, duduk di bagian dalam. Kamu menyusul, duduk di sampingku.
Selama perjalanan, banyak hal yang kamu tanyakan. Dari berapa ongkos bus sampai siapa nama supir bus ini. Aku tertawa melihat wajah serius mu saat bertanya.
"Nama bapak supir nya siapa, Na?"
"Mana tau sih,"
"Emang supirnya beda-beda tiap hari?"
"Ya iyalah, emang busnya cuma satu."
Aku tertawa.
"Yah, berarti banyak dong bapak supirnya. Pegel gue bilang makasihnya."
"Bilang makasih?"
"Iya, bilang makasih."
"Makasih karena?"
"Karena bapak supir udah nganterin Raina sampai tujuan dengan selamat."
Kamu mengakhir kalimat itu dengan senyum. Pipiku memanas, dan aku hanya bisa mengalihkan pandanganku.
Kemana saja, yang penting tidak bertatapan dengan matamu langsung!
KAMU SEDANG MEMBACA
CURSORY [COMPLETED]
Ficção AdolescenteIni tentang cinta pertama Raina. [COMPLETED]