Jakarta, 01 Januari 2011
Tahun baru, lagi. Dua tahun berlalu setelah mama pergi.
Hai ma! Gimana kabarnya? Enak disana?
Aku mengusap batu nisan mama. Ayah sudah pulang terlebih dahulu, sedangkan aku masih ingin duduk disamping makam mama.
Kemarin aku pergi ke Bandung, ma. Ketemu sama Rei, dan malam tahun baruan disana. Rei ngajak aku sama ayah menikmati malam tahun baru di sepanjang jalan Dago. Dari satu tempat ke tempat yang lain. Nonton beberapa band lokal yang manggung.
Kami menggunakan mobil Rei, sedangkan mobil ayah ditinggal di hotel. Ayah duduk di kursi depan, dan aku duduk di belakang. Rasanya senang saat melihat ayah dan Rei mengobrol seru. Andai mama masih ada, kita pasti duduk berdua dibelakang sambil sesekali menimpali obrolan laki-laki antara ayah dan Rei.
Setelah jam dua belas, ayah minta di antar ke hotel lagi. Sedangkan, Rei minta izin sama ayah buat ngajak aku rayain malam tahun baru sama teman-teman dia. Ayah setuju.
Rei ngajak aku keliling kota Bandung ma. Sampai akhirnya ngumpul sama teman-teman dia disalah satu cafe. Katanya dia mau kasih liat aku band-band lokal yang keren.
Jadi selama hampir dua jam aku menikmati lagu-lagu yang belum pernah aku denger ma. Dan aku suka! Kata Rei, itu namanya band indie. Yang paling aku suka adalah Efek Rumah Kaca, suka banget sama lagu mereka yang judulnya Desember.
Aku juga kenalan sama teman-teman Rei, mereka baik ma. Dan aku ketemu sama Nada.
Iya ma, Nada yang pernah aku ceritain dulu. Yang selalu bisa buat aku cemburu. Nada sekarang dekat lagi sama Rei, ma. Aku takut. Takut perasaan Rei yang dulu balik lagi. Takut dia lebih milih Nada daripada aku.
Tapi aku nggak mau ngerusak acara tahun baru kemarin dengan cemburu nggak jelas. Aku inget sama pesan mama, nggak boleh su'udzon sama orang.
Jam empat subuh Rei nganterin aku ke hotel sambil panik, takut ayah marah karena dia baru nganter aku pulang subuh. Tapi nyatanya ayah hanya tertawa saat Rei minta maaf.
Kata ayah nggak apa-apa, sekali-sekali ini. Yang penting aku di pulangkan dengan keadaan baik-baik saja. Ayah mengobrol dengan Rei, sedangkan aku pamit untuk tidur.
Aku bangun jam sembilan pagi, dan nggak menemukan Rei lagi di kamar hotel. Ayah sedang menonton televisi sendirian.
Andaikan ada mama, ayah nggak akan nonton sendirian seperti itu.
Kata ayah, Rei pamit pulang dulu, untuk istirahat. Nanti aku pulang dengan mobil Rei, sedangkan ayah akan pulang dengan supir.
Dan disini aku, Ayah, dan Rei sekarang. Duduk di samping makam mama, sambil mengirimkan doa-doa untuk mama.
Rei sudah selesai berdoa dan sekarang sedang berdiri tepat di sebelah ku. Mama bisa liat aku sama Rei kan?
Ma, rasanya aku mau temenin Rei disini. Masalah papa nya, pasti membebani dia banget. Papa nya selingkuh ma. Rei pasti tertekan banget. Dia males ketemu sama papa nya lagi, tapi yang aku yakin dia juga mau ada terus disamping mama nya dan adiknya. Tapi ego nya menang ma, dia lebih memilih menjauhkan diri sementara dari papa nya. Dan aku berusaha untuk maklum.
Mama, setelah dua tahun mama ninggalin aku sama ayah. Aku baru sadar, seberapa susahnya hidup tanpa mama. Rasanya aku menyesal dulu sering marah-marah dengan mama.
Tapi aku udah mulai belajar untuk lebih mandiri. Agar aku bisa mengurusi ayah.
Ah, udah sore ma. Aku pulang dulu ya! Rei akan tinggal di Jakarta dua hari, itu pun setelah aku memaksanya. Aku sama Rei pamit ya ma!
Sebelum beranjak, aku mengusap batu nisan mama sekali lagi.
"Udah?"
Tanyamu sambil membantu ku bediri. Aku mengangguk, mengikuti langkahmu menjauh dari makam mama. Aku mengulum senyum ku, menatap tanganku yang ditarik oleh mu. Aku selalu suka saat tanganmu menggenggam tanganku, bahkan saat tanganmu melingkar di pergelangan tangan ku dan menarik ku pelan, aku tetap suka.
Terus begini ya Rei, jangan lepasin tangan aku. Karena aku juga nggak akan melepaskan genggaman kamu.