Jakarta, 28 Februari 2011
Rintik hujan masih menemani diriku yang sedang duduk halte bus. Menunggu bus selanjutnya datang.
Tadi, aku baru saja memilih beberapa universitas. Dan aku salah satu PTN di Bandung dan di Jogja. Dan semua nya jurusan ekonomi dan bisnis.
PTN Jogja sebelumnya sudah hilang dari pilihanku, tapi entah kenapa aku ingin mencoba. Aku tidak terlalu mengharapkan akan lolos di PTN Jogja tersebut.
Aku belum mengatakan apapun pada ayah tentang PTN Jogja. Aku juga belum bilang padamu, toh beberapa hari ini kamu juga sulit di hubungi. Tapi lihat saja nanti bagaimana akhirnya, biar jadi kejutan.
Karena takut tidak lolos SNMPTN, aku dan Gina membuat plan B. Mau tidak mau, kami akan masuk universitas swasta.
Saat berkunjung ke Bandung aku sudah mengatakan keputusanku, dan kamu menyambutnya dengan gembira. Kalau aku pindah ke Bandung, kita akan kembali seperti dulu.
Aku memasang earphoneku. Lagu Pilihanku dari Maliq & D Essentials mengalun lembut di telingaku.
Ingatan ku berputar pada hari ulang tahunmu tahun lalu. Hari itu, aku pergi ke Bandung. Diantar oleh supir ayah, ke kost-an mu.
Tapi kamu malah mengajakku bertemu disebuah kafe, yang ternyata sudah diketahui oleh supir ayah. Maklum saja, supir ayah adalah orang Bandung. Makanya ayah mempercayakannya.
Aku masuk kedalam kafe, dan menemukan kamu yang sudah duduk disana. Kafe nya adalah tempat nongkrong anak-anak gaul Bandung.
Kamu mematikan rokok mu dan mengajakku menjauh dari teman-temanmu. Karena kamu tahu, aku tidak suka dengan asap rokok.
"Bau."
Sebelumnya aku memang sudah tahu kalau kamu merokok. Beberapa minggu sebelum kamu pindah ke Bandung, kamu melakukan pengakuan dosa pada ku. Katamu, kamu pernah sekali mencoba punya temanmu dan akhirnya ketagihan.
Aku marah awalnya, tapi lama kelamaan aku jadi tidak peduli. Terserah kamu mau apa, toh yang akan menerima akibatnya kamu sendiri. Kamu sudah cukup dewasa untuk tahu mana yang baik dan mana yang tidak.
Aku memberikan kado yang sudah ku siapkan dari lama.
"Wah apa nih?"
Kamu menggoyangkan kotak itu. Tahun lalu aku menghadiahkan kamu tas untuk olah raga.
"Jam tangan?"
"Biar kamu on time, nggak ngaret lagi!"
Kamu tertawa, lalu mengecup pipiku beberapa kali mengucapkan terima kasih.
Kita mengobrol. Mencerita kegiatan kita masing-masing, membicarakan orang, sampai akhirnya aku mengajakmu bergabung lagi dengan teman-teman mu. Tidak enak, nanti dikira aku menjauhkan kamu dari mereka.
Teman-teman kamu ramah. Hari itu aku hanya bertemu teman laki-laki mu. Makanya saat tahun baru itu, aku terkejut dengan keberadaan Nada.
Entah kenapa hari itu, aku merasa kalau selera humor ku saat receh. Dan aku bahagia hari itu, sampai melupakan keberadaan supir ayah yang mungkin sedang bersama keluarga nya.
"Ga, pinjem gitar lo sini."
Kamu mengambil gitar milik Angga, teman kampus mu.
"Misi mas, mbak. Saya mau numpang nyanyi sebentar ya."
Aku memukul bahumu pelan. Merasa malu dengan kelakuanmu.
"Mau nyanyi lagu kesukaan pacar saya yang mau balik ke Jakarta bentar lagi, di dengerin ya mas mbak."
Suara petikan gitar menjadi pembuka penampilan mu.
Berjuta rasa rasa yang tak mampu diungkapkan kata-kata..
Dengan beribu cara-cara kau selalu membuat ku bahagia...
Kau adalah alasan dan jawaban atas semua pertanyaan...Dapat ku rasa kan pipiku memanas. Kamu hanya tersenyum sok ganteng saat teman-temanmu menyoraki kamu.
Yang benar-benar kuinginkan hanyalah kau untuk selalu di sini ada untukku...
Maukah kau tuk menjadi pilihanku...
Menjadi yang terakhir dalam hidupku...
Maukah kau tuk menjadi yang pertama...
Yang selalu ada di saat pagi ku membuka mata...Teman-teman mu ikut bernyanyi, aku jadi ikut bersenandung pelan. Mengikuti petikan gitarmu.
Oh...
Ijinkan aku memilikimu, mengasihimu, menjagamu, menyayangimu,
memberi cinta,
memberi semua yang engkau inginkan
selama aku mampu aku akan berusaha
mewujudkan semua impian dan harapan
tuk menjadi kenyataanMaukah kau tuk menjadi pilihanku..
Menjadi yang terakhir dalam hidupku..
Maukah kau tuk menjadi yang pertama..
Yang slalu ada di saat pagi ku membuka mata..Jadilah yang terakhir...
Tuk jadi yang pertama...
Tuk jadi selamanya...Aku tersentak saat sebuah bus berhenti di depanku. Bergegas aku menaiki bus itu, dan duduk di bagian belakang dekat kaca. Mengingat hari itu kamu ikut pulang naik bus denganku.
Ternyata hujan sudah berhenti, entah sejak kapan.
Aku masih menikmati lagu itu.
Ah jadi kangen kamu, Rei...