Sebuah sungai yang beberapa kaki lebarnya terbentang dari arah bukit sampai di sekeliling sebuah bangunan kuno yang besar dan kokoh, bunyi air yang mengalir mendatangkan suasana yang amat nyaman di sekitar tempat itu.
Di depan bangunan tadi tergantung sebuah papan nama, ketika dilihat lebih teliti maka lamat-lamat masih dapat terbaca tulisannya, itulah tulisan yang berbunyi : "Bu-lim-tit-it-keh" (rumah nomor wahid di seluruh dunia persilatan)
Sebutan Bu-lim-tit-it-keh adalah suatu sebutan yang amat agung dan terhormat, tapi sayang bangunan rumah itu sudah lapuk dimakan usia, huruf-huruf yang tertera diatas papan nama itupun sudah luntur dan buram sehingga mendatangkan suasana yang menggenaskan di hati orang.
Ketika membaca lagi nama-nama yang menandatangani sebutan mulia diatas papan nama itu, maka terbacalah nama-nama dari para Ciangbunjin partai Siau Lim, partai Bu tong serta jago-jago kenamaan atau tokoh-tokoh tersohor dari dunia persilatan.
Dari sini dapat diketahui betapa anggun dan berwibawanya keluarga dari rumah tersebut.
Tapi siapakah penghuninya? Mengapa ia bisa memperoleh penghormatan yang begitu mulia dari seluruh umat persilatan? Dan sekarang, mengapa pula bisa berubah demikian menggenaskan?
Empat puluh tahun berselang, ketua angkatan ke sembilan dari partai Thian liong-pay Keng thian giok cu (tangan sakti penyungging langit) Thi Keng dengan ilmu silatnya yang maha sakti memimpin para jago dari seluruh dunia untuk menyerbu lembah Kiu im lok aun kok, dimana dengan sebilah pedang kim-soat-liong-jiau kiam ia berhasil membunuh empat puluh delapan orang jago paling tangguh, anak buah gembong iblis waktu itu Kay hui eng (elang terbang menguasai jagad) Ui It-peng. Kemudian dengan suatu pertarungan kilat berhasil membunuh Ui It-peng sendiri tak sampai lima puluh gebrakan, hingga berhasil menolong dunia persilatan dari ancaman kehancuran.
Setelah peristiwa itu, atas usulan dari ketua partai Siau lim serta partai Bu tong, bersama-sama tokoh persilatan lainnya ketika itu menghadiahkan gelar "Bu lim tit it keh" tersebut untuk Keng thian giok cu Thi keng sebagai pelampiasan rasa terima kasih dan hormatnya para jago terhadap jasa-jasanya selama ini.
Waktu berlalu amat cepat, tanpa terasa dua puluh tahun sudah lewat.
Suatu ketika, mendadak dari dalam dunia persilatan tersiar kabar yang memberitakan bahwa Keng thian giok cu Thi keng serta putra kesayangannya Giok bin Coan cu (Coan cu berwajah kemala) Thi Tiong giok secara beruntun lenyap dari keramaian dunia persilatan, kemudian tak lama lagi tersiar pula berita tentang kematian mereka.
Menyusul kemudian, terjadi pula serentetan peristiwa aneh, hanya dalam semalaman ternyata Thian liong pay telah membubarkan segenap anggota perguruannya dan mengundurkan diri dari keramaian dunia persilatan.
Maka nama besar Thian liong pay dalam dunia persilatan pun kian hari kian bertambah merosot. Pada mulanya orang-orang masih menaruh perasaan sayang, menaruh perasaan kuatir dan kasihan atas musibah yang menimpa perguruan itu.
Tapi lambat laun, orang persilatan mulai melupakan perguruan tersebut dari benak mereka.
Hari itu, ketika senja menjelang tiba dan sang surya mulai condong kearah barat, seorang pemuda tampan berusia delapan-sembilan belas tahun sedang duduk ditepi sungai yang penuh dengan rindangnya pohon Liu sambil melamun.
Tak hentinya wajah yang tampan itu dihiasi senyuman getir, daun kering selembar demi selembar dilemparkan ke dalam sungai dan dibiarkan terbawa arus pergi ke tempat jauh.
Sudah lama dia melamun disitu, berpuluh-puluh lembar sudah daun kering yang dilemparkan ke dalam sungai.....
Tiba-tiba ia menghela napas panjang, bangkit berdiri dan berguman seorang diri :
"Thi Eng khi wahai Thi Eng khi! Apakah kau rela hidup kesepian terus sepanjang masa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pukulan Naga Sakti - Gu Long
General FictionKeng thian giok cu Thi keng serta putra kesayangannya Giok bin Coan cu (Coan cu berwajah kemala) Thi Tiong giok dari Dunia Persilatan secara beruntun lenyap dari keramaian dunia persilatan, bahkan tersiar pula berita tentang kematian mereka. Menyusu...