Jenuh (Nata)

340 58 70
                                    

Gue menghisap batang ke 3 dari bungkus kedua rokok yang udah gue habisin sehari ini. Kalau aja Mine tau gue udah ngerokok sebanyak ini gue yakin dia bakal mencak – mencak gak berhenti karena dia gak suka gue ngerokok lagi katanya akan memperburuk penyakit asma gue. Tapi, maaf Mine sayang kali ini gue hirauin omongan lo karena gue lagi kacau banget.

Sebelumnya gue pikir rokok bakal mengalihkan apa yang gue rasain sekarang, tapi ternyata gak cukup. Gue butuh benda hidup, sebut aja manusia. Dan manusia itu udah di depan gue sekarang, sambil makan mie kocoknya.

"Nat, itu kenapa makannya gak di abisin?"

"Gak ah. Kamu abisin tuh mienya tadi siapa yang bm banget mie kocok?"

"Iya.. Iya" yang gue ajak ngomong senyum- senyum sambil nerusin makan mie kocoknya.

Dia Laura, temen kampus gue dulu. Kalau kalian menduga ini adalah cewek yang lagi deket sama gue kalian bener. Cewek ini yang nemenin gue selama dua minggu ini di Bandung. Iya, gue cheating . Dan iya itu alasan gue untuk gak pulang, selain gue sibuk nanganin distro gue yang baru buka di Dago, hari – hari gue juga disibukan dengan nemenin cewek ini keliling kesana kemari.

Gak tau mulai kapan gue jenuh sama kehidupan percintaan gue dan Mine. Tapi, jujur dari hati yang paling dalam gue masih sayang sama Mine. Gue cinta dia lebih dari apapun, tapi gak gue pungkiri juga gue butuh orang lain di sisi gue sekarang. Gue butuh itu dan orang itu adalah Laura.

"Nat, abis ini movie marathon di rumah ku ya"

"Okay" Gue meng-ok-kan Laura sambil menghisap rokok gue kesekian kalinya.

"Kamu jangan pulang ke Jakarta ya minggu ini?"

"Kenapa? tapi Kayanya emang gak sih distro masih harus di awasin"

"Soalnya aku mau kamu temenin aku sabtu ini ke pernikahan temenku"

"Dimana?"

"Di hotel Trans Luxury. Bisa kan?"

"Bisa"

"By the way kamu hari ini jadikan nemenin aku belanja ke Mall? Aku harus ke salon juga, Nat"

"Kamu bilang mau movie marathon"

"Ya kan belanja dulu abis itu movie marathon"

"Yaudah"

Laura beda sama Mine. Laura adalah wanita yang selalu penuh dengan kejutan dan ide. Meskipun begitu gue gak tahan sama sifatnya yang selalu nuntut.

Makanya kesederhanaan Mine selalu yang terbaik menurut gue. Tapi gue juga gak memungkiri kalau Laura adalah sosok pacar yang sempurna buat sekedar menyenangkan hati atau di bawa jalan – jalan. Soalnya dia cantik sumpah dia cantik banget. Tapi dia gak bisa bikin gue nyaman kaya Mine, dia gak bisa mengisi hati gue seutuhnya.

**

Sekarang gue udah di- mall yang dia sebut tadi di warung mie kocok. Dan gue sedang duduk sambil ngutak – ngatik ponsel, sedangkan yang lagi di tungguin sibuk sama rambutnya yang lagi di treatment. Gak tau kenapa gue ngerasa bersalah banget sama Mine dengan apa yang gue lakuin sekarang, yang akhirnya mendorong gue untuk nelfon dia.

"Ya halo?"

"Hai....Lo dimana, La?"

"Gue? Ah ini lagi anter bunda belanja. Kenapa Nat?"

"Gak-papa. Kangen aja"

"Oh"

"Oh?"

"Iya?"

"Lo lagi sibuk ya?"

"Lumayan. Ini lagi ribet banget"

"Yaudah nanti gue telfon lagi ya"

"Eum"

"Bye Lola!"

"Ya bye."

Gue doang yang ngerasa Mine kaya ngehindarin gue atau emang Mine beneran lagi ribet sama bundanya? Ya emang sih Mine tuh kalau lagi belanja bulanan sama bunda bakal ribet banget. Yaudah asumsiin aja kalau emang bener Mine lagi ribet sama belanjaan dan gak marah soal telfon sebelum gue yang kasih tau dia kalau gue gak bisa pulang ke Jakarta lagi minggu ini karena distro masih harus diurus, selain itu gue harus nemenin Laura ke pernikahan temennya. Gue jahat ya.

Harusnya gue gak kaya gini gue ngerti. Tapi, gue bener se-jenuh itu sama Mine. Walaupun gue masih sayang banget sama dia. Tapi gue butuh udara segar, gue butuh orang lain. Gue gak ngerti ada satu hal di diri gue yang salah atau emang setiap orang butuh selingkuh.

Tapi, gue berani sumpah gak ada yang lain lagi selain Laura.

Selama dua tahun hubungan gue sama Mine berjalan, baru kali ini gue benar- benar jenuh sama dia. Gue gak tau siapa yang salah, situasi atau emang ego gue yang terlalu tinggi, yang gue tau Laura bisa mengisi hari – hari gue selama di Bandung dan Mine gak.

"Say"

Gue nengok ke arah Laura yang udah selesai sama treatmentnya. Jangan tanya gue sejak kapan dia manggil gue dengan cara kaya gitu. Tapi Laura emang punya segudang nama – nama lucu setiap manggil nama gue. "Beb" , "Cinta" , "Honey" , "bunny" , "sweetheart" banyak deh. Gak kaya Mine yang gak pernah ada romantis- romantisnya. Paling – paling panggilan termanis yang gue terima dari Mine cuma "Naranta" iya, nama gue sendiri. Gue juga berani jamin kalau kontak nama gue di ponsel dia cuma nama gue sendiri atau malah "Kak Nata" , karena dia emang adik kelas gue dulu di kampus. Laura tuh beda, dia tuh selalu nyiptain nama – nama lucu yang ngebuat lo makin berarti, Walaupun itu cuma panggilan sih. Kok gue jadi mellow gini ya.

"Kamu nginep di rumah ya?"

"Kenapa? Papa gak pulang lagi?"

"Iya papa gak pulang lagi. Aku takut"

"Yaudah"

Papa Laura suka keluar kota untuk waktu yang lama sedangkan Mamanya ada di Jakarta. Orangtua Laura emang udah cerai lama. Jadi Laura tinggal bareng Papanya di Bandung, karena Papanya sering keluar kota, dia sering minta gue untuk nemenin dia di rumah karena dia takut sendirian. Tenang, di rumahnya ada mbak wati kok asisten rumah tangga keluarganya Laura, tapi namanya juga Laura dia tuh manja mau ada mba wati kek mba witi kek dia selalu ngerengek buat minta di temenin tiap Papanya keluar kota. Sedangkan gue? Selalu iyain karena satu, gue gak tega.

Bukannya berarti gue tega sama Mine. Dibanding Mine yang lahir di keluarga yang hangat dan utuh. Laura lebih butuh kasih sayang dan perhatian karena lahir dari keluarga yang broken home dan gak harmonis.

"Yaudah ayo pulang" Suara Laura berbarengan dengan telfon gue yang berdering.

Laura jalan duluan, gue sempetin situasi itu buat angkat telfon dari....

Bentar.

Mine telfon gue!

Buru- buru gue angkat.

"Nat"

"Lola?"

"Aku kangen"

Gue terpaku denger suaranya yang terdengar merintih.

"I missed you.....like really. Like i'm gonna lose you tomorrow"

"La? Lo kenapa?"

Gue cuma denger suara tangisnya. Dia gak jawab gue.

Dan suara Mine buat gue sadar kalau rokok dan Laura gak cukup obatin perasaan gue saat ini. Gue butuh lebih dari itu dan itu Mine, Lola gue.

Seorang NataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang