Pernikahan di Jogja

226 44 12
                                    

Dari semua mimpi seorang calon menantu adalah dapat dekat dengan keluarga sang pacar. Ada banyak orang yang tidak bisa melakukan itu, tentu saja karena banyak alasan. Tapi tidak sedikit juga yang berhasil melakukannya.

Saya termasuk kategori yang kedua.

Bisa di bilang saya cukup akrab dengan keluarga pacar saya, Nata. Bukan karena memang saya mencoba dekat demi mendapatkan restu dengan segala cara ( bahasa kasarnya menjilat ) tapi keluarga Nata memang baik. Bagaimana ya cara mengukur kedekatan antara kami?

Ibu Nata menelfon saya dua hari yang lalu untuk ikut ke Jogja demi menghadiri pernikahan sepupu Nata dan Teta juga tentunya. Karena mereka kakak- adik. Ibu sendiri yang meminta tolong untuk saya ikut dan menjadi pagar ayu di pernikahan Mba Ratna, sepupu mereka.

Saya menyutujuinya karena saya memang tidak ada acara di weekend ini. Dan berakhirlah saya di pernikahan Mba Ratna hari ini sebagai salah satu pagar ayunya. Nata sebagai salah satu pagar bagusnya.

Mungkin itu sudah cukup menjelaskan ukuran kedekatan antara saya dan keluarga Nata? Ya, saya rasa cukup.

Sudah dua setengah jam setelah acara ini berlangsung. Acaranya ramai, mungkin karena didukung dengan cuaca yang cerah. Pernikahan mba Ratna di helat di sebuah gedung serbaguna di tengah kota. Yang datang sangat banyak. Saya sampai tidak bisa duduk semenjak dua jam setengah yang tadi. Karena acara hanya di helat selama tiga jam jadi tamu- tamu berdatangan tepat waktu tapi sekarang sudah hampir sepi.

"Mine....kamu mau istirahat, Nak?" Itu ibu, ya ibunya Nata dan Teta.

"Ah enggak bu aku masih kuat kok"

"Enggak papa kamu bisa duluan ke ruang ganti di belakang, istirahat. Ganti baju terus makan ya"

"Gak - apa bu aku masih bisa kok nanggung"

"Tamunya juga udah gak rame kaya tadi kok, udah mau selesai juga acaranya. Kamu ganti baju ya, kamu dari tadi belom istirahat gitu loh" ibu menepuk pundak saya yang saya balas dengan anggukan.

Ibu, menurut saya sudah menjadi orang tua kedua setelah ayah dan bunda saya sendiri. Ibu begitu baik menyambut saya sampai saya senyaman ini berada di dekatnya.

Saya melangkahkan kaki pergi menjauh dari tempat acara menuju ruang ganti.

"Haft...akhirnya" saya bergumam sendiri

Ruang ganti masih kosong, hanya ada saya dan barang - barang keluarga yang di tinggal di sini sejak pagi tadi. Saya jadi tidak enak sendiri, sementara saya istirahat sendiri disini, keluarga masih sibuk di tempat acara menyambut tamu.

Tapi, saya tidak bisa berbohong kalau kaki saya sudah tidak mampu untuk berdiri. Baru saja saya melangkahkan kaki untuk keluar tidak sengaja kaki saya terkilir oleh saya sendiri. Hebat Mine, sekarang bukan lagi letih yang kamu akan dapat tapi kesakitan karena terkilir yang kamu buat. Okay, saya akui otak saya selalu melaju lebih lamban yang mengakibatkan kecerobohan, salah satunya kejadian ini.

Pintu ruang ganti terbuka. Menandakan ada orang lain selain saya yang masuk dan itu sepupu mba Ratna, kakak dari Teta, pacar saya sendiri, Nata.

"Eh lo gak papa??" Nata cepat tanggap menolong saya untuk duduk kembali di kursi tidak jauh tempat saya terjatuh.

"Enggak...."

"Lagian mau kemana lagi sih?"

"Gak enak, Nat. Orang - orang masih di sana masa gue enak - enakan istirahat disini"

"Kan ibu yang nyuruh lo kesini. Lagian acara udah mau selesai"

"Huftt" Saya menghela nafas untuk kesekian kalinya.

Saya lupa kapan laki- laki ini pernah ber-laku manis terhadap saya. Tapi, menurut saya pribadi manis bukan soal seberapa banyak ia bertutur kata atau seberapa banyak hadiah yang kamu terima. Manis menurut saya adalah seberapa kamu di perlakukan hangat oleh pacarmu sendiri. Contohnya seperti apa yang dilakukan Nata sekarang.

"Capek ya?" Wajahnya mengadah kearah saya.

Ia membuka sepatu hak tinggi yang saya pakai dari jam sepuluh pagi tadi. Ia melepasnya perlahan seakan kaki saya adalah sebuah telur yang kapan saja bisa rapuh.

"Pasti capek banget deh lo pale heels kaya gini. Lo kan gak biasa"

"Siapa bilang? Gue kerja pake heels"

"Emang gue gak tau. Lo kan makenya kalau cuma lagi mau meeting aja"

Saya tertawa. Ternyata ia tau seharian saya di kantor cuma pakai sendal.

"Gue pijitin ya?"

Saya mengangguk.

Nata memijat pergelangan kaki saya perlahan. Sumpah saya tidak sadar kalau hari ini ia sangat tampan. Begitu sibuknya saya melayani tamu- tamu undangan sampai saya tidak sadar kalau Nata hari ini sangat tampan.

Matanya masih terfokus dengan pergelengan kaki saya. Tangannya masih sibuk memijatnya pelan.

"La..."

"Hm??"

"Lo cantik hari ini"

"Hah?"

"Lo cantik"

"Apa??"

"Kamu cantik hari ini, sayang"

Matanya masih sibuk dengan pekerjaannya yang tadi. Saya tersenyum - senyum sendiri. Dalam hati saya sih teriak kegirangan, mendapati Nata berbicara seperti itu.

"Oh"

"Oh doang??"

"Terus?"

"Enggak ada apa gitu? Balasannya gitu? Makasih kek?"

"Oh jadi pamrih?"

"Ya enggak. Cuma masa..."

Ia belum selesai bicara saya memotongnya seketika.

"Kamu juga ganteng"

"Ganteng banget. Aku jadi pengen pamerin ke semua tamu undangan kalau kamu pacar aku"

Pijatan di pergelangan kaki saya berhenti. Namun, pandangan Nata tetap di tempat yang tadi. Kepalanya perlahan mengadah ke arah saya.

"La..."

"Abis dari Jogja temenin aku ketemu Bunda sama Ayah ya?"

"Kenapa? Lo kangen?"

"Enggak..."

"Terus?"

"Mau ngelamar anak sulungnya"

Seorang NataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang