"Ne, kok melamun aja?"
Suara Danen seketika membuka segala ruang pikiran yang baru saja saya kunci sendiri. Lewat suaranya pula saya baru tersadar kami sudah berada di sebuah restoran romantis lengkap dengan set candle light dinner.
"Ne?"
"He'eh?" Saut saya sambil menggelengkan kepala pelan tanda bahwa saya sudah benar-benar bangun dari lamunan tadi.
"Makan itu steaknya keburu dingin" kata Danen sambil memotong dagingnya.
"Oh iya..."
"Kamu kenapa sih, Ne?"
"Kenapa?" Kata saya dengan tatapan penuh kearah daging yg saya potong.
"Ya aku tanya. Kamu kenapa? Is everything ok? Udah dua hari loh kamu ngelamun kaya gini. Kamu gak kesambet kan?"
'Kayanya iya'
"Enggak. Kesambet apaan juga?"
"Kesambet cinta lama gitu?"
Kedua manik bola mata saya melebar dan sepenuhnya menatap kearah Danen yang sedang melahap dagingnya santai. Danen asal bicara atau bagaimana sih? Tapi mana ada orang asal bicara bisa makan sesantai itu?
"Apaansih aku gak ngerti?" Ujar saya sesantai mungkin. Well, setidaknya saya menutupinya dengan memakan hidangan dihadapan saya.
"Ya aku nebak aja. Bali kan second hometown kamu? Mungkin aja gitu kamu inget masa lalu"
'Fiyuh....ternyata dia hanya menebak-nebak'
"Aku gak inget pacar pertamaku di TK jd kayanya tebakan kamu salah"
"Hahaha pantes ya kamu jadi pacarku?"
"Hah? Kenapa?"
"Soalnya kamu playgirl"
"Kata siapa?"
"Kata aku barusan"
"Cih..."
Kemudian ia tertawa ringan diirigi dengan senyuman saya yang ikut terbawa tawanya. Danen, membawa saya candle light dinner dan menghabiskan malam valentine sejauh ini.
Tapi,
Buruknya, pikiran dan hati saya tidak benar-benar berada bersamanya kala itu. Mereka berkeliaran melintasi tiap ruang pikiran untuk menemukan jawaban yang selama dua hari ini saya sembunyikan, supaya semuanya tetap begini. Supaya segalanya tetap berjalan sesuai rencana. Supaya saya, Danen dan Bali meninggalkan kenangan indah.
"Aku tau ini salah, La. Tapi aku lebih takut untuk gak bilang ini sama sekali. I missed you. Like forever?"
Seketika kalimat itu terngiang lagi. Deburan ombak kala itu, angin berhembus disekeliling kami, pasir yang kami pijak saat itu seketika terasa jelas. Tiap kali saya mengingatnya. Setiap inci scene kala itu benar-benar terlihat jelas.
Di kala saya, laut, dan Nata bertemu lagi untuk pertama kali setelah sekian lama.