That Day

290 55 44
                                    


Setelah saya tau apa yang saya lakukan dengan Jojo adalah salah, saya benar- benar menyesal dan saya malah makin rindu Nata. Makanya tiga jam yang lalu saya telfon Teta sahabat sekaligus adik dari Nata untuk menemani saya pergi ke Bandung menemui kakaknya, Nata. Awalnya saya ajak Meera sahabat saya dan Teta juga tapi dia sedang liburan dengan calon suaminya ke Hongkong dan akan kembali sekitar minggu depan.

Saya tidak berharap dan berkespektasi tinggi tentang Bandung, saya hanya berharap saya bisa menemui Nata dan menemukan dia merindukan saya juga, agar saya tidak merindu sendiri. Tapi harapan saya yang kedua agaknya terlalu muluk karena yang saya temui adalah Nata yang sedang merangkul wanita lain keluar dari mobil CR-V putih favorit saya yang terparkir di depan rumahnya.

Saya hancur.

Tapi saya tahu, adiknya lebih hancur lagi. Harusnya saya tidak ajak Teta untuk menemani saya. Biar saya saja sendiri yang hancur.

Saya marah, sampai tidak mampu berkata dan hanya bisa menangis. Saya berada di puncak emosi saya.

Tangan saya masih tetap di tempatnya tapi Teta cepat menggenggam tangan saya mengisyaratkan agar tetap bertahan di situasi ini. Tidak lama Teta melepaskan genggamannya dan berjalan ke arah kakak satu-satunya itu dan melayangkan tamparan keras di pipi Nata,

"Tolol" Teta mengatakan itu persis di depan muka Nata

Nata terpaku. Melepaskan rangkulannya dari wanita itu.

Teta tidak berhenti sampai disitu, ia melirik ke arah wanita yang kini melihat Teta sinis dari atas sampai bawah. Dan benar saja dugaan saya benar, Teta menampar pipi wanita itu.

"Lo lebih tolol lagi"

"Aw! KOK LO NAMPAR?!" seru wanita itu

"Itu hukuman buat lo karena lo tolol"

"Hei?! LO SIAPA NGATAIN GUE TOLOL?!" wanita itu makin menjadi, sedangkan Nata berusaha melindungi wanita itu tapi tetap mengunci mulutnya. Saya tahu Nata tidak benar-benar melindungi, Nata hanya takut akan terjadi keributan besar. Haha bahkan saya masih bisa berpikiran positif tentang Nata.

"Gue adeknya. Kenapa?!" Kata Teta sambil menunjuk Nata penuh dengan amarah

"Harusnya tuh ya, gue yang nanya lo tuh siapa?" Teta melanjutkan

"Gue pacarnya Nata"

"Lo mimpi kali. Pacarnya Nata dari dulu tuh mba yang itu" Ujar Teta sambil menunjuk saya yang masih menguatkan hati tidak jauh dari mereka berdiri sekarang.

Wanita itu hanya melirik ke arah Nata bingung.

"Lo gak capek ya? Ngemis cinta dari mas gue? Gak cukup lo gangguin mas gue dulu di kampus? Lo gak laku apa gimana sih?"

Wanita itu mendorong Teta, beruntung Teta tidak sampai jatuh. Tapi Nata cekatan meraih tangan Teta agar tidak sampai terjatuh sedangkan saya masih terpaku, mencoba mencerna.

"LO TUH YA DARI DULU, KALAU NGOMONG TUH DI JAGA"

"EH KALAU NGOMONG SAMA CEWEK MURAHAN KAYA LO TUH GAK BISA HALUS TAU GAK?!"

"SIALAN LO YA" Tangan wanita itu di tahan oleh Teta yang baru saja ingin menampar pipinya.

"Laura lo sadar dong. Lo tuh cuma pelampiasan, lo tuh cuma selingkuhan mas gue jadi jangan berani- beraninya lo ngaku pacarnya Nata. Kalau Nata gak tolol dan gak kesambet setan centil kaya lo dia gak bakal mau sama lo. Bangun woy bangun"

Saya bersumpah saya tidak pernah mendengar Teta se- menggebu itu selain tadi ia membentak ke wanita bernama Laura itu.

Saya tahu ini bukan cerita baru, saya kenal Laura. Karena dia memang kakak kelas saya dulu, saya tahu soal obsesinya soal Nata. Saya tahu semuanya yang saya tidak tahu hanya satu, Saya tidak tahu kalau Nata juga punya rasa terhadap Laura sampai hubungan saya dan Nata jadi korbannya.

Seorang NataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang