Praha

209 42 24
                                    

Saya sudah menatap layar komputer saya selama sepuluh menit dan saya masih tidak percaya dengan apa yang terjadi. Bagai hujan di siang bolong saya terguyur air hujan itu. Demi tuhan saya senang sekali saking senangnya saya hampir lupa kalau akan ada masalah baru yang akan timbul disini.

**
Rintik hujan akhir tahun menemani malam saya dan Nata menyesap kopi kesukaan kami di coffee shop favorit. Saya belum merusak suasana bahkan saya ingin membuatnya menjadi hangat dan bahagia dengan berita yang akan saya sampaikan ke Nata tapi saya salah.

"Lo mau ngomong apa tadi??" Kata Nata sambil menyesap cafe latte- nya

"Hm itu...lo inget gak soal gue pengen banget dapet beasiswa S2 ke Eropa??"

"Iya inget. Kenapa? Lo gak bener - bener pengen kan? Gue tau lo anaknya angotan"  sekarang ia letakkan gelasnya di meja bundar tepat di depan kami.

"Tapi lo tau kan kalau gue udah berambisi pasti akan gue usahakan??"  Saya tekankan nada disetiap kata.

"Hm..."

Nata tidak terlihat excited agaknya apakah saya salah waktu? Atau memang mood - nya sedang tidak baik? Harusnya saya observasi dulu sebelumnya. Kalau begini pasti akan berakhir buruk.

"Nas?"

"Ya??"

"Lo lagi gak mood ya?"

"Gak mood gimana? Gue baik - baik aja?"

"Nas....."

"Iya sayang?"

Saya menyodorkan ponsel saya yang menunjukan e-mail yang di kirim langsung dari praha.

"La??" Tidak perlu waktu lama untuk Nata menyadari maksud e-mail tersebut.

"Gue keterima di Universitas Charles di Praha, Nas"

Nata masih dalam heningnya.

"Gue dapet beasiswa S2 di sana"

"Congratulation,la"

Demi tuhan. Suara saya bergetar, air mata saya terbendung namun masih tetap bertahan di tempatnya. Mata saya masih menatap Nata, sedangkan Nata masih menutupi perasaannya sekarang. Saya merasakan kalau ia senang atas keberhasilan saya mendapatkan beasiswa itu. Tapi.....

"Kamu ambil?"

"Aku mau ngomong dulu ke kamu soal ini. Aku bakal 2 tahun di Praha. Kita bakal gak sering ketemu"

Nata diam.

"Dan aku tau kamu gak suka"

Matanya menatap kearah cafe latte yang sekarang tinggal setengah gelas. Seketika hiruk - pikuk yang terjadi di sekitar coffee shop seakan sunyi. Hanya ada suara nafas Nata dan saya sekarang.

"Kamu gimana? Di hubungan ini selalu kamu kan yang gak bisa ngelakuin hubungan jarak jauh?"

"Aku sayang sama kamu"

"Sama"

"Tapi, aku mau pergi"

"Jadi?"

"Aku gak tahu aku bisa apa gak. Tapi aku mau kita tetep bareng. Aku gak mau kehilangan kamu dan aku juga gak mau kehilangan Praha"

"Kamu gak bisa dapetin dua duanya. Kamu harus milih"

"Jangan kasih aku pilihan. Praha dan kamu sama - sama penting sekarang"

Saya mengambil nafas sejenak. Sedangkan Nata menatap saya serius sambil mencerna kalimat yang saya katakan.

"Kita lakuin hubungan jarak jauh ya?"

Seorang NataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang